DUA PULUH SATU.

20.2K 1.9K 150
                                    

Senja mematung menatap mobil Dyzach yang sudah menjauh. Kenapa hatinya sangat sakit saat Dyzach berkata seperti itu? Ah, air matanya sudah tak bisa terbendung lagi sedari tadi. Bodoh sekali dirinya malah nangis pada tempat umum seperti ini.

Banyak pasang mata yang menatapnya sekarang. Mungkin mereka mengira dirinya gila. Huh, ia sudah tak peduli dengan omongan dan bisikkan orang-orang yang memperhatikannya sekarang. Ia hanya mau pulang.

Ya, pulang.

Mungkin sehabis ia merehatkan tubuhnya, pikirannya bisa memulih kembali.

                                         ***

Dyzach menonjok kaca kamarnya dengan raungan yang keras, baru sekarang ia sedepresi ini. Tak ada untungnya pula wanita itu dihidupnya. Memang benar. Senja hanya bisa menyusahkan dirinya. Ia selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan padanya. Namun, mengapa dirinya amat sangat menyesali perkataannya tadi?

Dan wajahnya.

Kenapa wajahnya tadi malah ingin membuat dikasihani lalu membuat Dyz ingin langsung memeluknya dan berkata bahwa ucapannya yang tadi hanya bercanda? Dan juga, kenapa hatinya malah menyuruhnya untuk meminta maaf lalu menghampiri Senja ke kost-annya sekarang juga?

"Dyz..?"

Lagi-lagi suara itu membuyarkan lamunannya.

"Kamu gak papa?"

Bagaimana bisa dia masuk?

"Hm.." Hanya gumaman yang bisa ia jawab sekarang.

"Aku tadi disuruh masuk aja kata mama kamu jadinya aku masuk deh." Bianca mengusap bahu Dyz pelan dan tersenyum kearahnya. "Kalau ada apa-apa bilang aku ya? Aku siap dengerin kamu."

Dyz mengangguk sambil menerima sodoran teh hangat dari tangan Bianca disampingnya . Ntah, baru pertama kali ia merasakan perasaan sekacau ini. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta sebenarnya, seperti yang dikatakan oleh teman-temannya? Ah, mungkin bukan jatuh cinta. Tetapi hanya perasaan aneh dalam dirinya saja.

"Bianca.." Panggil Dyz yang membuat perhatian Bianca penuh kearahnya.

"Iya?" Jawabnya tersenyum manis.

"Besok bisa temani saya?"

"Em..untuk apa?"

"Temani saya bekerja sebentar, sehabis itu saya temani kamu kemanapun kamu mau."

Bianca terlihat berfikir sebentar dan langsung mengangguk cepat. "Iya, bisa kok." Ucapnya tersenyum.

"Besok saya jemput dirumahmu jam sepuluh pagi, ya."

                                      ***

Dyzach tersenyum saat otaknya sudah merancang skenario kejamnya hari ini. Entah, ia sekarang malah senang sekali melihat Senja menderita. Padahal, dulu ia sangat khawatir jika Senja kenapa-napa. Ini akibat perbuatan tak senonohnya saat dimana ia memeluk lelaki yang bernama Gilang itu. Bisa-bisanya ia memeluk lelaki tanpa izin darinya.

Sudah ada Bianca disini menemaninya menjalankan skenario dengan mulus. Ya, walau Bianca tak tau perihal skenario ini. Tetapi, ia yakin ia pasti berhasil. Apalagi Bianca yang gampang pula untuk menuruti apa maunya.

Dyz juga tau, Bianca memiliki perasaan padanya. Dyz kembali tersenyum samar, akhirnya Senja bisa merasakan apa yang ia rasakan kemarin.

"Dyz? Kenapa waktu awal kenal sama aku kamu bohong bilang kalau kamu pengangguran?" Tanya Bianca heran sambil memakan cheese stick yang baru saja ia beli tadi.

KALT. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang