Unsteady 12

36.9K 4.7K 265
                                    

Sambil mengetuk-ngetuk dagunya dengan pulpen, Aira sesekali melirik laki-laki disampingnya yang tengah diam semenjak tadi pagi datang ke sekolah. Tangan laki-laki itu sibuk bergerak menulis, membuat Aira mengangkat kedua alisnya sambil merapakan bahunya ke bahu Ares.

Ares nampak terganggu, tangannya mendorong bahu Aira dari samping. Matanya tertutupi sebuah topi yang tidak ia lepas semenjak ia menginjakkan kaki di kelas paling berisik ini.

"Ares," panggil perempuan paruh baya dengan rambut digulung dan kaca matanya, matanya menyipit tidak suka, "buka topi kamu."

Ares menghentikkan gerakan menulisnya sejenak, lalu kembali menulis tanpa menjawab panggilan sang guru.

"Ares!" kali ini, guru Bahasa Indonesia itu terdengar berseru kesal, kakinya melangkah ke arah Ares dan menarik topinya dengan marah. Tidak biasanya Ares menghiraukan panggilannya.

Hening sejenak. Seolah Ares merenggut paksa perhatian tiga puluh murid di dalam kelas, termasuk Aira.

Ares memejamkan matanya sejenak sambil menghela napas. Ia meletakkan pulpen itu di samping buku catatannya dan mendongak ke atas lalu ke arah teman-temannya yang memandangnya dengan tatapan aneh.

"Apa lo pada?" tanya Ares dengan ketus, "Gak usah liat-liat gue. Gue tau gue cakep."

Bu Rahman menghela napas. "Kenapa kepala kamu?" tanyanya dengan rasa penasaran yang memuncak.

"Gak papa, Bu."

Seolah mengerti, Bu Rahman tidak bertanya lagi, meletakkan topi Ares di meja muridnya itu lalu kembali duduk di bangkunya.

"Napa pala lo Res?" bisik Aira dengan tatapan penasaran. Sikunya menyenggol siku Ares hingga mengakibatkan bukunya tercoret.

"Eh sorry sorry, gue sengaja sih, hehe."

Ares menoleh sekilas, menatapnya dengan tajam lalu kembali menulis. Merasa tidak enak, Aira melihat ke arah Rafi yang sedang asik bermain handphone di laci.

"Raf, Raf, tip ex,"

Rafi mengambil tip ex dan mengangkatnya tinggi-tinggi dan hendak melempar. Aira melotot. "Jangan!"

"Bodo." Ucap Rafi dengan menyengir dan melempar tip ex itu dengan sekuat tenaganya. "Tangkappp!!!"

DANNNN-

Bukannya mendarat di kedua tangan Aira yang sudah siaga menangkap, tip ex itu mendarat persis di kepala Ares yang terbalut perban.

Seolah waktu membeku. Ares terdiam, merasakan luka yang sudah tidak sekit itu kembali menghantam kepalanya.

"Oopsie, bukan gue ya Res, bukan gue, tapi Aira yang gak becus nangkap." Rafi sudah membela diri terlebih dahulu ketika melihat seluruh energi negatif naik ke ubun-ubun Ares.

"Eh... eh... bukan." Aira terlihat panik. Pasalnya itu salah Rafi, sudah tahu bahwa Ares duduk di sebelah kiri, tetap saja nekat melempar.

Aira melirik takut-takut ketika tangan kanan Ares terkepal. Dan itu terlihat menakutkan. Laki-laki itu bahkan tidak peduli ada guru yang siap meledakkan amarahnya.

"AIRAAA!!!"

***

"Berapa harganya?" tanya Aira ketika Rafi dan Agung berjalan ke arahnya dengan membawa sekantung plastik berisi bakwan.

Aira mengambil plastik yang disodorkan Agung dan membukanya.

"Kok bakwannya dua belas?! Kan uangnya sepuluh ribu! Ngaku kalau lo nyolong?!" Mata Aira melotot ke arah Agung dengan jari telunjuk persis di depan wajah laki-laki itu.

Unsteady Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz