"Tolong maafkan aku, aku benar-benar menyesal." Terdengar suara Sean yang mulai rendah, terdengar menyedihkan mungkin?

"Lepaskan aku, tolong." Megan mendorong kuat lengan Sean dan berhasil, sepertinya kekuatan pria itu melemah.

"Megan, sekali ini saja. Tolong dengar penjelasanku. Setelah itu, kamu boleh pergi dan aku tidak akan mengganggumu lagi. Selamanya." Sean menatap Megan dengan penuh harap dan menunduk. Ia pasti ditolak dengan keras. Sia-sia. Usahanya tidak akan lancar setelah kejadian itu. Megannya yang selalu ceria dan manja tidak akan pernah ia lihat lagi sekarang.

Megan menghela nafas berat. Percuma ia menghindar, lelaki itu akan selalu berada disekitarnya.

"Baiklah. Setelah malam ini, kamu harus melupakanku dan menganggapku orang asing." Megan berucap sambil menatap dalam wajah Sean yang tertunduk. Ia yakin ini jalan terbaik. Melupakan Sean begitupun sebaliknya.

*****
Di dalam mobil tampak sangat hening, bahkan Kendrick merasa was-was saat bernafas. Sungguh, aura di mobil ini sangat mencekam layaknya film horor.

Sean kemudian mengambil ponselnya dan men-dial seseorang,

"Aku tidak jadi pergi malam ini,"

"Tap-" belum orang di seberang menyelesaikan ucapannya, Sean sudah memutuskan sambungan telepon.

Ia menoleh dan menemukan Megan tengah menatapnya dengan kerutan di dahi. Dengan inisiatif yang besar, Sean seakan tau apa yang dipikiran Megan.

"Aku ada janji ke club."

"Kenap-" setelah sadar akan ucapannya,  Megan kemudian berdehem pelan,

"Aku tidak peduli," ucapnya lagi. Sial! wajahnya pasti memerah sekarang.

"Megan...Dimana?" tanya Sean dengan suara rendah,

Megan mengerutkan dahinya bingung,

"Dimana mereka menyentuhmu?" Sean yang sedari tadi sadar jika ada darah di sudut bibir Megan pun menghapus darah yang sudah hampir mengering itu.

"Bukan urusanmu," Jawab Megan. Ia memalingkan wajahnya kearah jendela, mendengar suara lembut Sean membuatnya ingin menangis.

"Menjadi urusanku karena kamu masih milikku,"

"Semua tentangmu milikku. Wajahmu, badanmu, hatimu.. Masih milikku." Suara Sean yang mengalun lembut membuat Megan menitikkan airmatanya, sialan. Perempuan itu sudah mati-matian untuk menjadi perempuan kuat, namun semua tidak berlaku saat bersama Sean. Faktanya, ia masih menyukai pria brengsek semacam Sean.

"Berhenti, Sean..Ucapanmu akan menyakitimu suatu saat nanti," dan juga aku. lanjutnya dalam hati.

"Maafkan aku. Kamu benar, aku memang pria bejat, brengsek, dan sialan...Dan aku menyesal karena kamu yang merasakan semua kebejatan, kebrengsekan, dan kesialanku. Maaf." Suara Sean tampak lebih rendah dan serak. Apa lelaki ini menangis?

Megan menelan ludahnya pelan dan ingin menepuk pelan pundak pria itu, namun ia urungkan.

Tepat saat itu, mereka sampai disebuah gedung yang sangat Megan kenal. Sebut saja Penthouse penuh kenangan.

"Kita bicara di dalam." Sean berjalan terlebih dahulu meninggalkan Megan di belakang.

*****

"Itu kamarmu," tunjuk Sean saat mereka sudah berada di dalam rumah.

"Tidak lagi. Cepat jelaskan supaya aku cepat pergi dari sini,"

Sean menghela nafas dan mempersilakan  Megan duduk di sofa sementara Sean pergi entah kemana.

Stole The Bastard HeartWhere stories live. Discover now