👨 02

176 30 0
                                    

Sore ini tiba-tiba langit mendung dan turun hujan.

Roa yang rencananya hari ini mau pergi ke mall atau toko buku untuk sekedar melepas penat karena selama satu bulan terakhir ini hidupnya dikejar-kejar deadline sepertinya harus membatalkan rencana itu karena sudah 2 jam menunggu, tapi hujan tak kunjung reda. Justru curah hujannya semakin tinggi dan angin berhembus sangat kencang.

Tentunya sangat beresiko untuk keluar rumah, lebih baik membuat sarang di dalam selimut sambil ditemani coklat hangat.
 
Setelah Roa mengganti baju, dia menuruni tangga. Melangkahkan kakinya menuju dapur untuk membuat coklat hangat dan menyapa Ibu, Ayah, dan Adik laki-lakinya yang tahun ini masuk SMA sedang membuat kue kering.
 
Entah atas dasar perayaan apa, tiba-tiba saja Ibu Roa mengusulkan ingin membuat kue kering waktu makan malam kemarin.

Dan ide itu diterima oleh Ayah dan Adiknya, padahal Roa tahu betul di keluarganya tidak ada yang berbakat membuat kue.

Terakhir kali membuat kue, semua kue itu tidak berbentuk. Meski harus diakui rasanya enak. Tetapi visualnya sungguh tidak enak buat dipandang.
 
Begitu coklat hangatnya selesai di buatkan oleh Ibunya, Roa langsung bergegas mengambil langkah besar menuju lantai dua.

Padahal Ayahnya sudah bersiap untuk menjejalkan kue kering yang baru selesai dipanggang dan sudah dingin kedalam mulut Roa.
 
"Kayanya aku lupa mengunci jendela kamar," kata Roa berbohong agar langsung pergi meninggalkan dapur.
 
Roa tidak mau bergabung membuat kue di lantai dasar bukan karena dia anak malas dan tidak mau bersenang-senang bersama keluarganya.

Cuma melihat kekacauan tadi, sudah cukup membuat Roa stres sendiri.
 
Beberapa kue yang selesai dipanggang tadi memang terlihat cantik, apalagi setelah ditaruh kedalam toples kaca, tapi Roa tidak pernah tahu bagaimana rasanya kan?

Apakah berbanding lurus dengan penampilannya? Atau justru sebaliknya?
 
Perhatian Roa lalu teralihkan pada rumah besar yang ada di depan rumahnya.

Tiba-tiba Roa jadi teringat dengan Wonwoo ketika dia memandangi rumah itu.

Rumah ber-cat putih itu rumah pacarnya Wonwoo. Hampir setiap hari Roa melihat Wonwoo mengantar jemput pacarnya.

Roa jadi ingin tahu, apakah Wonwoo berhasil dengan upayanya untuk mempertahankan cintanya atau tidak.
 
Saat petir tiba-tiba menyambar sangat kencang, saat itu pula Roa melihat Wonwoo keluar dari rumah putih itu.

Di tangannya ada kardus besar yang menyembul sebuah kepala boneka. Roa menebak-nebak, sepertinya usaha Wonwoo untuk berdamai gagal.
 
Waktu Roa ingin menarik diri dari jendela besar kamarnya dan menyembunyikan diri, nyatanya mata tajam Wonwoo mampu melirik tepat kearah mata Roa.

Rencana Roa untuk pura-pura tidak terlibat lebih dalam tentang masalah Wonwoo sepertinya gagal.
 
Sekarang Roa justru berlari turun, meninggalkan coklat hangat yang belum dia sentuh sedikitpun, lalu meraih payung besar yang tergeletak di depan pintu, bekas dipakai Adiknya membenahi jemuran yang ada di halaman tadi.
 
"Benar-benar berakhir," begitu kata Wonwoo saat Roa menghampirinya sedang mematung di depan rumah pacarnya.

Wonwoo membiarkan air hujan menusuknya terus-menerus. Seluruh tubuhnya basah kuyup, samar-samar Roa bisa melihat gurat kekecewaan di wajah tampan Wonwoo.
 
Roa dan Wonwoo berada dalam satu payung sekarang.

Roa tidak tahu harus memberi omongan seperti apa untuk membuat perasaan Wonwoo merasa lebih baik.

