21. Marriage aren't one of my planning

Start from the beginning
                                    

"Ternyata benar, dia tidak benar-benar dengan ucapannya." Megan menghembuskan nafasnya berat kemudian ia menggeleng keras,

"Tidak-tidak...Kenapa aku sedih? Ck harusnya aku senang dia bersikap dingin." Ia kemudian tersenyum dan berjalan menuju kamarnya.

                                                                                             ****
"Kendrick, hilangkan semua bukti tanpa meninggalkan jejak. Pastikan kau tidak melewatkan semua bagian."

"....Dan minta kepada Dave untuk menutup sementara di wilayah Barat laut." Sean berucap pada Kendrick yang saat itu sama-sama berada di kantor.

"Baik, Tuan."

"Baiklah..lakukan itu dan pulanglah.."

"Bagaimana dengan Tuan?" Tanya Kendrick terdengar khawatir.

"Ada yang harus kukerjakan." Balas Sean tanpa mengalihkan pandangannya dari komputer.

"Baiklah. Kalau ada masalah, Tuan bisa menelepon saya kapan saja. Saya permisi." Kendrick menunduk hormat dan berlalu dari ruangan kebesaran Sean itu.

Sean terduduk dikursinya dan memijat pelan pangkal hidungnya. Dahinya mengerut, tatapan tajam bak elang kini terlihat memudar digantikan dengan tatapan kelelahan dan letih dari seorang Sean Lawrence.

Ia kemudian menyibukkan diri dengan komputernya bahkan ia tidak menyadari bahwa jarum sudah menunjukkan pukul 4 pagi.

Sean tampak mengerang pelan dan memijat bahunya yang terasa sangat sakit. Ia tampak melirik arlojinya pelan dan bergegas keluar dari ruangan itu.

5 AM

Sean berjalan kearah ruang tamu, ia mengerutkan dahinya karena ada sosok bayangan seseorang yang sedang meringkuk dengan sebuah buku ditangannya ditambah dengan lampu yang remang-remang.

Ia kemudian menutup pelan matanya, ia baru ingat bahwa ia pulang ke penthouse yang ia pinjamkan pada wanita yang tengah meringkuk dengan tenang ini.

"Mengapa kau tidak tidur di kamar,huh? Apa kau menungguku?" Batin Sean sambil menyelipkan beberapa anak rambut yang menghalangi wajah cantik Megan.

Ia tersenyum. Sangat tipis, bahkan tidak ada yang menyadari bahwa ia sedang tersenyum. Tanpa basa-basi, Sean menggendong Megan ala bridal style menuju kamarnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 6.30 AM, terlihat Sean sudah rapi dengan jas hitamnya. Lelaki itu terlihat begitu menawan dan berwibawa dengan setelan formal dan tentu saja tampan. Kalau dilihat dari berbagai sudut, lelaki berusia 26 tahun ini tidak memiliki kekurangan. Tentu saja! Siapa yang berani mengatakan lelaki ini memiliki kekurangan. Semua orang memuja seorang Sean Lawrence seakan lelaki itu adalah sesuatu yang langka dan berharga seperti berlian.

Sean tengah sibuk dengan dasi di lehernya sementara ada perempuan yang tengah mengamati lelaki itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia menghela nafas dan berjalan pelan menuju lelaki berjas itu.

"Apa seorang pebisnis sepertimu bahkan tidak bisa mengikat dasi?" Megan tersenyum singkat kemudian mengambil alih dasi yang terlilit tidak beraturan itu.

Jarak keduanya kurang lebih 5cm dan sialnya Sean harus sedikit menjongkokkan badannya karena postur tubuh Megan yang pendek. Baik Megan maupun Sean saling diam namun tidak ada yang mengetahui apa yang mereka pikirkan selama beberapa saat itu.

Sean yang tampak patuh pada Megan dan Megan yang semakin memperlakukan Sean dengan manis. Tidak ada yang mengetahui perasaan Sean, bahkan lelaki itu terjebak di perasaannya pada Megan atau meneruskan taruhan itu bersama teman-temannya.

Stole The Bastard HeartWhere stories live. Discover now