Prolog

326 20 0
                                        

Abbi: selamat menikmati sisa hidupmu @Ellen XD.

Alex: selamat apa ini? kamu gak  kenapa-napa kan? @Ellen.

Abbi: tenang @Alex, dia sekarang tinggal satu rumah dengan Mr.Savier sekarang, dosen kita yang ganteng dan keren itu.

Sun: asisten pribadi, hahahaha, lol.

Alex: jadi, kamu terima keputusan sepihak itu @Ellen?

Abbi: mau bagaimana lagi kan? Kelakuan dia sih, dapat tu bonus, haha. Eh, ngomong-ngomong, kamu masih perawan kan @Ellen? Gak apa-apa tu? Gimana kalau kamu dipaksa melayaninya seharian?

Alex: mending cabut saja itu beasiswa dari pada tinggal satu rumah dengan Mr.Killer! bisa-bisa tinggal tulang Ellen.

Ellen: LOL! Pikiran kalian itu. Kan Cuma bantu tugas rumahnya, alias pembantu rumah tangga! Astaga @Abbi! Belum sampai ia menyentuhku, sudah ku gorok itu leher. Aku cincang tubuhnya, ku kasih makan ke ikan-ikan di laut! Mana mungkin aku mau dengan laki-laki kejam, jahat, sombong, dan tak tahu belas kasihan itu. Hah, lebih baik aku dengan si kutu buku Tyler!

Sun: ga usah ngegas juga @Ellen, gimana-mana dulu kamu pernah suka dengan lelaki satu itu, kan? XP.

Abbi: iya! Aku masih ingat kamu menyebutkan namanya berulang kali. Kalau bukan suka lalu apa?

”Jadi—“ terdengar suara yang familiar tepat di belakang telinga Ellen. Sontak, ia tersentak dan menjatuhkan ponselnya ke lantai. “mau menggorokku dan mencincang tubuhku?” lanjutnya sambil berbisik lembut di telinga kanan Ellen, membuat tubuhnya yang semula kaku dan tegang karena kaget menjadi dingin dan merinding. “Ah, saya tidak sengaja membacanya tadi. Jadi—kamu masih perawan ya?”

   Seketika itu juga, jantung Ellen seraya jatuh ke lantai. Ia menutup kedua matanya rapat-rapat, mengatupkan kedua mulut menjadi garis lurus, dan berdoa agar Axel tidak membunuhnya kali ini. Mungkin jika dengan membunuh Ellen akan mempercepat kebebasannya, bagaimana jika Axel menyiksanya terlebih dahulu. Ellen pun bergidik ngeri membayangkannya.

“Maaf Mr.Savier.”

   Saat Ellen membuka mata, Axel sudah ada tepat di depannya. Menunduk mengambil ponsel yang Ellen jatuhkan tadi.

Mampus sudah!

“Kenapa meminta maaf? Kamu tidak melakukan kesalahan sama sekali. Atau—“ Axell mencondongkan tubuhnya ke arah Ellen yang sedari tadi merasa dingin menjalari tubuhnya. Wajah lelaki bermata hazel itu sekarang dekat dengan wajahnya yang memucat.

   Ellen memalingkan matanya, ia tak memiliki keberanian untuk menatap Axel. Apalagi setelah kejadian sore tadi, saat Axel datang menjemputnya di rumah kontrakan yang Ellen huni. Ia dengan sengaja menjatuhkan koper super berat ke atas kaki Axel, yang membuat lelaki itu harus berjalan menyeret kakinya. Belum lagi saat mereka tengah makan malam di sebuah cafe, tanpa sengaja botol kecap asin yang dibuka Ellen muncrat mengenai kemeja biru muda Axel dan Ellen harus mencuci kemeja tersebut sampai nodanya benar-benar menghilang.

Yang benar saja! Noda kecap asin mana mungkin cepat hilang. Dan dia malah membuang kemejanya setelah aku cuci? Ck!

“Kamu sakit? Wajahmu pucat.” Axel mengamati wajah Ellen.

   Ellen melirik sekilas sebelum ia berhasil mengeluarkan kata-katanya, “s—sa—saya mau istirahat ke kamar,” gagapnya seraya berdiri dan berjalan cepat menuju kamar yang Axel sediakan untuknya.

“Kau melupakan--” Namun Ellen sudah menghilang dan terdengar suara pintu ditutup, “ponselmu?” Axel mengedikkan bahu lalu membuka grup chat milik Ellen.

Foolish Game (PENDING)Where stories live. Discover now