Roa tidak pernah mengalami apa yang sekarang tengah Wonwoo alami. Jadi dia tidak mau jadi sok tahu dan sok tegar memberi nasehat ini dan itu.
 
"Kapten Levi sedang menungguku di dalam," kata Roa, tidak nyambung dengan apa yang di bicarakan Wonwoo, lebih tepatnya tidak mau menyabungkannya.

"Ehm, maksudku, tadi aku sedang menonton Anime favoritku ketika petir tiba-tiba menyambar dan aku melihatmu di sini."
 
Wonwoo mengeluarkan senyum simpul. Lantas memandangi Roa beberapa detik.

"Aku tidak bisa pulang seperti ini. Boleh tidak menumpang mandi dan menghangatkan tubuhku dulu di rumahmu?" pinta Wonwoo yang tentu saja langsung mendapat anggukan dari kepala Roa.

 
***
 

Tentang Kapten Levi itu, sebenarnya Roa cuma mengada-ada.

Roa bahkan sudah menamatkan season ke tiga dari anime itu dari sebulan yang lalu.

Roa hanya kehilangan kata-katanya dan bingung harus bicara apa. Well, sebenarnya Roa sedikit tidak suka jika Wonwoo membicarakan cewek itu.

Selagi menunggu Wonwoo yang sedang berganti baju di kamar Adiknya, Roa jadi membuat coklat hangat untuk Wonwoo.

"Dia cuma teman, tidak lebih," ucap Roa karena sedari tadi Ibu dan Ayahnya memandanginya ingin tahu.

Sambil merapihkan dapur yang berantakan sekali, Ibu dan Ayah Roa cuma ber-oh-ria.

Lalu Roa membawa coklat hangat itu ke lantai dua, Roa tentu tidak akan membiarkan Wonwoo duduk di ruang tamu dan merasa tidak nyaman karena bakalan diinterogasi oleh Ayah dan Ibunya.

Tidak lupa Roa juga membawa beberapa cemilan yang benar-benar bisa dimakan dan dicerna oleh manusia normal.

"Padahal aku sering main ke daerah sini, tapi ini pertama kalinya aku mengunjungi rumahmu," ucap Wonwoo tiba-tiba.

Sambil menggosok rambutnya dengan handuk, Wonwoo mengambil tempat di depan Roa lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

Lantai dua adalah ruang milik Roa seluruhnya, jadi tidak ada tembok pembatas antar ruang. Antara kamar, ruang belajar, ruang tv, semuanya menjadi satu.

Untungnya hari ini ruangan Roa sedang rapih, jadi kedatangan Wonwoo yang secara tiba-tiba ini tidak membuatnya malu.
 
"Minumanmu." Roa menyerahkan cangkir berwarna biru pada Wonwoo yang diterima dengan senang hati.

Wonwoo menyeruput minumannya pelan-pelan. Kemudian memangkunya, membiarkan tangannya merasakan hangat.
 
Untuk beberapa saat tidak ada obrolan di antara mereka.

Roa bingung harus membahas apa, kalau membahas cerita cinta Wonwoo kesannya dia sedang ingin mengorek luka Wonwoo dan lagi Roa memang tidak suka jika Wonwoo membicarakan cewek itu.

Tapi kalau membahas hal lain, kentara sekali jika Roa sedang mengalihkan topik masalah.
 
"Maaf," setelah sekian lama suara air hujan mengisi ruang di antara mereka, akhirnya Wonwoo membuka mulutnya.
 
"Untuk?"
 
"Yah, akhir-akhir ini aku selalu mengaganggu hidupmu. Aku janji, ini yang terakhir aku merepotkanmu," kata Wonwoo memandang Roa lekat.

Ditatap seperti itu, Roa jadi gugup tak karuan. Jadi untuk menutupi kegugupannya, Roa meraih ponselnya. Berpura-pura sibuk seolah ada hal penting di sana.

"Gak usah khawatir, aku gak merasa direpotkan kok," jawab Roa masih enggan menatap balik Wonwoo, yang herannya masih betah memandangi Roa.

"Juga terimakasih." Wonwoo kembali bersua, "karena kamu selalu untukku. Betapa beruntung aku punya teman sebaik dirimu."

Rollin' ✓Where stories live. Discover now