Bagian - 1

76 1 0
                                    

Bagi Riska Serenia, perasaan yang ia rasakan tak ubahnya seperti bianglala. Naik dan turun. Terkadang ia merasa luarbiasa senang, terkadang ia merasa benar-benar hancur. Bahkan ia terkadang sampai merasa, ia adalah salah satu manusia yang tak berhak merasakan kebahagiaan.

Desahan berat cewek berpenampilan tomboy itu menarik perhatian ketiga temannya. Mereka hanya memerhatikan, tanpa berani untuk menegur Riska yang tampak fokus melamun.

Hingga salah seorang dari ketiga teman Riska berdecak kesal, membuat cewek itu mengerjap bingung. Ia tersadar dari lamunannya.

"Ris, jangan ngelamun mulu. Kita bertiga masih bernapas loh, bisa diajak ngobrol."

Riska meringis kearah ketiga temannya. Nyinyiran Ruth telak membuat cewek itu mati kutu. Ia baru saja tertangkap basah sedang melamun, ia tidak bisa mengelak lagi.

"Sorry."

Seketika suasana menjadi hening di tengah-tengah mereka, meski keadaan kantin masih seperti pasar. Riuh dan ramai.

"Semenjak lo pacaran sama Kak Raka, kayaknya lo jadi sering bengong deh Ris. Lo, udah mulai naksir sama dia ya?" Ruth bertanya dengan mata berkilat jahil.

"Ruth, udah deh. Lo tau kan, gue nggak suka ngomongin hal ini."

Abdul memajukan tubuhnya kearah Riska. "Tapi Ris, Kak Raka itu cowok baik loh, dia sayang sama lo."

"Iya Ris, kalau gue jadi cewek, gue bakal bersyukur banget punya pacar kaya dia." Jono ikut menyahut.

Riska memejamkan mata untuk meredakan amarah yang tengah merambat naik memenuhi hatinya. Ia hanya enggan membicarakan cowok yang ia jadikan pelarian atas rasanya yang belum tersampaikan.

"Ris, lo itu cocok banget bersanding sama Kak Raka." Ruth menimpali.

Sudah cukup, Riska tak bisa lagi mendengar ocehan teman-temannya yang semakin membuatnya merasa bersalah.

Riska berdiri, "Udah ya, gue balik ke kelas duluan. Obrolan kita udah nggak bisa dilanjutkan lagi. Bye."

Ketiga teman Riska ingin memprotes, tetapi, cewek itu sudah berjalan keluar dari kantin. Mereka hanya mampu menggerutu, dan melanjutkan makan mereka.

*

Alih-alih menuju ke kelasnya yang berada di lantai 2, Riska malah naik sampai ke lantai 3, lalu menuju perpustakaan yang berada di sayap kanan gedung. Ia tak peduli meski bel masuk sudah berbunyi nyaring sejak tadi.

Ia menyapa penjaga perpus sekilas, sebelum berjalan menuju deretan rak berisi novel. Dengan sembarang ia mengambil sebuah novel yang terlihat menonjol di antara yang lain. Ia bahkan tak peduli saat mengetahui bahwa novel tersebut adalah novel tentang sejarah.

Tanpa Riska sadari, seseorang memperhatikan setiap gerak-gerik cewek itu dari tempat duduknya. Ia menyadari kehadiran cewek itu sejak tadi, tetapi, ia sengaja tak menghampiri Riska.

Senyum kecil menghiasi bibir sosok itu kala melihat Riska mengerutkan keningnya. Cewek itu sedang membaca blurb novel yang sejak tadi hanya ia bolak-balik tanpa minat untuk membacanya. Ia jelas tahu bahwa Riska tidak suka membaca. Cewek itu lebih mencintai dunia musik dan bela diri.

Sosok itu melangkah mendekat pada Riska setelah ia meminta temannya kembali ke kelas sendiri.

"Di baca Yang, jangan cuma di bolak-balik aja."

Riska terlonjak kaget menyadari keberadaan seseorang yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya. Ia mengelus dada.

"Kamu, lagi istirahat?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Me & My Sweet BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang