REN - 6

67.1K 1.5K 34
                                    

Trapped on His Bed - On the same Bed

Amadeo terbangun ketika ponsel miliknya berbunyi nyaring. Jam di dinding kamarnya itu menunjukkan pukul 11.37. Damn! Siapa yang berani mengganggu tidurnya. Carlo, mati kau!

"Aku ingin bertemu," ada suara wanita dari seberang sana dan Amadeo mengenali suara itu.

Tanpa memperdulikan pertanyaannya gadis itu menjawab lagi, "Aku bilang aku ingin bertemu."

"Aku tanya dimana kau Emi?" pekiknya. Suara itu terlanjur keluar begitu saja. Fuck Deo, tenanglah.

"Kita bertemu besok, istirahatlah sekarang," ucapnya kemudian. Ia berhasil mendapatkan suaranya kembali.

"Darn! Wanita itu mengunjungiku hampir tengah malam seperti ini?"

###

Amadeo memakai t-shirt abu-abu yang ada di atas tempat tidurnya  dan segera turun ke lantai bawah menuju ruang tamunya, menunggui gadis berpantat seksi itu di sofa skandinavian cokelat muda miliknya. Ia mengangkat tangannya, mengikat rambutnya dengan karet gelang.

Pria itu duduk cukup lama disana hingga telepon penthousenya berbunyi. Dari resepsionis bawah, ia memberitahukan bahwa orang yang di tunggunya sudah masuk ke dalam lift.

Amadeo menutup telepon itu dan segera berjalan kemudian bersandar di dinding dekat pintu masuknya.

Tak berapa lama pintu penthousenya terbuka. Menampakkan tubuh jenjang gadis itu. Amadeo memperjatikannya saat gadis itu belum menatapnya. Masih sibuk menarik kartu masuknya. Harus Amadeo akui, gadis itu benar-benar mempesona. Berhasil membius Amadeo dengan penampilan casualnya. Memakai baju sifon merah yang berpotongan asimetris -pendek depan panjang belakang- celana jeans mini dan ankle boot heels warna merah. Ia tahu, rasa sukanya melihat gadis berbaju merah memang seperti penyakit. Tetapi bukan sembarang wanita yang bisa membuatnya tertarik. Singkatnya! Anggap si wanita bernama Emily itu sedikit spesial.

Emily berdiri dengan jantung yang berdebar keras dan tubuh yang sedikit bergetar. Pria itu masih duduk dihadapannya, masih menutupi bibirnya dengan kepalan tangan. Sejak komentar mengenai tubuh tanpa tato -hell- Itu pasti sudah 15 menit yang lalu - tapi pria itu diam saja, membuat Emily tambah salah tingkah.

Pria itu menatapnya.

Damn! Apa yang aku lakukan? Menyuruhnya telanjang hanya untuk sebuah tato? Oke. Itu alasan logis. Aku hanya tidak ingin wanita yang akan menjadi milikku punya bekas kiss mark di tubuhnya, tempat-tempat tersembunnyi. Tambahan, aku benar-benar tidak suka dengan wanita yang punya tato asli.

Mata mereka bertemu lalu pria itu memandang ke bawah dan keatas lagi. Ketika Emily menggerakkan tangan dengan maksud untuk menutupi tubuh bagian atas dan bawahnya, tatapan pria itu menajam. Emily melihat sekelebatan. Katakan sesuatu, asshole!

"Tangan, miss. Aku tidak ingin mereka mengganggu pandanganku!" ucap Amadeo.

Bicara formal sekali lelaki itu!

Emily menurunkan tangannya, memasang wajah jutek agar si Amadeo berhenti memasang wajah datar menyeramkannya, "Kenapa tidak menanyaiku?"

"Bertanya? Soal apa?" tanya Deo.

"Tidak perlu menyuruhku telanjang aku bisa memberitahumu aku punya tato atau tidak," ucap Emily.

Wajah Amadeo melembut. "Aku tidak perlu persetujuanmu, aku hanya mengetesmu dan kau melakukan pekerjaan yang bagus, young lady," jawabnya. Dan wajah gadis itu memunculkan semburat merah.

Amadeo memperhatikan Emily. Dari tadi sebenarnya gadis itu terlihat menahan diri dari rasa malu. Tubuh bergetarnya menjadi bukti tapi ia tidak segera mengatakan sesuatu hingga akhirnya gadis itu bergerak ingin menutupi bagian vitalnya.

Trapped on His BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang