"It's all or nothing."

Beginne am Anfang
                                    

"Sudahlah, Harry. "

Harry memberi tatapan kenapa-kau-malah-membela-Niall pada istrinya itu.

"Oh, aku lupa satu hal penting. Walaupun oleh orang yang tidak dikenal, ada kemungkinan bahwa penculik itu berinisial 'Z.M'. Banyak bukti yang mengarah padanya."

Harry dan Lily sontak tercengang. "Bukankah dia..."

"Kalian tahu dia siapa. Buronan. Jadi berhati-hatilah. Tugas kalian hanya menjaga tuan putri, selamatkan dia jika apa yang dibilang surat ancaman itu benar. Kalau perlu kalian boleh mengasingkan diri sampai keadaan benar-benar aman untuk kembali." Kedua mata Louis sedikit menyipit. "Bagaimana?"

"Kami terima." Pernyataan Harry yang tanpa pikir panjang itu membuat Lily menoleh padanya. "Kau yakin?"

"It's going to be okay." Harry membelai pipi Lily hangat, menenangkan istrinya itu. Setelah ini, kita akan benar-benar bebas, pikirnya.

Di sisi lain, Louis kembali menahan rasa nyeri di hatinya ketika melihat Harry dan Lily. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih menyimpan perasaan pada wanita itu. Sekian tahun lamanya Louis memendam, menguburnya, namun rasa itu kembali menyeruak ketika ia melihat Lily. Tapi sebagai sahabat yang dulunya paling dekat dengan Harry, ia tidak boleh untuk tidak merelakan.

Aku lebih memilih sendiri daripada mengetahui kenyataan kalau aku tidak bisa bersamamu, Lily, batinnya sedih.

"Erm..." Louis berusaha menarik perhatian pasangan di hadapannya itu kembali. "Lily, sebaiknya kau pergi menemui dokter Liam di ruangannya. Biar ia bisa membersihkan lukamu dan juga memeriksa kondisimu."

"Tapi, Harry bagaimana?"

"Masih ada beberapa hal yang perlu kubicarakan dengannya." Ia melirik keduanya.

"Nanti aku menyusul." Lily merasakan sebuah tangan yang menggenggamnya erat. Tangan Harry. Ia pun bangkit dari kursinya dan berjalan menuju lift.

*

"Lily, kau hamil!" Antara senang dan kaget, Liam kontan menarik kursi di samping Lily yang masih terbaring. Posisinya belum berubah setelah kondisinya diperiksa.

"Aku tahu." Yang dimaksud malah menjawab dengan muram, walaupun ia tersenyum kecil. Tangannya menyentuh perutnya dan perlahan mengelusnya.

Dari gelagat Lily, Liam bisa menebak kalau ada sesuatu yang wanita itu khawatirkan. "Kau belum bilang pada Harry?"

Lily berhenti, kemudian menggeleng lemah. Sebulir air mata jatuh dari pipinya. "Waktu itu aku sudah ingin bilang padanya-"

"Tapi belum sempat karena kejadian rumahmu?" potong Liam.

Lily lantas mengangguk. "Kau sudah tahu sebelumnya, Li?"

"Tidak. Aku baru tahu dari dirimu saja. Jujur, aku kaget walaupun sudah tidak asing lagi jika bos Hugo menginginkan kalian kembali. Wajar saja jika ia merindukan agen terbaiknya."

Saat itu pintu ruang kerja Liam terbuka, menampakkan sosok Harry yang berjalan cepat menghampiri. Lily buru-buru menghapus jejak air matanya.

"Hey, Haz," sapa Liam.

"Oh, hey Liam, bagaimana kondisi Lily?"

"Kondisinya stabil. Tapi ia hami-"

"Aku baik-baik saja Harry. Iya, 'kan?" Lily langsung memberi tatapan pada Liam agar ia tidak membocorkannya pada Harry.

Liam melirik Lily sejenak kemudian memaksakan diri untuk tersenyum. "Err... yeah. Lily tidak apa. Lukanya sudah kuobati. Sebaiknya lukamu juga harus segera ditangani, karena dilihat-lihat luka di kepalamu cukup serius."

"Beri aku waktu sebentar saja, aku harus kembali ke ruang kerja Louis."

Liam mengangguk mengerti. Harry lalu mengecup kening Lily. "Aku senang kau baik-baik saja. Mulai besok, kita akan tes kemampuan fisik, dan selama seminggu kita akan menginap di sini. Aku mencintaimu, Lily."

"Tung..."–Harry pun menutup pintu–"...gu."

Begitu cepat, hingga Lily belum bisa mencerna apa yang dikatakan Harry sebelumnya. Terlambat untuk bertanya, karena laki-laki itu sudah keluar dari ruangan. Ia meninggalkan Lily dan Liam.

"Kau yakin?"

Lily menoleh. "Apa?"

"Dengarkan aku, Lily. Kau mau mengorbankan kandunganmu? Kalau kau menerima misi itu, bayimu tidak akan bisa bertahan. Kau mau keguguran lagi? Apa kau tidak akan menyesal nantinya? Coba pikirkan baik-baik. Cepat atau lambat, Harry harus tahu hal ini."

"A-aku tidak mau menyusahkan Harry dan membebani pikirannya. Aku akan terus mendampinginya."

"Lily." Liam terlihat kecewa atas jawaban wanita itu.

"Tapi aku akan mempertahankan bayi ini. Tenang saja."

"Kau bisa membunuhnya."

Lily kembali menangis, bibirnya bergetar. "Aku tahu, Liam! Aku tahu itu!" jawabnya sedikit histeris. Liam segera menenangkan Lily, tapi tangannya ditepis begitu saja.

"Bantu aku, Liam. Jangan bilang pada siapapun, khususnya Harry. Kalau ia tahu, aku tak akan dibolehkannya pergi. Kumohon." Ia menatap wajah Liam dengan tatapan memelas. "Please?"

"Tapi, Lily..."

"Louis bilang ini adalah tugas mudah."

"Segampang-gampangnya misi, taruhannya bisa nyawa."

"Oleh karena itu, aku tidak bisa membiarkan Harry menjalankan misi itu sendirian."

Liam hendak protes lagi, namun ia berakhir bungkam. Dengan pasrah, ia menghela napasnya berat. "Aku akan memberimu obat agar kau tidak merasa mual dan muntah."

****

A/N:

- sebelumnya mau minta maaf, karena kemarin, kemarin, dan kemarinnya lagi, aku sempet sakit. Badan nge-drop, mendadak gak bisa bangun. Ini aja apdetnya telat karena ketiduran HAHAHAHAHA maaf ya

+ bingung mau ngomong apalagi wkwk. tinggalkan jejak yaa :) vomments, aku butuh kritik/saran kalian.

 

Salam, inem x

Getaway 》Styles a.uWo Geschichten leben. Entdecke jetzt