"Terima kasih atas pak guru yang telah mempersilakan saya untuk memberi sambutan. Walau nilai saya hampir sempurna di bidang akademik, bukan berarti saya ini yang terpintar. Banyak di sini justru yang lebih berpotensi untuk menjadi seorang jenius di bidangnya. Maka bimbinglah murid-murid ini dengan baik, dan jangan menyebut mereka bodoh, hanya karena di salah satu bidang pelajaran mendapatkan nilai jelek. Jangan terlalu terpaku pada saya dalam mengajar! Saya hanyalah pemalas yang kebetulan mengisi lembar omong kosong itu dengan benar. Dan oh ya, saya hanyalah orang yang meminta agar kiamat bisa dipercepat."

"Nggak ada yang ngerti sama sekali sama dia, karena nggak ada yang berani bertanya atau cuma ngedeketin. Mar seolah masang dinding tebal penuh jebakan, ngebuat orang lain males negedeketin dinding itu," jelas Rukma.

"Gua sama sekali nggak tahu ada kejadian itu," ucap Jona

"Yaiyalah, orang waktu upacara itu kita bolos," balas Rama.

Rukma berdiri seraya mengeluarkan smartphone-nya dan melanjutkan, "aku akan ngasih ini buat kalian, sebagai jatah untuk hari ini dan muka bonyok Mar. Aku muak sama wajah sombong dan so' misterius itu, dia yang bikin aku selalu jadi nomor dua di pelajaran. Padahal aku udah giat-giat belajar untuk–" Belum selesai berucap, smartphone-nya langsung diambil oleh Rama dan memberikannya pada Yuda.

"Gue nggak peduli soal pelajaran loe. Tapi, gue mulai penasaran dengan Mar," ucap Yuda sambil menyakui ponsel pintar. Yuda, Rama, dan Jona langsung berbalik menyusul Mar.

Sementara itu, Mar mengambil tasnya dan hendak pulang. Ternyata di kelasnya masih ada seorang perempuan dengan rambut sebahu sedang mengerjakan PR-nya. Bahkan setelah itu, jika sempat ia akan membersihkan seisi kelas. Hal itu merupakan rutinitas baginya. Namanya adalah Fiala, tapi kerap dipanggil Fia.

Mar melangkahkan kaki dengan santai setelah mengambil tasnya, tampaknya ia juga tidak terlalu peduli dengan Fia. Mereka berdua tidak saling mengacuhkan dan diam tanpa sapaan, walau hanya tinggal mereka berdua yang terakhir pulang.

Tampaknya juga Mar mengabaikan Yuda cs yang sudah menunggu di depan pintu kelas. Rama menarik tas milik Mar, mencoba menghentikan langkahnya. "Mau ke mana jenius? Buru-buru banget." Hal itu membuat langkah Mar terhenti.

Ia diam dan tidak mengatakan apa pun, lalu sedikit mundur dan duduk di tempat duduk yang tersedia di sampingnya.

Tak lama, Jona menghampiri dan tiba-tiba mencekik kerah bajunya dan berkata dengan nada jagoan. "Heh! Mau so' misterius, ya di sini? Lewatin kita gitu aja." Ia juga meludahi muka Mar.

Rama berbicara, "Ayo marah! Gua pengin lihat kekuatan dalam orang yang 'rindu kiamat'. Udah ini apa?! Ngeluarin kekuatan bercahaya kayak di kartun-kartun gitu? Hahaha."

"Udah santai, Jon! Lepasin!" henti Yuda. Walau ternyata niatnya bukan untuk memisahkan, justru setelah melepaskan genggaman Jona di kerah Mar, ia melontarkan pukulan yang sangat keras mendarat di wajah Mar, hingga ia tersungkur ke belakang. Mar hanya menggeleng-gelengkan kepala, dan perlahan berdiri.

Yuda hendak melangsungkan serangan kedua dengan menendang Mar. Namun, kakinya bisa tertahan oleh satu tangan kiri Mar, ia bahkan belum menengok ke arah mereka. Yuda berusaha melepaskan kakinya sekuat tenaga. Namun tetap Mar tidak mau melepaskannya dan semakin erat Mar memegang kaki itu.

Hingga kejadian yang tidak bisa dipercaya oleh mereka terjadi. Dengan sangat cepat ia memutar badan lalu dengan mudahnya melempar Yuda hingga sekitar 15 meter jauhnya, melewati sepetak lahan berumput, dan mendarat ke dinding belakang sebuah kelas. Ia melemparkan tubuh manusia layaknya melempar botol kosong. Yuda jelas kesakitan, ia terus mengerang, jeritannya semakin menjadi setelah tahu lengannya patah.

Melihat hal itu, membuat Jona ketakutan. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri sebuah pemandangan yang tidak mungkin terjadi dan tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa. Ia menggigil ketakutan, kakinya gemetar, dan matanya tak tentu arah melirik sana-sini.

Mar tidak diam sampai disitu, ia perlahan mendekati Jona dan mencekik kerah lehernya. Lalu mengangkat dan melemparnya hingga ke arah tembok pagar yang tak jauh dari kelas.

Mar melesat dengan cepat ke arah Jona, dan mulai memukulnya dengan tangan kiri secara bertubi-tubi, menatap dengan mata dingin yang menusuk pandangan siapa pun yang melihatnya. Hantaman bak menabuh sebuah drum dilepaskan, hingga 74 kali pukulan yang sangat keras melayang ke sekujur tubuh dan wajahnya.

Muka Jona kini sudah tidak keruan, darah dari mulut dan hidungnya memenuhi kulit wajahnya. Namun ia masih hidup. Sebelum kesadarannya hilang, Mar akhirnya mengatakan sesuatu dengan wajah datar dan suara pelan. "Kakak kelasku yang aku hormati, maafkan adik kelasmu yang nakal ini, ya!"

Mar mengambil tasnya yang terjatuh dan menghampiri Yuda yang masih megerang kesakitan. Ia memegang lengannya yang patah menggunakan tangan kiri, lalu melemparnya lagi, hingga mendarat tepat di tubuh Jona. Setelah itu ia lanjut berjalan menuju Rama dengan langkah yang sangat pelan sambil membersihkan celananya yang kotor.

Mar mengelap tangan kirinya yang penuh dengan darah ke seragam putih Rama. Lalu mengatakan sesuatu yang membuat raut wajah Rama kian memucat dan gemetar di tubuhnya semakin tak terkendali.

"Kak, adik kelas yang bodoh dan sering minta kiamat ini punya permintaan. Tolong rahasiain ini! Kalau sampai ada orang laintahu, mungkin besok Kakak-Kakakku sekalian nggak bisa ngelihat matahari lagi. Tolong ya, Kakak-Kakakku yang kuat." Sarkastik dan nada bicaranya rendah, itulah Mar. Ia pun pergi meninggalkan mereka begitu saja.

ORKANOIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang