Part 1

10K 1K 35
                                    

"Banyak yang bilang single itu pilihan padahal yang bener itu nasib."

Terlihat seorang gadis tengah sibuk mengisi tasnya dengan keperluan kuliah. Gadis itu, Qilla mendesah kesal begitu lupa memasukkan lipstick nude-nya ke dalam tas. Dengan langkah tergesa dia kembali ke kamar dan mengambil lipstick secara asal dari meja riasnya. Setelah merasa sudah lengkap, Qilla pun menuruni tangga dengan cepat.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 kurang 15 menit. Seharusnya dia sudah berada di kampus sekarang karena kelas akan dimulai tepat pukul 8. Salahkan drama korea yang dia tonton semalam, kenapa senang sekali di tonton Qilla sampai lupa waktu.

Dengan langkah kaki seribu, Qilla berjalan ke ruang makan dan mengambil roti tawar sebanyak 4 lembar. Karena memegang teguh istilah 'the power of kepepet' dengan baik, akhirnya ia berhasil menyelesaikan olesan cokelat pada rotinya dalam waktu 10 detik.

"Buk, Yah.. Anak gadismu mau belajar dulu," ucap Qilla sambil mencium tangan Ibu dan Ayahnya.

"Nggak bawa bekal kamu Qill? Makannya roti aja?!" teriak Ibunya ketika Qilla sudah berlari ke luar rumah.

"Nggak Buk, biar kayak bule!"

Qilla memasang sepatunya dengan cepat. Jangan sampai dia telat lagi hari ini, karena sudah 2 kali dia telat dan diusir dari kelas. Jika Qilla sampai telat lagi, alamat say hello to cekal.

Derita mahasiswa ngaret.

Suara motor yang menyala membuat Qilla langsung berlari ke luar rumah. Jangan sampai Dewa meninggalkannya lagi. Jika iya, maka otomatis Qilla akan benar-benar tamat kali ini.

"Om Dewa!" Panggil Qilla menghela nafas lega begitu melihat Dewa yang masih belum berangkat kerja.

"Apa?" tanya Dewa masih fokus memanaskan motor matic-nya.

"Ini ... " Qilla tersenyum dan memberikan roti yang dibuatnya tadi pada Dewa.

"Apa ini?" tanya Dewa penuh selidik. Sepertinya pria itu tahu jika tetangga rusuhnya ini sedang menginginkan sesuatu.

"Nebeng ya Om, anterin aku ke kampus. Udah telat," ucap Qilla dengan cengiran khasnya.

"Ya udah sana, ambil helm." Dewa meraih roti buatan Qilla dan memakannya.

Bukan sesuatu yang mudah hidup seorang diri di rumah, apalagi untuk seorang lajang seperti Dewa. Soal urusan sarapan, dia hanya akan bisa makan jika keluarga Qilla yang memberinya makanan. Jika tidak, dia akan memutuskan untuk sarapan di kafe miliknya.

Dewa memang mempunyai kafe sendiri tapi dia jarang sekali makan di sana. Pria itu lebih suka makan di luar dan mencari inspirasi untuk menu baru di kafenya.

Bersyukur Dewa mengenal keluarga Qilla yang selalu memberinya makanan, meskipun dia harus ekstra sabar menghadapi tingkah Qilla. Bahkan gadis itu sudah menunjukkan tingkah absurd-nya itu sejak pertama kali mereka bertemu 2 tahun yang lalu.

"Ayo Om!" Qilla menepuk punggung Dewa dan naik ke atas motor.

Qilla sendiri heran dengan Dewa. Dengan jelas terlihat sekali jika pria itu mempunyai mobil di garasi rumahnya, tapi kenapa dia selalu menggunakan motor jika berpergian? Dasar aneh.

SADEWA (SELESAI)Where stories live. Discover now