"Pergi, kakak pergi" Luna memukulku dengan kekuatan yang masih ia punya.

"Lun, maaf Lun"

PLAK!

Tanpa kusangka, Luna berani menamparku. Tapi itu sangat tidak terasa, karena Luna yang begitu lemah sekarang.

"Pergi kak, pergi" teriak Luna sebisa mungkin, tapi itu malah terdengar seperti isakan.

Kutangkap tangannya saat ia ingin memukulku lagi. Ia berusaha melepas, tapi langsung kupeluk tubuh lemahnya itu. Kurengkuh tubuh mungilnya.

Dan ia semakin terisak didalam pelukanku. Tanpa kuminta, air matakupun ikut menetes mendengar isakannya. Kucium puncak kepala Luna berkali-kali, sampai kudengar suara Luna, lagi.

"Jangan sakitin Luna, kak. Luna sayang sama kakak" katanya disela-sela isakannya.

Ingin kuhapus air matanya, tapi saat kucoba melepas pelukanku pada tubuhnya, ia terisak lagi. "Jangan lepasin kak, Luna ngerasa aman disini"

Kata-kata Luna membuat hatiku mencelos. Iya Luna, aku bakal jaga kamu, aku gak akan nyakitin kamu. Cuma aku tempat kamu berlindung, aku tempat kamu pulang... Cuma, aku.

***

Sudah seminggu Luna keluar dari rumah sakit, dan sekarang ia sedang masak di dapur. Sudahkah kubilang kalau wanitaku itu terlihat lebih sexy kalau ia menggunakan celemek? Ya, walaupun kalau dia sangat jauh lebih sexy kalau memakai baju tipis yang kubelikan untuk dia tidur... Eh, tidak. Dia jauh lebih sexy kalau tidak ada sehelai benangpun yang menempel ditubuhnya.

Eh, kok malah jadi salah fokus?

Sekarang aku sedang main mengecek e-mail kantor, ada beberapa e-mail dari client mengenai pembangunan hotel di bali, ada yang mengenai pembangunan apartement baru di kawasan jakarta ini. Ada juga yang memintaku untuk membangun Gereja yang baru saja terbakar.

"Deket amat sama laptop, mau nyium ya?" kata Luna yang entah sejak kapan sudah berada dibelakangku.

"Iya, mau nyium kamu tapinya" kataku dan langsung menarik tangan Luna sehingga ia terjatuh di pangkuanku.

Kucium pipinya berkali-kali, dan Luna malah tertawa karena kegelian. Hih, aneh sekali wanita dipangkuanku ini. Aku mencium leher kananya tapi hanya sebentar, lalu aku berpindah ke leher kirinya, dan terus berulang-ulang kali aku melakukannya. Hingga Luna masih terkikik, "geli kak aduh, stop aduh hahahahah" begitulah kira-kira yang keluar dari mulutnya.

Saat aku ingin beralih ke bibirnya, tiba-tiba bel apartementku berbunyi. Ah, siapa yang berani mengganggu aktivitasku?

Luna langsung berdiri dari pangkuanku, dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Dan langsung keluar dari ruangan ini.

Aku mengekorinya dari belakang, ingin tau siapa yang berani mengganggu aktivitasku tadi. Pintu apartemenku dibuka, dan pemandangan dihadapanku tidak dapat kupercaya.

Lea. Dia berdiri depan pintu. Bukan, bukan karena Lea berdiri disana dan aku tidak mempercayai kehadirannya. Toh, dia memang tahu apartemenku dimana. Tapi yang tak kuduga adalah, Lea menangis.

Ada apa?

"Le, lo kenapa?" tanya Luna dengan suara panik khasnya. "Masuk dulu masuk" kata Luna sambil merangkul bahu belakang Lea, menuntunnya agar masuk ke apartemenku.

Lea duduk dibangku ruang tamuku. Luna memberikan aku isyarat lewat matanya untuk mengambilkan minum, karena ia masih berusaha untuk menenangkan Lea dengan mengusap-usap punggungnya.

Aku ke dapur, dan membuka lemari pendingin dan disana sudah ada jus strawberry. Jus kesukaanya Luna. Setiap hari ia memang akan membuat jus dan didinginkan di kulkas, agar diminumnya lebih segar.

Bitter-Sweet Wedding ✅Where stories live. Discover now