하나 (One)

1.9K 144 2
                                    

Tidak ada hal menarik terjadi dalam hidupku sampai hari Kamis.

Hari Jumat dan Sabtu adalah akhir pekan. Sedangkan hari Minggu adalah akhir dari akhir pekan. Lalu Senin adalah awal dari pekan berikutnya. Hari Selasa dan Rabu adalah hari tersibuk di dunia. Dan hari Kamis adalah berakhirnya semua yang kita kerjakan di hari sebelumnya dan bersiap untuk akhir pekan.

Hari-hariku berakhir dan bermula seperti biasa. Flat, dan sama sekali tidak ada masalah. Kecuali PR atau school project tentunya. Oh, dan juga ujian.

Hari inipun aku memulai hariku dengan aktivitas pagi seperti biasa. Aku memulainya dengan bangun tidur, mandi pagi, dan berakhir di sini pukul 06.25 di ruang makan.

Mungkin aku bisa meramal dengan remah-remah sereal yang ada di dalam mangkuk keramikku, atau meramal menggunakan bulu ombre Aple. Namun aku malah melahap sereal itu dengan cepat. Seolah si sereal sudah meminta untuk dimakan. Sebenarnya perutku yang meminta untuk diisi makanan.

Aku kemudian mengambil ponsel, kemudian mengecek akun SNS pribadiku. Sebetulnya, aku tidak terlalu sering beraktivitas di media sosial. Namun ketika aku pertama kali meluncurkan akun SNS, seketika followers-ku naik hingga 1000 hanya karena fotoku yang sedang ada di cafe. Kolom komentar pun penuh dengan kata-kata; "cantik" "wah, seperti Putri kerajaan" "aku ingin mempunyai nomor ponselmu" sampai yang paling aneh "kau bidadari jatuh dari surga di hadapanku eaa~~"

Jangan heran kenapa begitu. Sosial media selalu menilai seseorang dari wajahnya. Jika kau memiliki wajah jelek, jangan harap kau memiliki banyak pengikut kalau kau hanya memposting foto wajahmu. Postinglah hal-hal yang menjadi keahlianmu. Dapat kupastikan pengikutmu naik dengan tajam.

Setelah mengecek SNS untuk merespon komentar dan melihat jumlah followers, aku menutup aplikasi. Aku membuka aplikasi cermin. Aku melihat detail-detail wajahku. Tampaknya aku kurang memakai maskara. Aku melirik jam.

Masih pukul 06.45. Seharusnya masih cukup untuk memeriksa riasan. Aku berjalan menaiki tangga. Belum sampai di atas, aku mendengar suara Tante Yoona memanggilku.

"Mm ... Sowon?"

Aku menghentikan langkah. Kuhembuskan napas dengan kasar.

"Ya?" jawabku.

"Ng ... Ini ... Surat dari rumah sakit Gujeong," kata Tante Yoona. Ia tampak ragu-ragu memberitahukannya kepadaku.

"Lalu?" tanyaku. Mendadak dadaku terasa bergetar. Napasku mendadak menjadi pendek.

"Ibumu ... " Tante Yoona menggantung kalimatnya. "Kondisinya agak parah."

Mendadak lututku melemah. Aku merasa tidak kuat berdiri. Namun aku berusaha untuk kuat. "Ah, begitu."

Aku bukannya tidak peduli dengan kondisi Ibuku. Tapi, aku tidak ingin terlihat lemah. Aku juga tidak memiliki kata lain yang harus kukatakan.

"Aku tahu kau sedih, Sowon. Tapi, tetaplah kuat. Ibumu pasti baik-baik saja. Ia kuat, sama sepertimu," kata Tante Yoona. Matanya berair.

Dadaku semakin sesak. Napasku kian pendek. Tak ingin Tante Yoona melihat kondisiku, aku berusaha untuk keluar dari percakapan ini.

"Aku harus mengambil sesuatu yang tertinggal. Aku ke atas dulu, Tante," kataku, berusaha menahan rasa sesak ini.

"Iya, silakan." Tante Yoona berbalik. Meninggalkan dasar tangga dengan bunyi heels-nya.

Aku berlari menaiki tangga. Kemudian berlari menuju kamarku dengan cepat sambil menahan rasa sesak yang kian menjadi. Aku menutup pintu kamarku, kemudian dengan cepat meraih inhaler dan memasangnya di mulutku.

HIDDEN FEELINGS | taehyung.sowonWhere stories live. Discover now