Part 26 - The Stairs

10.7K 592 43
                                    


Kicauan burung bagaikan alarm alami yang mengusik indra pendengaran Chilla. Ia bergumam tidak jelas sebelum kelopak mata indah itu terbuka. Tangannya meraba tempat tidur di samping nya dan hanya dingin dan kekosongan yang ia rasakan. Chilla terbangun sendirian, ia tidak mendapati Dalton berada di samping maupun disekitar ruangan kamar. Ia menoleh ke samping kirinya dan hanya menemukan secarik kertas dengan tulisan tangan yang ia kenali terletak disamping nakas.

Aku ada urusan pagi ini. Jangan lupa sarapan, sayang. – Dalton

Chilla tersenyum kecil membaca isi tulisan tersebut. Ia menaruh asal kertas itu dan merapatkan selimut pada tubuhnya. Pendingin ruangan kamar yang masih menyala membuat Chilla kedinginan dengan tubuh polosnya.

Dengan berbalut selimut tebal, Chilla melangkah dengan malas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Chilla memperhatikan bagian lehernya yang dipenuhi oleh bercak – bercak merah di dalam cermin. Ia menggigit bibirnya mengingat betapa panasnya kegiatan mereka semalam. Dalton tidak memberi ampun dan terus melakukannya hingga pagi datang. Pipi Chilla kembali merona, buru - buru ia membersihkan diri dan sengaja memakai baju berkerah untuk menutupi mahakarya Dalton. Ia tidak ingin menciptakan gossip di dalam mansion.

Chilla melangkah keluar kamar menuju ruang makan. Ia melangkah sambil bersenandung kecil. Chilla duduk diruang makan yang sepi menunggu seorang pelayan mansion mengantarkan makanan yang ia pesan. Ia baru menyuapkan sesuap spaghetti saat suara menyebalkan itu mengusik telinganya.

" Calon kakak ipar ku sayang."

Janiero masuk ke ruang makan dengan senyum menyebalkan khas Janiero De Luca yang membuat Chilla jengah.

" Semalam aku tidak bisa tidur." Janiero memulai curhatannya.

" Oh ya?" Jawab Chilla acuh tidak acuh dan kembali memasukkan sesuap spaghetti ke dalam mulutnya.

" Iya. Ada sepasang kekasih tidak tahu waktu yang bercinta dan mendesah begitu keras hingga aku terganggu dan tidak bisa tidur." Chilla tersedak mendengar ucapan Janiero. Buru – buru, ia mengambil air putih yang ada diatas meja dan meneguknya hingga tersisa separuh.

' Oh my.. Jadi suara kami tetap kedengaran hingga ke bawah.' Batin Chilla menjerit malu.

Chilla berdehem mengubur rasa malunya lalu mendongakkan dagunya dengan sombong.

" Kenapa? Kau iri tidak ada pasangan untuk diajak bercinta?" Chilla tersenyum mengejek pada Janiero.

" Ayolah, Chilla. Kau tahu aku tidak butuh pasangan untuk bercinta. Aku bisa menarik gadis manapun yang ada disekitarku untuk ku ganggahi tanpa harus memiliki status menyebalkan seperti itu." Janiero terkekeh penuh percaya diri.

" Kasihan sekali gadis –gadis itu." Rasanya Chilla mau muntah melihat tingkat kepercayaan diri Janiero yang terlalu tinggi.

" Tidak. Malah mereka sangat senang dapat menghabiskan waktu singkat mereka dengan merasakan keperkasaanku." Tambah Janiero lagi yang membuat Chillla semakin mual.

" Apa kau ingin mencobanya juga, Chilla?" Janiero menawarkan diri.

" Coba saja kalau berani." Sebuah pisau melesat bersamaan dengan ujaran itu.

Beruntung Janiero dapat menghindar dengan cepat, kalau tidak mungkin perutnya sudah bolong mengeluarkan isi perut nya. Janiero dan Chilla menoleh ke belakang, ke arah sumber suara itu. Mereka mendapati Dalton berdiri disana, di depan pintu ruang makan dan tengah menatap tajam pada Janiero.

" Aku hanya bercanda, brother." Janiero terkekeh geli pada kecemburuan Dalton.

" Dalton, urusanmu sudah selesai ? " Chilla berdiri dari tempat duduknya dan melangkah mendekati Dalton. Ia memeluk erat lengan Dalton sementara tatapan tidak pernah terlepas dari wajah tampan Dalton.

His Lover (Mafia Series)Where stories live. Discover now