Halaman ke-12

1K 77 0
                                    


Hari yang melelahkan akan dirasakan oleh hampir beberapa pengurus OSIS yang baru saja tiba di sekolah tepat pada pukul 06.00 di hari weekend. Mereka semua akan mengadakan piknik bersama ke sebuah perkebunan yang cukup terkenal di daerah kota Bogor. Kedisiplinan mereka nomor satukan, untuk itu mereka yang datang hampir terlambat langsung berlari dengan cepat agar sampai di depan gerbang tepat waktu.

Anna telah tiba di sekolah setengah jam sebelum waktu yang telah ditentukan oleh semua rekannya. Gadis itu mengenakan celana jeans panjang berwarna biru muda dengan kaos berlengan panjang berwarna putih bergambar boneka panda. Rambut tergerainya membuat kesan lucu dan manis semakin tercetak jelas dalam wajahnya.

"Udah kumpul semua?"

Anna yang tengah memegangi papan alas dengan kertas dan pulpen di atasnya langsung menoleh ke sebelah samping di mana terdapat Fathur yang berdiri tepat di sampingnya.

"Aku cek dulu ya." Anna menempatkan jari telunjuk tangan kanannya di atas kertas untuk mencari tanda nama pengurus OSIS yang belum tiba di sekolah. "Diana dan Anya ... mereka nggak hadir atau belum dateng?"

Ketika Anna kembali menoleh ke arah Fathur, Fathur mengedikkan pundak sembari menggeleng.

"Kemarin kan si Diana bilang nggak bisa ikut."

Dari dalam sekolah terdapat satu murid laki-laki yang menyahut. Anna dan Fathur yang posisinya kini berdiri di depan gerbang memutar badan melihat Nawaf berdiri tak jauh dari tempat mereka.

"Kenapa?" tanya Anna.

"Biasalah, katanya dia mau quality time gitu."

"Sama siapa?" Anna kembali bertanya.

"Ya siapa lagi?" Nawaf menjawab seakan Anna pasti tahu jawabannya. "Gue nggak usah bilang juga pasti lo udah tahu."

Kening Anna tiba-tiba mengkerut sembari menggigit pelan bibir bawahnya agar tidak terlihat terlalu gugup. Merasakan sakit untuk sesuatu yang telah berakhir masih bisa dianggap sebuah kewajaran, 'kan?

Hari itu, sudah bisa Anna simpulkan bahwa dia akan memandang dunia dengan tenang tanpa harus merasa waswas. Mungkin terlihat hampa, tapi tidak akan lama karena banyak pelangi ceria yang mendamba. Anna hanya perlu terbiasa dan membuat waktu berpihak padanya.

"Anna! You okay?"

Kibasan tangan Fathur di depan wajahnya membuat Anna mengerjap dan baru tersadar bahwa dirinya melamun sedari tadi.

"Ya, i'am okay."

✓✓✓

Langit cerah di pagi hari terasa berlalu begitu lama bagi Anna untuk hari ini. Terpaksa mengikuti acara piknik dengan perasaan tak karuan, akhirnya gadis itu kini menenangkan diri dengan terduduk di sebuah halte yang berada di depan sekolah setelah beberapa menit yang lalu rombongannya baru saja tiba di sekolah. Mereka semua bergegas pulang dan Anna masih saja terduduk di atas bangku yang terbuat dari besi di halte itu.

Tak ada sesuatu yang serius sehingga Anna harus memikirkan hal lain selain pendidikannya. Setidaknya itu adalah harapan Anna sedari dulu. Hidup dengan tenang dan tak perah membuat kesalahan fatal di sekolah, tapi tetap saja hal tidak penting lainnya menggelayuti pikiran Anna sehingga dia tidak jarang merasa sangat kebingungan.

Sedari awal Anna memutuskan untuk menjadi anak baik, dia selalu berharap bahwa masalah akan sedikit lebih jarang menghinggapinya. Akan tetapi salah, baik atau tidaknya kita tidak menjamin akan seberat apa masalah yang akan Tuhan berikan pada kita.

Kedua kaki Anna yang menggelantung dia mainkan senada dengan ketukan jari telunjuk tangan kanannya yang bersentuhan dengan bangku besi.

"Lagi nunggu bus?"

Sepasang kaki terbalut sepatu berwarna hitam terpampang jelas menapak di sekitarnya. Anna dengan perlahan mendongak dan memerhatikan bagaimana pria yang dia kenal berdiri menjulang.

"Angga?"

"Gue tahu lo nggak suka naik bus, jadi, apa lo lagi nunggu taksi atau jemputan?"

Anna menggeleng kecil mendengarnya. "Nggak dua-duanya."

Angga mengerutkan dahi sembari duduk sekitar setengah meter di samping kanan Anna. "Trus?"

"Lagi pengen istirahat aja."

Angga dapat melihat hembusan napas kasar dan juga mimik wajah Anna tepat dari samping. Ketika Angga sadar bahwa gadis bernama Anna itu sedang lelah, dia langsung mengganti topik pembicaraan.

"Gimana pikniknya? Seru?"

Kedua tangan Anna yang sedari tadi menempel di atas bangku itu perlahan terangkat dan dia topang di atas pahanya. "Ya gitu-gitu aja, nggak ada yang menarik."

Mendengar jawaban dari Anna, Angga langsung mengalihkan pandangan matanya ke arah lain agar dia tak bisa melihat keberadaan Anna di sampingnya.

Anna kembali menghembuskan napas dengan kasar sembari memerhatikan awan yang semakin menggelap. Karena dirasa sudah cukup larut, kedua kaki Anna ia tapakan ke atas permukaan bumi dan mulai mengambil arah untuk berjalan menjauhi halte tersebut.

"Gue anter pulang ya!"

Angga dengan tiba-tiba bangkit dari duduknya dan memberikan penawaran kepada Anna sehingga gadis itu menghentikan langkahnya. Anna tidak bergerak, menoleh, ataupun menggeleng sehingga Angga sedikit berlari mengambil helmet kecil dari bagian samping motor olahraganya yang terparkir rapi di depan halte.

"Nih!" Angga menyerahkan helmet berwarna merah kepada Anna dan gadis itu menerimanya dengan mudah.

Karena helmetnya kini berada di tangan Anna, Angga bergegas menaiki motornya dan menyalakan mesin agar bisa mengantarkan Anna pulang dengan selamat sampai depan rumahnya.

Angin sore hari itu begitu menusuk ke permukaan kulit Anna sehingga gadis itu sedikit merasa kedinginan. Rambut tergerai miliknya beterbangan mengikuti arah angin sehingga lehernya diterpa tiupan yang menyesakkan.

"Anna! Nangis aja, gue nggak liat kok!"

Anna memandang heran ke punggung Angga yang kini berada di hadapannya, perkataan laki-laki itu membuat sudut kanan bibir Anna sedikit terangkat.

"Beneran, An, gue nggak liat apa lagi denger tangisan lo kalau lo nangis sekarang! Nggak papa, nangis aja!"

Teriakan Angga yang sedang mengendarai motornya semakin kencang disertai tiupan angin yang tak ingin membiarkan keduanya merasakan kehangatan.

Memejamkan kedua mata dengan tangan mencengkeram kuat bagian sisi jaket yang Angga kenakan, Anna mulai menitikan air mata dalam diam. Tidak merasa jauh lebih baik, tapi setidaknya Anna bisa tersenyum karena  merasakan angin yang begiti nakal mempermainkan rambut panjangnya.

"Izinkan aku untuk hidup dalam sebuah ketenangan agar semua yang terancang dengan rapi dapat tersampaikan dengan benar di masa depan."

Entah kenapa kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Anna. Gadis itu membuka mata dan melihat ke sekeliling jalanan yang terlihat tidak terlalu ramai, di antara mereka yang tengah mengendarai atau sekadar berjalan, Anna pastikan pasti ada yang merasa sangat bahagia atau bahkan sebaliknya.

"Gue udah bilang aamiin di dalam hati loh, An."

Kedua mata Anna sukses membulat seketika saat Angga dengan entengnya mengucapkan pengakuan tersebut.

"Katanya nggak akan kedenger! Rese!"

Ah, semoga seterusnya tangan ini lancar melanjutkan 😔😔

Kiss me,
V

Yang Sama Terulang (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang