Unsteady 38

33.2K 5.3K 1K
                                    

Setelah melakukan kesepakatan dengan banyak berkompromi disertai dengan cekcok ringan yang menjurus ke arah pertengkaran, hari ini Ares mendapatkan keputusannya. Ini salah satu yang terbaik, setidaknya untuk saat ini.

Aga perlu di rehabilitasi. Sangat perlu. Untuk masalah sekolah nanti, itu bisa dipikirkan nanti setelah Aga selesai menjalani itu.

Kecewa?

Tentu saja. Memangnya seorang kakak yang bagaimana yang tidak kecewa ketika mendapati adiknya terjebak pada sesuatu yang gelap?

Aga menarik napas, menatap punggung Ares, laki-laki itu dengan langkah ringan masuk ke dalam rumah sakit ternama. Sedangkan Aga hanya duduk diam menelisik dari balik kaca jendela.

"Nyesal kan?" suara bocah itu lagi, menyela keheningan. "Dasar durhaka."

Sebenarnya, dari awal melihat bocah itu, Aga tidak suka. Apalagi mulutnya yang asal bicara itu, tajam tetapi entah mengapa teramat benar.

Entahlah, Eza lebih mirip Mario Teguh ketimbang seorang bocah SD.

"Yah donatnya tinggal dua, kan, kak Aira rakus." Eza menoleh ke arah Aira dengan sebal. Mereka tengah berada di dalam mobil, duduk di belakang, mengabaikan Aga yang bertambang sebal.

"Kan, gue belom makan, gimana sih?" Aira memakan donat itu. "Lo mau emang gue makan?"

"Makan aja aku kak, biar aku bisa menghilang dari kehidupanku yang kelam ini."

"Gue tabok nih bibir lo?" Aira melotot.

"Hahaha." Eza tertawa geli.

"Ga, mau donat?" tanya Aira basa-basi.

Aga menoleh sekilas, mengalihkan pandangannya yang sibuk memperhatikan rumah sakit itu. Mata coklatnya melirik donat yang masing-masing dipegang Eza dan Aira.

"Nggak."

"Oh yaudah,"

Mata Aga menyipit. Melirik Aira kemudian Eza, ia menggelengkan kepalanya. Kenapa sih Ares dekat dengan makhluk seperti mereka ini. Ia kemudian melamun lagi.

"Kak Ra, Bang Aga mau ngapain sih tinggal di rumah sakit? Di usir bang Ares?"

Pertanyaan itu membuat Aira melirik Aga dengan sekilas. Ia terlihat berpikir sebentar, tangannya menyelipkan rambutnya yang menutupi wajahnya.

"Orang gila wajib di rawat di rumah sakit."

"Lo pikir gue orang gila?" kali ini Aga menyahut tanpa diajak berbicara.

Aira mengangkat bahunya. "Cuma orang gila yang pakai obat-obatan yang sama sekali gak di butuhkan, bener gak Za?"

"Aku sih, iya, iya aja. Gimana Kak Aira aja sih. Kak Aira senang itu kebahagiaan aku juga kok."

Aga menggeleng takjub. "Mulut lo benar-benar menabjukkan. Lo bibit-bibit playboy."

Mendengar itu, pupil bocah dengan abju kaos berwarna biru langit itu mendekatkan kepalanya ke arah Aga.

"Ah serius?" tanyanya bersemangat.

"Bocah." Celetuk Aira. Perempuan itu menarik tisu basah dari dalam tasnya.

Obrolan itu terhenti ketika Ares datang. Laki-laki itu mengenakan hoodie berwarna biru gelap tidak dikancing, membuat kaos abu-abunya terlihat. Ia membuka pintu mobil, mengisyratkan Aga agar mengikutinya.

Terdengar helaan napas keras.

"Makanya jangan nakal, jadi diusir Bang Ares dari rumah kan?"

***

Unsteady Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang