Part 3 {Mereka Berbeda!}

Mulai dari awal
                                    

"Apapun itu jika menyangkut soal balapan Papa akan menolak! Papa nggak mau kalau kamu di-cap sebagai cewek nggak bener! Apalagi sekarang Papa sudah menjodohkan kamu sama Mario. Papa nggak mau mengecewakan calon Besan, Za!"

Seza menutup kedua telinganya. Selalu saja seperti ini setiapkali Seza membicarakan tentang Hobi-nya. Papa dengan setia menolak keras kemauannya. Kadang Seza heran,  mengapa Papanya tak pernah bangga dengan Prestasi yang sering dia dapatkan. Bahkan dibandingkan Seva, dirinyalah yang lebih sering membawa prestasi!  tetapi selalu saja penolakkan yang didapatkannya.

Papanya bahkan menyuruh Seza berhenti dan mengikuti jejak Seva untuk menjadi model. Tentu saja Seza tak mau! Salahkah dia yang lebih memilih balapan dibandingkan berlenggak-lenggok di catwalk atau mengikuti pemotretan bertubi-tubi di berbagai majalah? Bahkan berpikir menjadi model saja Seza bergidik. Dia tak bisa membayangkan dirinya harus tersenyum manis pada semua orang atau menyapa semua orang dengan ramah.

"Seza nggak peduli!" Seza yang kesal langsung berlalu. Secepatnya beranjak sebelum Papanya memerintahkan para satpam untuk menutup gerbang. Dan membuatnya terkurung seperti semalam.

***

Mario berjalan santai dengan senyum yang terpatri diwajahnya. Membuat banyak wanita langsung terpesona melihatnya. Beberapa karyawan wanita diperusahaannya tak segan menyapa. Mario membalas sapaan itu dengan senyum mautnya yang membuat siapa saja seketika meleleh.

Tidak terlalu berlebihan sebenarnya untuk seorang CEO tampan yang sangat dikagumi ini. Bukan hanya sempurna soal fisik, tetapi soal sikap sepertinya Mario masuk dalam kategori perfect! Dia orang yang ramah dan supel, jarang marah dan sangat dermawan. Tipe yang benar-benar ideal untuk wanita manapun!

"Kenapa sejak tadi Bos senyam-senyum sendiri?" Sekretarisnya-Rinka yang bertanya perihal keanehan bosnya pagi ini. Salah satu dari sekian banyak wanita yang juga menyukainya.

Mario yang tersadar langsung menggeleng.

"Bukankah aku memang ramah, Rin?" elak Mario. Padahal sejak tadi dia hanya memikirkan Seza. Wanita yang baru dikenalnya semalam namun mampu mengalihkan dunianya.

Mario benar-benar penasaran akan sosok Seza. Wanita itu terlalu cuek bahkan mengabaikan kehadirannya. Namun entah mengapa justru tindakannya itu seolah menyihirnya. Mario dibuat semakin penasaran padanya. Padahal sudah jelas jika Seza sama sekali tak menyukainya. Terbukti dengan tatapan sinis dan omongan ketus yang kerap kali wanita itu lontarkan padanya.

Mario tentu merasa tertantang untuk mendapatkannya. Dia ingin menaklukkan Seza bagaimanapun caranya.

Tba-tiba ponsel disakunya berdering. Menampilkan nama Om Yofi. Mario menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan.

"Iya Om. Ada apa?"

"...."

"Tentu saja. Itu sangat mudah,"

"....."

"Baiklah. Sampai jumpa."

Klik.

Sambungan terputus dan senyuman Mario kembali tercetak dibibirnya.
Sekarang dia akan menjemput Seza dan berupaya menaklukkannya.

***                  

Romeo tak tau lagi harus bertindak bagaimana. Dia bahkan terkejut mendapati Seva sudah berada dihadapannya.

Wanita itu tersenyum lebar padanya. Awalnya Romeo pikir dia adalah seorang pasien.

"Ada apa?" tanya Romeo memulai. Seva menggeleng kemudian tersenyum lagi.

Romeo mendengus. Merasa terganggu dengan kehadiran Seva. Masih banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Romeo tak punya banyak waktu untuk meladeninya.

"Cepat katakan ada keperluan apa?"

Seva menggeleng lagi. Hanya terus tersenyum saja.

Romeo berpikir bagaimana cara mengusir Seva untuk segera pergi.

"Kalau tidak ada keperluan, silahkan anda pergi. Saya sedang sibuk," usir Romeo.

Seva nampak terkejut namun tetap tak beranjak dari kursinya.

"Aku cuma mau bilang terimakasih  untuk semalam. Dan sikap perhatianmu, aku benar-benar menyukainya."  ucap Seva sumringah.

Romeo mengerutkan dahi. "Perhatian?" herannya.

"Semalam kamu sudah mengobati dan menghiburku. Bahkan kamu menyanjungku dengan bilang kalau suaraku terlalu berharga untuk di buang percuma. Kamu menyuruh istirahat dan cepat tidur. Dan menyuruhku jangan menggunakan heels agar cepat sembuh"

Romeo mendengus. Ucapan dan tindakannya semalam pada wanita itu adalah hal yang normal dikatakan seorang Dokter pada Pasiennya.

Romeo menyarankan Seva untuk istirahat dan tidur lebih cepat agar kondisi kakinya bisa cepat pulih dan melarangnya menggunakan heels  karena akan memperlambat poses penyembuhan.

Dan soal Romeo yang mengatakan perihal suara Seva itu alasannya dikarenakan Seva yang tidak bisa diam. Apalagi ketika Romeo memberikan obat pada lukanya, wanita itu terus berteriak menahan rasa sakit bahkan sampai menangis. Romeo hanya ingin ketenangan jadi dia sengaja mengatakan kalimat manis itu agar Seva berhenti bersuara.

"Permisi Dok. Sekarang waktunya kita memeriksa pasien." suara suster Disa terdengar. Wanita itu menghampiri ruangan Romeo dengan menenteng map ditangannya.

Romeo mengangguk dan bangkit berdiri. Ketika akan beranjak tiba-tiba Seva mencekal tangannya.

"Apa?" tanya Romeo melihat Seva yang cemberut.

"Jangan pergi," ujarnya merajuk, Seva mengeleng-gelengkan kepala tak terima. 

"Tidak bisa. Ini sudah tugas saya," jawab Romeo berusaha melepaskan cekalan tangannya.

Seva mendengus kesal kemudian ikut berdiri.

"Kalau begitu aku ikut! Aku nggak mau kamu jalan berduaan sama suster ini. Apalagi sampai mendatangi pasien yang cantik-cantik,"

Romeo menggeleng-gelengkan kepala tak habis pikir. Melihat tingkah Seva yang kekanakan. Meski kesal Romeo tak berkomentar lagi. Hanya diam dan bergegas menyelesaikan tugasnya.

***                         

Seva merasa kesal melihat tingkah suster genit disampingnya. Wanita itu terus berusaha mencari perhatian Romeo.

Sejak Seva mengawasinya. Wanita jadi-jadian itu terlihat sekali berusaha terlihat akrab dengan Romeo. Dia terus saja mengoceh meski ucapannya tidak terlalu digubris Romeo. Hanya sesekali saja Romeo menjawabnya ketika suster gila itu mengganti pertanyaanya tentang  kondisi-kondisi pasien yang baru mereka periksa.

Entahlah... yang jelas sekarang Seva merasa menjadi kambing congek. Keduanya seakan tak menganggap keberadaan Seva. Apalagi mereka hanya berbicara dengan bahasa kedokteran atau membahas macam-macam penyakit yang sama sekali tak Seva ketahui. Seva bagaikan    seorang bodyguard yang bertugas  menjaga keduanya!

Bahkan ketika Seva mengikuti mereka masuk ke ruangan pasien, terlihat sekali kalau para Pasien itu menatap kehadirannya dengan bingung. Mereka seolah mempertanyakan apa fungsi Seva disana.

Apalagi penampilan Seva dirasa terlalu berlebihan. Dia mengenakan atasan berwarna putih bertali dengan bagian lengan berbentuk lonceng. Dipadukan dengan hot pants pendek berwarna pink. Rambut blondenya tergerai indah dengan polesan makeup ala idol korea. Seva menggunakan heels setinggi 3cm. Dan menjinjing dompet berwarna Magenta.

Meski banyak pasien yang melihatnya aneh. Namun Seva cukup bangga kala ada beberapa orang yang mengenalinya. Mereka adalah penggemar Seva. Bahkan dia merasakan hawa ke-iri an dari suster genit di sampingnya. Kala penggemarnya turut meminta tanda tangan atau mengajaknya berfoto.

Setidaknya dibalik nasib malang yang Seva rasakan. Ada secuil kebahagiaan didalamnya. Mungkin tidak terlalu buruk mengawasi "Calon suaminya" meski pada akhirnya Seva harus rela menjadi kambing congeknya!     
                       
_____________________________________

Two Wedding {Sudah Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang