"Kak Shaneeee, fokus nyetir itu ahh lepasih tangan aku."

"Hahaha, cepet banget kan? Kamu ngerasain kan?." Dia masih menempelkan tanganku.

"Lepasin gak, kamu mah sukanya bercanda mulu."

"Iya- iya, bilang aja kamu juga tambah deg- degan kan?, makanya minta dilepasin."

"Apaan enggak, nyebelin."

***

Aku sudah berada di kantor dan menjalankan aktivitas seperti biasanya. Ku dengar beberapa karyawan sedang berkumpul dan berbisik- bisik. Ini masih jam kerja tapi kenapa mereka malah berkerumun dan seperti sedang menggosipkan sesuatu. Sebenarnya aku ingin ke sana dan menanyakan apa yang sedang terjadi tapi aku tidak ingin bos melihat dan marah.

"Cha, lo gak ikut gosip." Roy datang kepadaku.

"Gak, masih pagi." Jawabku masih asyik mengecek lembaran laporan yang sedang di tanganku.

"Wahh gak asyik lo, padahal ini berita lagi anget- anget nya."

"Hmmm."

"Lo beneran gak mau tauk?"

"Gak, gue masih banyak kerjaan Roy, bentar lagi gue harus ngasih nih laporan ke bos. Udah sana- sana pergi, jangan ganggu gue."

"Cha asal lo tahu ya, bos kita ternyata punya anak umurnya udah 5 tahun."

"APAAAA?" seketika aku berteriak dan membuat semua karyawan menoleh ke arahku.

"Ssttttt, lo kok malah teriak sih cha, kalo bos denger bisa mati lo."

"Ya habis lo ngagetin gue, eh tapi emang bener? Bukannya bos belum nikah ya?" Aku kertas laporan itu dan bertanya pada Roy dengan suara berbisik. Aku menjadi penasaran saat itu juga.

"Bos udah nikah Cha, tapi istrinya meninggal waktu melahirkan, selama ini Bos minta semua orang merahasiakannya, jadi kita nggak pernah tahu."

"Ohhh, gak nyangka gue, gue kira dia belum nikah gara- gara galak banget terus gak ada yang mau."

"Roy, ngapain kamu ada di sini, cepat kembali ke meja kamu, dan untuk kamu Ocha cepat ke ruangan saya dan bawa laporan yang saya minta kemarin. Saya gak mau tauhu sekarang juga antar ke ruangan saya, saya tunggu." Tiba- tiba Bos sudah ada di depan mejaku berbicara dengan nada tinggi lalu berlalu pergi menuju ruangannya.

"Ssii..ap bos." Kataku sedikit gugup karena takut.

Aku berdiri dari tempat dudukku lalu merapikan pakaianku dan juga rambutku. Ku ambil laporan yang sudah ku cek tadi dan segera menyerahkannya pada bosku.

"Cha semangat ya, awas lagi galak galaknya tuh."

"Gara- gara lo nih, bos jadi bad mood kan tuh."

"Tiap hari juga gitu kalik cha, udah sana tar di marahin lagi."

"Yee, awas gue mau lewat."

"Fighting." Roy mengepalkan kedua tangannya dan member semangat untukku yang sepertinya akan kena amuk.

Dengan langkah perlahan namun pasti aku berjalan menuju ruangannya. Aku memang sedikit takut, tapi inilah yang harus ku hadapi.

Tok tok tok, ku ketuk pintu ruangan bosku itu.

"Masuk." Katanya dari dalam ruangan. Aku pun membuka pintu itu dan nampaklah bosku yang sedang duduk di kursi nya dengan meja yang penuh dengan kertas berserakan. Sepertinya memang bosku sedang dalam keadaan yang tidak baik.

"Mana laporannnya, lama sekali, saya bilang cepat, saya tunggu juga." katanya dengan sedikit marah.

"Ini bos." Aku menyerahkan laporan itu ke mejanya dan tak ku sadari jika tanganku bergetar.

"Ya."

"Bagaimana bos, apakah ada yang tidak bisa di mengerti?"

"Ini baru saja mau baca, kamu gak lihat."

Duh salah lagi

"Maaf bos."

"Ohiya, kamu gak ngundang saya ya?" tanyanya dengan suara lirih dan membuatku bingung.

"Maaf bos, undang ke mana ya?"

"Nikahan kamu."

"Hah? Saya belum menikah."

"Loh katanya dulu itu kamu gak berangkat karena lamaran, Roy yang bilang."

Itukan cuma akal akalannya Roy aja, duh jelasinnya gimana ya, masa iya bilang kalo bohong, bakalan kena marah nih

"Ahh iya waktu itu, memamg sudah lamaran tapi ini masih tahap pendekatan, belum mau nikah." Kataku beralasan.

"Oh saya kira sudah nikah."

"Hehe belum."

Dia kembali mengecek laporan yang ku serahkan. Aku masih berdiri di depan mejanya menunggu keputusan darinya. Tapi, tiba- tiba terlintas dalam pikiranku mengenai gossip yang dibilang Roy tadi pagi.

"Maaf pak, apakah benar jika bapak mempunyai seorang anak?"

"APA MAKSUD KAMU, SIAPA YANG BILANG SEPERTI ITU? SIAPA JUGA YANG BOLEHIN KAMU BERTANYA SOAL MASALAH PRIBADI SAYA."

"Maaf pak saya hanya bertanya, sekali lagi maaf." Seketika itu aku merutuki diriku sendiri yang berani- beraninya menanyakan hal itu.

"CEPAT KELUAR DARI RUANGAN SAYA."

"Iya." Tanpa berpikir panjang akupun keluar dari ruangannya. Aku sangat takut dia berteriak seperti tadi. Tidak pernah aku diperlakukan seperti itu olehnya, baru pertama ini.

Pagi- pagi udah kena semprot aja, jadi kangen kak Shane. 

PACAR RAHASIA : Bukan LagiWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu