5.

3.5K 193 2
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Terkadang kita terlalu sibuk memikirkan sakit yang kita rasakan hingga lupa pada orang-orang disekitar yang mungkin saja lukanya kian hari kian mendalam.

🌸🌸🌸

Dengan tubuh bergetar, Hana menatap rumah yang selama 18 tahun ini menjadi tempatnya kembali. Segala cinta yang telah ia rasakan berasal dari dalam bangun itu. Kini rumahnya telah dipadati oleh banyak orang, sebagian ada yang ia kenali dan ada yang tidak. Air matanya kembali berjatuhan saat menapaki tumpukan anak tangga. Kakinya melemah seakan tidak mampu menopang tubuhnya sendiri.

Hana memasuki ruang tamu yang biasanya lengang kini telah dipenuhi oleh banyak orang. Di sudut ruangan, Hana menatap sosok yang berada di atas pembaringan, terbujur kaku. Seluruh tubuhnya ditutupi kain berwarna putih. Perlahan Hana berjalan menghampiri. Tepat berada disamping sosok yang terbujur kaku itu, Hana terduduk lemas, tubuhnya bergetar, tenaga yang sejak tadi coba ia kumpulkan lenyap, menguap begitu saja. Hana menatap sosok itu, sosok yang sangat ia sayangi. Sosok yang kedatangannya selalu ia nanti. Sosok yang dekapannya mampu menghilangkan seluruh gundah di hati. Hana meringis dalam tangisan melihat wajah yang sama sekali tidak ia kenali. Semua hancur bagai dilahap api. Wajah itu kini tak berseri lagi, tak ada senyum yang menghiasi. Semuanya kaku karena tak ada darah yang mengaliri.

“Ayah” ucap Hana dengan isakan pilu.

Ibu meraih tubuh bergetar Hana kedalam pelukannya. Mereka menangis dalam dekapan. Menangisi kepergian sosok panutan, suami, ayah, sahabat yang selama ini setia menemani. Tangisan mereka adalah tangisan duka, siapa pun yang melihatnya akan ikut merasakan pedih yang mendalam.

"Ayah nggak kenapa-napa kan bu? Ini cuma mimpi bukan? Hana mohon jangan bangunkan Hana dari mimpi ini bu" Hana menatap wajah sembab ibunya yang terlihat pucat pasih.

Dengan gelengan samar, Nur membalas tatapan sang putri "Waktu ayahmu telah habis Na. Allah telah memanggilnya untuk kembali."

"Nggak bu. Nggak" Hana menggeleng cepat. Matanya memanas. Air bening itu jatuh semakin deras.

Air mata Hana telah luruh sejak meninggalkan gedung Universitas, saat Fikran memberikan kabar yang tak satu pun orang ingin mendengarnya termasuk Hana. Tentang kabar kematian sang ayah. Sosok yang sangat Hana cintai. Saat Hana hanyut dalam isakan, Fikran menjelaskan bahwa ayah menjadi salah satu korban serangan bom bunuh diri yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Masyarakat menyebut mereka sebagai teroris. Teroris yang menyerang kantor ayah berjumlah 2 orang dengan mengendarai sebuah sepeda motor. Mereka memaksa untuk masuk namun dicegah oleh polisi penjaga. Karena mendengar  keributan di luar pintu masuk, ayah dan dua rekannya keluar menghampiri. Qodrullah saat ayah dan rekannya baru tiba di tempat keributan, terjadilah sebuah ledakan besar yang mengakibatkan 6 orang tewas, tiga diantaranya adalah anggota kepolisian, dimana ayah menjadi korbannya. Dua teroris yang membawa bom bunuh diri. Dan seorang pejalan kaki yang berada di sekitar area keributan.

"Ayah bangun" Hana menggenggam tangan sang ayah setelah melepas pelukan ibunya.

"Ayah  jangan seperti ini. Hana mohon. Ayah masih punya janji bukan?" Suara yang tadinya lirih mulai terdengar, menarik perhatian banyak orang.

"Yah bangun. Kenapa ayah pulang dalam keadaan seperti ini? Bukankah selama ini ayah selalu pulang dengan senyuman? Menyambut Hana dengan pelukan? Ayah, ayah." gerakan tangan Hana yang hendak mengguncang tubuh sang ayah terhenti saat Nur mencengkramnya dengan erat.

"Berhenti Hana. Apa yang mau kamu lakukan?" Nur kembali membawa tubuh Hana kedalam pelukannya. Mendekapnya erat.

"Ikhlaskan ayahmu nak. Biarkan ayah pergi dengan tenang. Ini semua telah menjadi takdirnya. Allah yang menetapkannya. Yang bisa kita lakukan saat ini adalah mendoakannya. Semoga surga menjadi tempat tinggal ayah." Nur mengusap punggung Hana dengan lemah karena nyatanya ia tak sekuat ucapannya. Ia mencoba tegar, menjadi penguat bagi anaknya yang rapuh.

HANA (Republish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang