PART. 14 - BOARDING

Start from the beginning
                                    

"It's okay, yang muda yang bercinta. Gue maklum kalau kalian baru jadian," cetus Christian sambil terkekeh.

"Gue nggak nyangka kalau Adrian bisa posesif," timpal Nathan.

"Kayak yang ngomong nggak aja," sahut Wayne.

"Impact posesifnya bikin susah semua orang," sewot Christian.

"Guys, stop! Jangan bikin trauma anak orang! Lihat, mukanya Nadine udah bingung dan kayak mau nangis, apa nggak kasihan liat dia kayak gitu?" tegur Miranda dan menoleh pada Nadine dengan senyum hangat. "Sorry, boys will be an asshole. Don't mind them."

Terdengar gumaman tidak terima dari para pria, sementara Miranda tampak tidak menggubris mereka dengan menarik Nadine untuk mengikutinya. Mereka selalu bersikap ramah, bahkan Nadine merasa diperlakukan seperti saudara. Begitu kompak, solid, dan harmonis, itulah kesan yang didapati Nadine.

Nadine merasa bersyukur jika Adrian bisa menemukan teman-teman yang begitu baik seperti mereka. Seingatnya, Adrian begitu payah dalam bersosialisasi, juga begitu pendiam dan tidak suka kerumunan. Tapi saat bersama mereka, Adrian tampak berbeda. Pria itu lebih berekspresi, tertarik dengan lelucon, dan tidak ragu untuk menunjukkan emosi di depan orang lain.

"So, gimana rasanya udah jadi pacar?" tanya Miranda yang menempati kursi di sebelahnya.

Mereka sudah memasuki pesawat dan menempati kursi sesuai urutan masing-masing. Christian duduk bersama dengan Joel, sementara Miranda bersama dengan Nadine, dan yang lainnya dengan pasangan masing-masing.

"Happy," jawab Nadine senang.

"I can see that," ucap Miranda sambil memperhatikan ekspresi Nadine dengan seksama. "Semoga langgeng karena cowok zaman sekarang udah banyak yang jadi kampret."

Nadine tertawa pelan. "Ian nggak mungkin bisa jadi kampret."

"Yet," tambah Miranda santai.

Spontan, Nadine terdiam dan menganggukkan kepala menyetujui. "Tiap orang pasti berubah seiring berjalannya waktu, dan aku juga lihat Ian banyak berubah."

"Hal yang sama mungkin dilihat Adrian dari kamu," sahut Miranda.

Nadine tersenyum dan mengangguk lagi. Banyak perubahan dalam diri, juga keinginan dan harapan. Namun begitu, Nadine tetap bersyukur jika dia masih bisa menjalani hidup sampai hari ini, terlebih lagi bertemu kembali dengan Adrian.

"Gue nggak tahu apa yang sedang lu alami, tapi gue yakin lu tahu jelas konsekuensinya," ucap Miranda lagi.

Nadine menatapnya dengan tatapan ingin tahu. "Maksudnya?"

Miranda mengarahkan dagu ke sisi sebrang dimana Christian sedang berusaha menjelaskan sesuatu kepada Joel di sana. "Do you see them?"

Nadine mengangguk sebagai jawaban.

"Mereka baru reuni setelah bertahun-tahun, atau sejak Joel lahir," lanjut Miranda yang membuat Nadine tercengang.

"Banyak hal terjadi, dan pergi adalah satu-satunya pilihan yang gue punya waktu itu. Tentunya nggak mudah karena gue pikir itu untuk kebaikan, tapi ternyata, kami berdua yang paling tersakiti. Ditambah lagi, Joel yang harus menanggung semua itu," ujar Miranda dengan tatapan menerawang.

"But you're back," ucap Nadine yang membuat Miranda kembali menatapnya dan mengangguk.

"Bukan karena kemauan gue, tapi mau nggak mau karena urusan kerjaan. Mungkin juga, ini cara Tuhan untuk mempertemukan kami kembali. I don't know," tukas Miranda.

"Jadi, kalau bukan karena kerjaan, kamu nggak akan balik lagi?" tanya Nadine tidak percaya, tapi Miranda mengangguk tanpa ragu.

Miranda meraih satu tangan Nadine dan menatapnya serius sekarang. "Look, Nadine, gue nggak mau kepo soal alasan lu pergi, dan lu yang tiba-tiba balik. Inti dari sharing gue barusan adalah supaya lu tahu kalau kepergian lu nggak melulu soal demi kebaikan orang yang lu sayang, tapi juga kesedihan dan kesakitan bagi yang ditinggalkan."

Nadine tersentak, merasa tertampar dengan ucapan Miranda, lalu matanya berkaca-kaca.

"Berbanding terbalik dengan gue, lu sangat menantikan pertemuan dengan Adrian, right? Itu berarti, hubungan kalian nggak ada masalah dan semua harusnya berjalan dengan baik. Udah pasti ada hal yang menuntut lu untuk pergi, either itu untuk kebaikan lu sendiri, atau kebaikan Adrian, atau juga ada tuntutan yang harus lu lakukan," lanjut Miranda dengan nada lembut.

Air mata Nadine sudah mengalir, dan dia buru-buru mengusapnya. "Aku kangen sama Ian."

"We know that," balas Miranda sambil tersenyum dan meremas lembut tangan Nadine yang digenggamnya. "Be good, Nadine. Gue yakin lu punya alasan, dan gue juga yakin kalau lu nggak akan plin plan kayak gue. Jangan sampe jadi masalah, atau Adrian salah paham, okay? I know you can do it better than me."

Nadine mengangguk dan memeluk Miranda. "Thanks."

"Your most welcome."

Keduanya saling menarik diri dan segera memakai sabuk pengaman saat pemberitahuan untuk segera berangkat sudah terdengar. Setelah memberi info lewat chat pada Adrian, Nadine kembali mengobrol dengan Miranda tentang banyak hal. Setidaknya, hari ini dia memiliki teman baru yang memberi banyak kemungkinan dan Nadine kembali bersyukur untuk itu.




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Apa kabar kalian hari ini?
Aku berdoa agar kalian selalu sehat dan diberkati dengan berlimpah.
Jangan lupa buat bersyukur, karena ada banyak kebaikan disekelilingmu.

Jadi, udah siap nambah beban drama dalam hidup lewat cerita revisi ini?
Anggap aja, aku lagi pengen bikin drama di perhaluan kita.

Btw, sampaikan salamku untuk dirimu bahwa aku berterima kasih sudah menemani kalian sampai hari ini.
Tetap jadi keren, ya. 💜

Bang, jangan posesif jadi cowok ya.
Biasa aja, oke?
Kamu nongkrong kek gini aja, banyak yang pengen tawuran rebutin kamu. 🙃



06.12.21 (17.40 PM)


UNSPOKEN SECRET (NEW VERSION)Where stories live. Discover now