Unsteady 27 [Bagian 1]

36.5K 5.3K 949
                                    

Laki-laki itu merasakan sesak, bahkan selang oksigen itu tidak bisa membantunya bernapas. Dahinya semakin berkerut ketika merasakan kesakitan pada dada kirinya. Bahunya naik turun.

Lalu matanya menangkap bola mata kelam itu dengan tercekat, mata itu... mata ketakutan itu...

Dadanya semakin sesak layaknya seseorang yang tidak diberi oksigen. Perasaannya begitu kalut, ruangan itu dingin, tangannya bergetar.

"ABANGGG!!! MAIN YUK!!!"

Ares membuka matanya, napasnya tersenggal-senggal dengan leher yang basah karena keringat, laki-laki itu memejamkan matanya. Ia menangkup wajahnya dengan gemetar, berulang kali Ares menarik napas untuk menenangkan dirinya.

"ABANG!!! EZA DILUAR!!!"

Teriakan itu membangkitkan sepenuhnya kesadaran Ares, laki-laki itu menatap langit-langit kamarnya sebentar. Tangannya meraba dada kirinya dan mengelusnya pelan, merasakan detaknya. Sampai akhirnya laki-laki itu menyadari bahwa badannya terbalut seragam sekolah.

Ares melirik jam kecil yang ada di atas nakas. Jam 5, laki-laki itu mengerutkan keningnya dan kembali mengusap wajahnya.

"ABANG!!! DENGER EZA MANGGIL GAK?! PEGEL INI WOI BERDIRI DI LUAR!!!"

Ares berdecak, turun dari tempat tidur dan mengacak rambutnya dengan kesal. Bocah itu... Ares menggeram, berjalan menuruni tangga dan membuka pintu.

"Apa sih?! Abang tidur!"

Eza mengangguk. "Oh tidur. Maaf ganggu. Main sepeda yuk?!"

"Hah? Nggak ah." Ares memasuki rumahnya, lalu diikuti Eza dari belakang. Anak laki-laki itu menutup pintu.

Ares berbaring di sofa, menutupi wajahnya dengan bantal. Eza duduk di dekat pinggangnya.

"Sepedaan yuk. Aku mau olahraga biar badanku keren."

"Mau olahraga?" Ares membuka bantal yang menutupi wajahnya. "Sana gih ngepel, nyapu, cuci piring sama sekalian gantiin sepre tempat tidur Abang. Bau iler tuh."

"Ayooo dong, yaelah."

"Tau mager gak sih kamu?"

"Enggak. Abang ayok!!!"

Ares mendengus, melangkah turun dan berjalan ke kamarnya yang ada di lantai atas. Laki-laki itu kemudian keluar dari kamar dengan celana training hitam dan baju abu-abu sambil menenteng sepatunya.

"Mantep, gitu dong." Eza berjalan keluar rumah.

Ares mengerutkan keningnya ketika ada dua orang yang tengah asik duduk di sepeda. Dua sahabat Ares itu dengan senyum menjijikannya tersenyum.

"Woi Ares, ayo. Ngapa lu bengong, Bego?" tanya Rafi dengan cengengesan.

Ares menghela napas, melirik Eza. "Kamu ngajak mereka?"

"Enggak. Mereka ngajak aku tadi hehe." Eza menyengir, menaiki sepedanya.

Tidak ingin berkata apapun lagi, Ares berjalan ke arah garasi dan mengambil sepedanya. Lalu menyusul ketiga orang itu dari belakang, tidak lupa juga Ares menutup gerbang.

Ares mensejajarkan jalan sepedanya dengan Eza, anak laki-laki itu menoleh. "Kak Rafi ke rumah Aira yuk!!!"

Rafi menoleh sekilas. "Ayo!"

"Boleh tuh," sahut Agung.

"Nggak ah, males gue." Tatapan Ares terlihat tidak senang.

"Udah deh, ayo, jangan ribet woi." Rafi mempercepat laju sepedanya, sibuk berbalapan dengan Agung.

Unsteady Where stories live. Discover now