1. Mereka Berakhir dengan Perceraian

7.1K 530 34
                                    

"Aku ingin masa bodoh, aku ingin pura-pura tidak tahu. Tapi Tuhan kejam. Dia tunjukan tepat di depan mataku."

-Shindu Wijaya-

***

Shindu percaya, dirinya adalah anak yang baik.

Benar, Shindu banyak menyusahkan kedua orang tuanya, tapi itu karena sakit yang dideritanya.

Jadi bukan kemauan Shindu.

Shindu anak yang penurut, paling tidak menurut dirinya sendiri.

Jadi, dia yakin Tuhan akan sependapat dan akan segera mengirimkan hadiah kecil yang berharga.

Datanglah siang itu. Saat terik matahari menyengat kulit putih Shindu dan memaksanya untuk bermandikan keringat, Shindu mendapatkan hadiahnya.

Sebuah hadiah yang dia yakini tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya.

Sebuah hadiah penuh dengan kebenaran, kenyataan yang selama ini tersimpan rapat di balik punggungnya.

Tentang Rama, Shintia, dan sebuah keluarga lain di tengah-tengah mereka.

Tuhan menjengkelkan.

Bukan ini yang Shindu ingin dapatkan, dia tidak pernah ingin melihat Rama mencium kening wanita selain Shintia di depan matanya.

Shindu tidak mau mendengar anak lain memanggil Rama sebagai Daddy selain dirinya.

Shindu tidak pernah menginginkannya.

Namun, Tuhan memberikan apa yang Shindu butuhkan, bukan apa yang Shindu inginkan.

Shindu butuh tahu tentang kebenaran.

Shindu harus tahu apa yang selama ini kedua orang tuanya sembunyikan.

"Dad, take me home and u've to explain all these shits."

Shindu setengah berteriak pada Rama yang perlahan mendekat padanya.

Wajah Shindu pucat, napasnya tersengal, hingga dia sanggup meraih tangan Rama yang terulur dan meminta Shindu untuk menjaga emosinya.

Namun, Shindu tidak lagi sanggup.

Hadiah dari Tuhan siang itu benar-benar telah mengejutkannya.

***

"Bagaimana?"tanya Shindu tidak sabaran setelah melihat kedua orang tuanya membuka pintu kamar rawat inapnya.

"We are officially divorced."

Rama, ayah Shindu, menjawab dengan ringan. Dia meletakan surat putusan cerai dari pengadilan di atas kaki Shindu, dan duduk di kursi sebelah ranjang.

"This what you want, right?"

"Dad, you know this is the best way we can take."

Shindu sedih tentu saja, ini bukan apa yang diingkannya. Ayahnya salah, bahkan Shindu tidak berani melihat raut sedih ibunya.

Tidak tega.

Rambut coklat ibunya yang diikat asal-asalan, juga blazer hitamnya yang kusut. Shindu mengerti, ibunya tengah hancur saat ini.

"Kalian pulanglah, i need rest."

Namun Shindu tidak berdaya.

Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk menenangkan Shintia, atau menguatkan ayahnya.

Karena Shindu bahkan kesulitan untuk berdamai dengan hatinya sendiri.

"Ah, dan besok Mas Riskyan datang and the next day we've flight to Indonesia."

"Shindu, please. I begging you, semua itu masa lalu sayang. We dont have to go this far."

Shintia benar, semua hal yang baru-baru ini Shindu ketahui adalah masa lalu kelam keluarga mereka.

Shindu paham itu, tapi satu hal yang selalu melekat pada otaknya hingga saat ini.

Jika tidak pernah ada masa lalu itu dalam kehidupan mereka, jika tidak ada orang lain yang terpaksa nelangsa dalam masa lalu keluarga mereka, Shindu dan keluarga tidak akan pernah merasakan kemewahan juga kebahagiaan.

Maka, tidak ada lagi yang ingin Shindu dengar.

Tekadnya bulat, walau tidak sebesar kemampuannya. Namun Shindu yakin kemauannya bisa dia andalkan.

Bahkan ketika dia mendengar isak tangis Shintia, dan merasakan usapan lembut pada rambut coklatnya.

Shindu menahan dirinya kuat-kuat, untuk tidak runtuh, untuk tidak menjadi selemah ayah dan ibunya. Karena telah menyembunyikan kebenaran.

27.7.18
Habi🐘

Solo, Please Help Me (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang