.4

4.9K 371 102
                                    

Isabel

Nyaris tengah hari. Kafe Magnolia lumayan sepi pengunjung. Kebetulan sang pemilik mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu tamu, setelah terbebas dari kekangan berbagai acara kampus dalam agendanya.

Dan di pojok kafe ia duduk bersama teman wanitanya yang sedang curhat. Tidak mendengar—menyimak pun cuma sepotong-sepotong.

Yang jelas, selama hampir dua jam, ia bercerita tentang nasibnya saat menjadi penguntit yang menyebar artikel buruk.

"Dasar. Tidak segitunya juga kalau mau dinotis, Isabel."

"Ya kan aku suka sama dia! Wajarlah kalau mau dinotis Aniki!"

"Caramu salah," Farlan Church menyeruput kopi latte-nya. Ia baru ingat bahwa Isabel jelek dalam hal asmara. "Kalau begitu, Levi akan menjauhimu."

"Kukira begitu. Tapi ternyata enggak! Dia malah akhir-akhir ini sering mengundangku ke rumahnya."

Farlan mengerling tajam. "Buat apa?"

"Yah, paling bersih-bersih, main PS bareng, membuatkan dia makanan, nonton film bareng. Banyak deh. Kita juga saling curhat, aku bahkan sampai ngumbar semua tentang situs penggemar NN itu."

Farlan menyahut cuek.

"Eh? Kenapa malah kau yang marah, Farlan?! Harusnya aku karena dari tadi kau kelihatan enggak menyimak!" Isabel menggebrak meja, kesal.

Pemuda itu tidak menjawab—ketahuan dia tak menyimak tadi. Ia malah semakin tak mau menatap Isabel.

"Ditanya malah diem. Kau cemburu gara-gara enggak aku ajak hah?" Isabel menarik kasar kerah kemeja Farlan.

Pria itu masih enggan membalas tatap. Namun mulutnya membuka, "Iya. Memangnya aku tak berhak merasa cemburu?"

Pegangan Isabel lepas. "Yaudah sih, besok-besok kuajak. Gitu aja ngambek."

"Ah gasuka aja sih! Habis aku mana rela membiarkan perempuan yang kucinta sejak lama berduaan di rumah laki-laki?!" Mendadak Farlan membludak emosinya. Kemudian menenggak minuman pesanan sampai habis.

Isabel membatu. "Kau serius?"

Farlan mengangguk. "Kau pikir kenapa sejak kecil aku mau menemanimu ke mana saja, sampai mendengarkan ocehanmu sampai dua jam hah?"

"Karena kau bego."

"Ah kampret, jangan pake ngatain dong! Merusak suasana aja! Pokoknya aku mencintaimu! Mau gak jadi pacarku?!"

"Lah mintanya ngegas! Ayo lah, jadiin!"

Dan mereka berdua saling diam, sebelum wajah sama-sama memerah.

._._._._.

Lampau

"Sayang, aku pulang!"

Seruan sang suami menderapkan langkah cepat dari arah ruang tengah. Carla menyambut dengan senyum lebar dari sana. Dipeluknya orang terkasih, ciuman lepas semenit kemudian. Berakhir dengan melepaskan jas dan mengambil alih tas kerja.

Carla mengaku tidak sadar ada pria satu lagi di sebelah suaminya. Keberadaannya baru dilihat ketika Grisha mengajak pria itu ikut masuk.

"Oh, teman kerjamu, Suamiku?"

"Bukan. Adik kelasku saat SMA. Kebetulan tadi bertemu di depan kampusnya. Kuundang saja dia makan malam di sini."

Pemuda berumur dua puluhan tersebut membungkuk. "Maaf bila merepotkan. Saya Levi Ackerman."

Routine ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang