Checkpoint A

2K 288 19
                                    


Kepada

Ketua Asosiasi Malaikat Pelindung

Yang Mulia Ketua, masih ingat aku?

Namaku Lazuardi Aristides Parahita. Lihat arsip kalau lupa. Dalam 10 tahun ini, aku sudah kirim empat permohonan membership. Tapi sampai detik ini, enggak pernah ada tanggapan. Aku masih cowok biasa-biasa saja yang enggak mampu melindungi mereka yang aku sayangi. Boro-boro deh dijadikan Malaikat Pelindung buat orang yang kupilih sendiri.

Anda tahu siapa yang kupilih?

Rayn.

Kenal, kan? Bukan, bukan Ryan, tapi R--A--Y--N, dibaca sama dengan rain (hujan). Aku pilih dia dengan segudang alasan kuat, sudah kupaparkan di surat-suratku dulu. Intinya, he is like a brother to me. Tapi ada baiknya aku paparkan lagi profil singkatnya, biar jelas Rayn mana yang kumaksud.

Nama lengkapnya Rayn Xavier Wrahaspati. Iya namanya emang bikin lidah kebelit.

Setahun lebih tua dari aku, tapi sama-sama baru mau masuk kelas 10. Bukan karena tinggal kelas. Rayn pernah cuti sekolah waktu SD, untuk ikutan riset medis. Rayn yang jadi objek riset itu karena kelainan otak yang dideritanya. Rayn mengidap prosopagnosia, face blindness.

Di mata Rayn, enggak ada bedanya kepala sekolah dengan tukang kebun, karena sama-sama botak. Dia enggak kenal cewek dari kecakepannya. Buat Rayn, Saskia yang mirip Raisa adalah si galing, Anna yang dijuluki kembaran Emma Watson jadi si kucir, Widya yang bercita-cita jadi Miss Universe si jangkung. Lalu ada si cerewet, si merdu, si ceroboh, yang rupanya Diana, Arlene, dan Gina. Eh buset, ke mana cewek-cewek itu sekarang ya?

Ehem. Sampai di sini, jelas ya, Rayn itu yang kumaksud.

Jadi, jangan bilang enggak kenal. Karena aku tahu, Anda justru mengutus Rayn untuk jadi Malaikat Pelindungku sejak kami pertama bertemu di SD. Tepatnya sejak Rayn bisa mengenali aku lewat dua unyeng-unyeng di kepalaku. Beruntung, aku punya ciri istimewa. Saat orang lain melabeli aku si bocah bengal gara-gara unyeng-unyeng, Rayn malah menganggap aku sahabat. Sampai sekarang, kami tetap dekat, meski pisah sekolah lepas SD.

Eh sebentar, Ketua. Ada cewek lewat depan rumah ....

Yup. Si kepang dua yang manis. Pindahan baru di rumah ujung sana. Belum kelihatan punya lesung pipi atau enggak. Nanti, aku samperin deh sekalian tanya nama. Aku kan tetangga yang baik ....

Ehem. Oke, oke, aku lanjutin.

Soal Rayn, ini sungguh kebalik, Yang Mulia. Aku yang meminta posisi MP, Rayn yang dikasih. Rayn yang punya kelainan malah diberi kesempatan berbuat banyak untuk aku yang normal. Aku sebutkan beberapa peristiwa deh sebagai pengingat:

1. Bisa dibilang, aku selalu naik kelas berkat Rayn. Bahkan Ibu yang seorang guru enggak bisa menembus kebekuan otakku. Rayn bisa. Dia menyulap semua pelajaran jadi mudah buatku. Otaknya benar-benar encer, kecuali bagian khusus yang memproses informasi tentang wajah manusia. Kayaknya Rayn malah enggak punya itu. Sigh ....

2. Waktu kelas 4, Rayn menyelamatkan aku dari serbuan si Cimot. Anjing jelek milik Pak RT itu mengincar aku sejak pandangan pertama. Nafsu banget lihat aku, kayak lihat sepatu bekas saja, enak buat digigit-gigit.

3. SMP kelas 7, aku berutang nyawa sungguhan. Enggak tanggung-tanggung, dua jiwa sekaligus. Banyak orang mengira akulah pahlawan yang menyelamatkan Ibu dan Jihan dari rumah yang kebakaran. Padahal Rayn yang pertama menerjang masuk tanpa ragu, sampai bahu kanannya terluka. Sementara aku terpaku syok. Baru setelah Rayn berteriak-teriak, aku sadar. Rayn enggak bisa sendirian. Ia berhasil membawa Ibu keluar, tapi adikku masih di dalam. Aku tertular keberanian Rayn untuk menyelamatkan Jihan.

4. Belum lama ini, aku dan Rayn dipalak tiga orang preman. Kupikir ini kesempatanku melindungi Rayn. Dua tahun berlatih taekwondo, sabuk merah, masa sih aku enggak bisa melawan mereka? Ya, aku sanggup menjatuhkan satu. Tapi Rayn mengusir ketiganya. Rupanya, selama homeschooling, Rayn juga belajar privat bela diri. Macam-macam aliran, enggak jelas sabuknya, tapi kekuatan dan kelincahannya enggak main-main.

Yang Mulia Ketua, Anda lihat sendiri, siapa yang lebih banyak berutang budi? Enggak seimbang. Pertanyaanku sekarang, mau sampai kapan permohonanku untuk jadi MP Rayn dicuekin? Kapan keadaan berbalik? (Eh, interupsi bentar, Ketua ... hapeku bunyi. Jangan ke mana-mana ....)

I am back. Yang Mulia Ketua, terima kasih. Tahu kan siapa yang barusan telepon aku?

Mami Kiara. Maminya Rayn.

Katanya, sudah diputuskan, Rayn enggak homeschooling lagi, tapi mau masuk SMA. Sudah diterima di Darmawangsa International High School.

Whuaah. Susah dipercaya, kalau ingat kondisi Rayn. Di SD Negeri, segitu ada aku dan Ibu, Rayn susah gaul. Aku enggak tahu gimana dia di SMP swasta. Tapi pasti kelimpungan, buktinya dia enggak bertahan dan lanjut homeschooling. Eh, sekarang pilih SMA elit dengan siswa-siswa mancanegara?

Mami Kiara bilang, itu maunya Rayn sendiri. Pengin mencoba lagi sekolah biasa. Tapi Rayn juga minta aku sekolah di sana, sebangku dengannya kayak SD dulu. Katanya, kalau ada aku, ia yakin bisa menghadapi masalah apa pun. Mami Kiara menawarkan full scholarship kalau aku mau.

Tentu saja aku mau, Yang Mulia Ketua. Karena kukira, ini jawaban instan buatku bahkan sebelum protes ini kulayangkan. Kesempatan untuk jadi Malaikat Pelindung Rayn. Aku siap.

Terima kasih.

Yours faithfully,

Ardi

Ardi's Checkpoints A-ZDonde viven las historias. Descúbrelo ahora