2

22K 860 6
                                    

Takdir yang mempertemukan kita itu, apakah suatu pertanda? Pertanda agar aku sadar bahwa membencimu tak ada gunanya.

Selatan Faldiano, lulusan S1 dan S2 dari UR. Dipanggil Atan oleh para fans dan Setan oleh para haters. Dia tipikal cowok yang fashionable dan tentu saja pintar. Perjalanan karirnya cukup bagus. Awalnya menjadi asisten dosen dan akhirnya menjadi dosen. Keinginannya yang belum terwujud adalah melanjutkan pendidikan S3 di luar negeri. Merasa tidak ada perkembangan sebagai dosen, ia memutuskan untuk resign dan mencoba pengalaman baru bekerja di perusahaan swasta di Jakarta. Pilihannya jatuh pada Tokokeren. Perusahaan e-commerce yang memberikan tantangan baru dan bukan sekedar yang mengutamakan keuntungan. Tokokeren juga peduli kepada masyarakat dengan program CSR yang berkomitmen. CSR itu semacam tanggung jawab perusahaan dalam menyejahterakan masyarakat yang ada dilingkungannya.

CSR yang dilakukan Tokokeren dimulai dari bantuan pendidikan kepada penjual yang berkontribusi besar pada keuntungan perusahaan. Tokokeren peduli pada masyarakat dan berusaha mengikuti jejak CSR dari Starbucks, perusahaan internasional yang punya kepedulian tinggi terhadap petani kopi.

Atan, cowok yang masih muda dan ingin terus maju. Tetapi tidak pernah menyingkirkan kepeduliannya terhadap masyarakat.

"Sepertinya saya kenal kamu ya?" Trik Atan dalam menempatkan diri sebagai orang yang dikenal bukan orang yang mengenal.

"Iya pak. Saya Misa, mahasiswa bapak semester 4." Misa memberikan tangannya untuk berjabat dan Atan membalasnya. Misa masih dalam zona canggung yang luar biasa. Mimik wajahnya dapat dibaca oleh Atan.

"Ohh iya iya. Saya ingat, kamu itu yang pernah menemui saya di kantor kan. Trus...."

"Iya pak. Iya. Itu saya!" seru Misa dengan wajah seakan menyuruh Atan untuk berhenti melanjutkan kata-katanya. Malu rasanya saat teman sekantor mengetahui bahwa Misa pernah mengulang mata kuliah.

"Gue gak nyangka. Jadi Mas Atan dosennya Misa di UR? Dunia sempit ya ternyata." Sesil memandang kearah Misa seakan takjub. Apalagi UR salah satu universitas terbaik di Indonesia.

"Tokokeren harusnya bangga ya. Punya staf luar biasa seperti kalian." Pak Tora tiba-tiba datang. Ikut nimbrung diantara staff yang sedang berkumpul di kubikel Misa. "Mas Atan adalah Senior Software Engineer dikantor ini. Artinya Misa akan banyak berdiskusi dengannya untuk setiap task yang diberikan. Saya sebagai leader ikut senang karena kalian sudah saling kenal. Jadi tidak perlu repot-repot membangun chemistry." Pak Tora tertawa.

Semuanya tertawa. Sedangkan Misa dan Atan saling melepas pandangan. Wajah Misa diliputi kekhawatiran. Dia harus melihat wajah yang tak ia inginkan itu setiap hari. Sosok dihadapannya mengingatkan masa-masa tragis waktu ia kuliah. Misa mengaku bahwa waktu itu ia memang sedang dalam zona malas dan ogah-ogahan belajar. Nilai yang ia peroleh memang sangat minim dan tidak pantas untuk lulus. Tapi Misa selalu mengerjakan tugas dengan baik. Apakah itu tidak layak untuk dipertimbangkan?

Misa melihat Atan yang sangat ramah dan bersahabat kepada seluruh staf. Sangat berbeda dengan sifatnya saat sedang mengajar dikampus. Labil dan tukang nyinyirin mahasiswa. Misa yakin kelakuannya memohon-mohon perbaikan nilai pasti disebarkan ke adik tingkat.

"Misa, kalau ada yang sulit tanyakan pada saya." Atan mengatakannya sebelum kembali ke kubikelnya yang berada disebelah kanan pojok dari kubikel Misa.

"Baik pak."

***
Hari pertama kerja tak sesulit yang dibayangkan. Misa hanya diperkenalkan pada software yang digunakan dan fitur-fitur terkait hal itu. Sudah pukul 17.00 wib tetapi semuanya masih tampak sibuk. Misa melirik kekanan dan kekiri untuk melihat apa yang dikerjakan oleh teman sekantornya itu. Atan memperhatikannya. Atan beranjak dari tempat duduknya.

My Support SystemWhere stories live. Discover now