프롤로그 (Prolog)

3K 186 7
                                    

Aku menekan pedal gas. Rasanya senang ketika aku bisa memegang kembali kendali dalam hidupku.

Jalanan cukup sepi. Hujan gerimis turun membasahi aspal dan bisa saja membuat mobilku sedikit tergelincir. Meskipun hujan, tidak ada rasa dingin yang menusuk. Menurutku malah terasa sejuk.

Aku melirik speedometer yang ada di mobilku.

35 kilometer per jam.

Suasana di luar memang sejuk. Namun tidak dengan keadaan diriku. Aku seperti orang bodoh saja menyetir di tengah gelapnya malam.

Aku memang bodoh. Aku tidak sengaja menghancurkan hidup orang lain. Kesalahpahaman ini berakibat fatal. Hingga mereka yang bersangkutan menuduhku dengan yang bukan-bukan.

Sampai beberapa menit yang lalu, aku masih menangis. Namun tidak kali ini. Aku takkan menangis lagi. Aku takkan sedih lagi. Aku takkan ingin apapun.

Aku hanya ingin mati.

Mati mungkin bukanlah keinginan. Namun itulah kenyataannya. Aku ingin mati.

Aku menambah kecepatan speedometer. 40 kilometer per jam.

Pikiranku melayang. Aku membayangkan ekspresi mereka jika mendapat berita seperti itu. Mungkin mereka akan menangis? Mungkin mereka akan menghadiri upacara pemakamanku? Apakah mungkin takkan ada yang datang hingga mayatku dibiarkan tergeletak di jalan raya dan membusuk.

Aku membayangkan Taehyung yang akan membacakan elegi untukku dan bersumpah takkan mencintai orang lain lagi.

Aku membayangkan Tante Yoona bergaun hitam menangis ketika mendatangi makamku.

Aku membayangkan Seulgi yang menatap makamku dengan sendu dan air mata yang nyaris tumpah.

Aku membayangkan Yerin yang tertawa terbahak-bahak melihat aku terbujur kaku dalam peti mati.

Aku membayangkan Nayeon yang menatap mayatku tidak suka dan memintaku untuk membuka mata atau barangkali hidup kembali.

Aku membayangkan Seokjin yang memakai gaya khas dark nya dan menatap mayatku dengan tatapan sedih.

Aku membayangkan arwah Mina yang menyambutku di pintu neraka sambil tersenyum.

Aku membayangkan semua ekspresi orang-orang yang pernah terlibat dalam hidupku dan masalah yang kubuat.

Aku membayangkan apa yang akan terjadi jika aku mati. Apakah rumahku akan dijual? Ataukah akan dirobohkan?

Aku mengakui itu.

Aku bukan gadis yang pantas untuk ditangisi dan melihat ekspresi senyum mereka. Aku bukanlah anak yang pantas di keluarga Kim. Aku bukanlah gadis yang pantas di sisi Taehyung.

Aku terlalu takut untuk kembali. Aku terlalu takut untuk menghadapi sebuah resiko. Aku terlalu takut menatap wajah mereka. Aku ini gadis yang hina. Aku tidak pantas untuk mereka semua.

Aku bahkan tidak pantas hidup. Aku ingin mengakhirinya sekarang. Aku ingin akhiri semua ini.

Aku terlalu depresi untuk memikirkan cara lain agar aku menghilang dari dunia ini dan kehidupan mereka. Karena itu aku memilih cara bodoh ini.

Aku terlalu larut dalam pikiranku hingga tak sadar aku sudah terlalu jauh. Di depan sana, sekitar 70 meter ke depan ada kelokan tajam ke kiri. Sedangkan speedometer-ku menunjukkan angka 80 kilometer per jam.

Pikiranku bertolak belakang dengan sekejap.

Siapa yang akan mengurus pemakamanku jika mereka membenciku?

Siapa yang akan menemani Tante Yoona?

Siapa yang akan menemani Euiwoong jika menangis?

Siapa yang akan menemani Seulgi dan Nayeon?

Siapa yang akan menemani Aple dan Nyu?

Siapa...

Siapa...

Siapa yang akan menemani Kim Taehyung?

Kakiku yang awalnya menginjak pedal gas berpindah memijak pedal rem. Sebuah insting bertahan hidup.

Aku membanting setir ke arah kiri. Mobilku bergerak ke arah pepohonan. Dapat kurasakan mobilku bergetar karena menginjak rumput dan bebatuan.

Tuhan.

Aku bahkan belum sempat mengatakan tiga kata yang harusnya kuucapkan sebelum pergi. Harus. Harus diucapkan.

Aku minta maaf...

Aku minta maaf...

Aku minta maaf...

Aku masih menginjak pedal rem ketika ada sebuah pohon besar di depan mobilku. Hal yang terakhir kulihat adalah warna merah pekat. Setelah itu semuanya menghilang. Gelap.

Aku minta maaf.

HIDDEN FEELINGS | taehyung.sowonWhere stories live. Discover now