36. Sean and His Struggles

3.1K 145 1
                                    

Satu minggu setelah mengatakan kalimat keramat itu, Megan bahkan tidak ingin melihat hidung pria itu.

Menikah agar bisa memperkosanya dengan bebas? Kurang ajar! Apa pria itu menyamakan dirinya dengan binatang?

Pekerjaan Megan masih seperti biasa.

Megan juga mendengar kabar burung bahwa dirinya akan dipindahkan ke perusahaan Stern. Apa hubungan perusahaan Fulton dengan Stern? Pertukaran pegawai kah?

Sebelum berita itu menjadi kenyataan, Megan sudah mendatangi Mr. Fulton untuk membuktikan kebenarannya. Dan surprise..Kabar itu memang benar.

"Mr. Fulton, saya tau jika anda tidak benar-benar ingin melepas pegawai seperti saya 'kan?"

"Kau pegawai yang kompeten, Megan. Saya juga sebenarnya bersyukur bahwa kau menjadi pegawai Fulton,"

"Jadi, mengapa anda ingin memecat saya dan memperkejakan saya di Stern?"

"Itu keinginan pemilik Stern,"

"Mr. Fulton dengan berat hati saya menolak. Anda bahkan tidak memiliki alasan konkret, mengapa saya harus berhenti dari Fulton."

Mr. Fulton menghela nafas. Wajah yang tak lagi muda itu menatap wajah pegawainya yang juga menatapnya..dengan tajam.

Pria tua itu tertawa pelan.
"Apa kau sebegitu ingin bekerja disini?"

"Presentase 98%." Balas Megan. Tidak 100%, ia menyisihkan 2% karena gaji yang ia terima tidak sesuai dengan dirinya yang harus lembur setiap hari.

"Baiklah. Nanti akan saya sampaikan kepada Mr. Lawrence."

"Terima kasih, Mr. Fulton. Saya sangat menghargai itu."

"Saya permisi."

Megan kemudian menundukkan kepalanya sopan dan berlalu dari ruang petinggi Fulton tersebut.

Di dalam lift tak henti-hentinya perempuan ini mengumpat.

"Sean! Awas saja kau." Monolognya. Ya, ia tau jika masalah ini pasti ada campur tangan Sean Lawrence. Siapa lagi? Ada hal apa sehingga dirinya di lempar ke perusahaan Stern, anak perusahaan Lawrence Enterprise?Pasti ulah si pemilik Stern, Sean Richard Lawrence.

Kaki berbalut heels 9cm itu berjalan menuju sebuah ruangan. Divisi personalia. Rumah keduanya, tempat ia menghabiskan waktu hingga jam 1 pagi. Mengejutkan 'bukan?

Keadaan kantor hari ini tidak terlalu sibuk. Hanya mengoreksi beberapa laporan bulanan kemudian di berikan kepada manajer.

Ia tolehkan kepalanya ke jam dinding. Waktunya pulang, tetapi mengapa semua karyawan disini sangat betah untuk duduk?

Ini bukan lagi jaman inlander yang dipaksa kerja rodi. Modernisasi memang tidak memengaruhi orang untuk mencari uang.

"Lebih baik aku pulang." Ucap Megan. Lagipula, tugasnya sudah selesai.

Sebelum ia meninggalkan gedung yang menjadi tempat ia mencari uang. Teleponnya bergetar.
Ia keluarkan telepon itu dan mendapati sang ibu yang menelponnya.

Stole The Bastard HeartWhere stories live. Discover now