Part 6 - Janji Suci

2K 277 17
                                    

Aisha sesekali melirik Imran saat mereka makan malam. Kedua orangtua mereka yang lebih banyak bicara. Aisha dan Imran hanya menjadi pendengar setia. Meskipun usia Imran sudah 36 tahun tapi tidak terlihat. Pria itu masih muda dan gagah. Tubuhnya tinggi dan warna kulitnya kecoklatan. Tentu saja tampan. Aisha berpikir, apa Imran mau bersamanya yang biasa-biasa saja. Kelebihan yang ada padanya hanya berat badan.

Ia mulai tidak percaya diri. Mereka harus bicara berdua. Aisha tidak mau memaksakan seseorang untuk menjalin hubungan apalagi ini ke arah serius yaitu pernikahan. Bisa jadi Imran tidak menyukainya.

Kedua orangtua mereka melanjutkan obrolan di ruang tamu. Ibu Hanna pandai mencairkan suasana menjadi ramai. Imran permisi ingin merokok diluar kebiasaan sehabis makan. Aisha memberanikan diri menghampiri dengan alasan membawakan minuman.

"Kak, ini minumnya." Aisha membawa cangkir lalu di letakkannya di tembok teras rumah. Dimana Imran duduk. Gadis itu ikut duduk disampingnya dengan jarak agak jauh. "Kamu ngerokok?"

"Ya, kenapa?" satu alis Imran terangkat.

"Sejujurnya aku nggak suka sama... Orang yang ngerokok." Mendengar itu, Imran segera membuang rokoknya.

"Maaf," ucapnya.

"Kenapa dibuang?" Aisha terkejut dengan tingkah Imran.

"Nggak apa-apa, udah cukup ngerokoknya." Imran menghormati Aisha. Ia tidak mau asapnya dihirup Aisha. Dan itu fatal, lebih bahaya jika menjadi perokok pasif.

Aisha menunduk, ia sedang kacau. Banyak pikiran dan pertanyaan dalam benaknya. Namun sulit untuk mengungkapkannya. Ia menghela napas.

"Gimana kabar Raja?" tanya Imran tanpa melihat Aisha.

"Alhamdulillah baik," jawab Aisha. Pria itu mengangguk samar.

"Suka ke rumah?" tanyanya kembali.

"Jarang," jawab Aisha. Suara jangkrik menemani mereka. Suasana berubah canggung. Mereka kembali diam.

"Tentang perjodohan ini... Apa .. " ucap Aisha terputus-putus.

"Kamu tau desakkan orangtua?" timpal Imran seraya menoleh padanya.

"Orangtuaku nggak pernah mendesakku tapi aku sadar diri kalau .. Aku harus cepat-cepat menikah karena dikejar umur. Kamu tau kan kalau perempuan itu.. "

Imran mengangguk mengerti tanpa harus dijawabnya. "Kita jalani aja dulu." Pria itu hendak mengambil rokok ketiganya namun diurungkannya teringat Aisha.

Ia sangat frustasi saat ini. Menikah dijodohkan dengan adik sahabatnya. Ia takut sewaktu-waktu akan menyakitinya. Imran tidak punya pengalaman banyak tentang wanita. Masih bingung apa yang harus dilakukannya jika istrinya marah atau sedih. Ia tidak peka terhadap perasaan wanita.

"Ada satu pertanyaanku," Aisha ingin menanyakan. Apa Imran menerima apa adanya Aisha? Ia masih tidak percaya ada yang mau menikah dengannya.

"Apa?"

"Nggak jadi, ya udah lanjutin ngerokoknya. Aku masuk ke dalam rumah dulu." Aisha tidak sanggup. Ia malu. Buru-buru meninggalkan Imran seorang diri.

Imran kembali merokok. Asap putih dari rokoknya seketika menghilang di terpa angin. Seandainya saja masalah yang sedang dihadapi Imran seperti asap itu cepat menghilang. Ia sudah terlalu lama sendiri. Sehingga keputusan masalah kehidupannya pun harus di atur oleh sang ibu. Ibu Hanna, seseorang yang paling berharga dalam hidupnya. Ia tidak mau melukainya dengan cara menolak perjodohan ini. Aisha cukup cantik meskipun gemuk. Kulitnya putih dan mata yang sipit. Gadis itu ramah. Mereka mempunyai masalah yang sama. Imran membuang rokok tersebut. Rokok yang tidak dihisapnya sampai habis.

Feeling  (GOOGLE PLAY BOOK & KBM APP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang