hari ke 5

51 7 2
                                    

Pagi ini gue berencana untuk lari bareng di sekitaran sumida river bareng Mas Henry.

Tapi,
sayangnya demam tiba-tiba datang begitu aja. Iya walaupun  demamnya udah datang dari malam kemarin.

Kemarin malam, gue sibuk nanya siapa yang punya obat demam di grup Line. Dan yang bales dan punya itu cuman Mas Henry, iya oleh karena itu mau gamau gue samperin ke kamarnya mas Henry.

Kebetulan kamarnya cuman sendiri, beda sama gue yang kebagian berduaan sama Luna.
Dan hal itu berhasil buat gue canggung.

Maksudnya gimana ya, gue nyamperin cowo ke kamarnya yang sendirian. Walaupun maksud gue kan untuk minta obat.

"Mas, mau ambil obat yang tadi dibilang di grup."

"Oh emang kamu beneran demam" dia megang jidat gue pake punggung tangannya.

Seketika muka gue memerah.

"Iya sih agak panas, pipi lo kayak kepiting rebus. Udah pasti ini demam."

"Masa sih?" Gue megang kedua pipi yang mungkin sekarang udah memerah kayak kepiting rebus.

"Yaudah masuk dulu, sambil gue cari obatnya." Gue masuk dan duduk di kursi depan cermin sambil ngeliat Mas Henry yang lagi buka tas sambil cari obat.

Sekitar lima menit dia nemu obatnya dan dikasih ke gue.
"Ini, jangan lupa minum obatnya. Tapi, makan dulu ya."

"Oke, makasih mas. Iya ini gue mau ke konbini kok."  Gue berdiri ddan berniat meninggalkan ruangan.

*konbini (berasal dari convenience store )

"Gue ikut!" Dia langsung ambil jaket diatas kasurnya dan langsung nyamperin gue.

"Lapar?"

"Ga juga sih, ingin jajan aja ga boleh? Terus kalau lo pingsan dijalan di tengah musim dingin gini gimana? Mau jadi eskrim?"

"Iya deh temenin ya."

Dia langsung rangkul pundak gue dan kita berjalan bersama menuju konbini.

Sesampainya di konbini kita bingung mau beli apa. Padahal udah keliling-keliling tiga kali, dua kalu lagi mungkin gue bakal di timpuk sama mas pegawainya.

"Ber, lu mau beli apa kesini?"

"Gatau."

"Dikira gue ada yang mau lo beli makanya pergi kesini."

"Jalan doang sih bosen. Paling ujung-ujungnya beli kopi haha."

"Sake yu?" Sekalinya kasih ide malah ga bener.

"Hus! Masa iya ini kita berdua."

"Ya emang kenapa?"

"Engga ah kalau ada apa-apa gimana."

"Gimana apa?"

"Bodo ah. Gue mau beli kopi sama sandwich." Gue langsung jalan ninggalin dia bersama ide gilanya.

"Gue beli apa dong? Majalah aja buat belajar baca ya."

"Majalah apaan?"

"Majalah itu tuh."  Dia menunjuk ke rentetan majalah dengan cover cewek berbikini.

"ZERAH MAS AH!" Gue bener ninggalin dia dan mulai cari makanan.

Sekitar tiga menit gue akhirnya duduk di salah satu kursi sebelah Mas Henry.

"Mas, udah tau mau beli apa?"

"Hmmm... kayaknya udah." Dia lagi fokus berdiriin koin dan di buat barisannya.

"Ya sana beli. Keburu subuh nanti."

"Iya iya ini mau." Dia langsung berdiri  dan mulai jalan. "Eh recehnya lumayan." Dia balik lagi dan ngambil receh receh yang sedang berdiri di meja.

"Kenapa sih tuh orang, untung aja ganteng." Gue langsung menyeruput kopi hangat.

"Uhuk! Ganteng? Lu gila ber!" Gue keselek karena ucapan sendiri.

Tunggu.

Apa gue suka sama dia?

Engga, pasti ada yang salah.

"Ber." Dia nepuk pundak gue.

"Hah apa?"

"Ngelamunin apa sih?"

"Kok cepet sih?" Gue kaget bener, karena gue tadi sempet ngelamunin dia.

"Cepet dari mana? Justru lama karena gue manasin onigiri nya dulu ke mas nya."

"Oh gitu." Gue langsung ngalihin tatapan dari dia langsung ke depan pohon kuning lagi.

"Ber, lo tau? Gue seneng loh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ber, lo tau? Gue seneng loh."

"Kenapa?"

"Akhirnya gue bisa kesini."

"Iya sama dong." Kita ngobrol sama-sama megang kaleng kopi dan mata kita menatap pohon kuning itu.

"Tapi, awalnya gue khawatir. Ya karena gue orangnya susah berteman. " Dia minum kopinya lalu tarik napas. "Tapi semua diluar dugaan gue, ketemu dan bisa ngobrol ama lo ternyata diluar dugaan gue. Ga nyangka aja sih bisa kenal dan ngobrol sedekat ini sama lo. Lo yang gue kira nyebelin."

"Haha, lo nya aja udah buruk sangka duluan."

"Iya ke khawatiran gue yang dikira bakal sendiri disini ternyata engga. Makasih loh, lo mau temenan sama gue."

"Santai ajalah, selama nyaman yaudah."

"Lo nyangka ga sih?"

"Kita sedekat ini?" Dia ngangguk. "Engga sih soalnya lo so kegantengan orangnya."

"Dihhh, emang ganteng."

"Iya paling ganteng iya."

"Sampai pulang ke negara kita, main lagi lah ya."

"Pastinya dong."

"Gapapa kan?"

"Kenapa harus apa apa? Kkk. Btw kita di gosipin tau. Katanya cinlok loh mas."

"Haha, pasti deh. Yaudah ga apa apa orang kita cewe cowo ini. Kalau cowo cowo baru aneh."

"Kalau gue cowo gimana?"

"Perlu gue cek?"

"Ga ga!"

"Oh ya ber....

Obrolan kita terus ga sampai disitu, banyak banget bahasan yang kita obrolin. Gue merasa jarak diantara kita semakin dekat dan terus dekat.

Ga kerasa sampai jam 2 kita baru balik ke hotel. Sampai-sampai gue kena omel Luna karena dia tau gue lagi demam dan malah keluar. Tapi gue udah baikan, mungkin karena....
Ssst ah.

Waktu ga menentukan kenyamanan, tapi kenyamanan diciptakan karena adanya waktu.

Gue takut mulai suka sama mas Henry. Gimana engga, waktu kebersamaan kita sangatlah banyak. Kenyamanan juga udah pasti.

Tapi gue yakin mas Henry ga merasa hubingan ini mengarah lebih.
Makanya, lebih baik jangan berharap.

Let's not fall in love ✔️ Henber FfWhere stories live. Discover now