Crazy Gavin

1.1K 125 257
                                    

⚠Part ini Panjang lho ⚠

***

Sudah delapan kali aku mengecek jam tanganku. Dua puluh menit berlalu dari waktu janjian, tetapi batang hidung Gavin masih tak nampak. Aku mendesah kesal. Sia-sia aku menunggu di sini.

Saat bangkit dari kursi, mataku menangkap sosok Gavin dengan jaket hitamnya. Ketika mata kami beradu, ia segera menghampiriku. Aku pun kembali ke kursiku.

Ditariknya kursi di hadapanku. "Maaf Kei gue--"

"Udah langsung aja." Kusandarkan badanku pada punggung kursi seraya melipat tangan di dada.

Gavin mengangkat sebelah alisnya, lalu berkata, "oke."

Cowok itu menarik napas panjang. "Gue harus mulai dari mana?" Ia meletakkan kedua tangannya di atas meja. Kemudian menautkan kesepuluh jarinya.

"Dari awal lo pacaran sama Kak Dona."

Gavin membersihkan tenggorokannya sebelum mulai bercerita. "Gue tahu Dona sejak kelas satu SMA, tapi kita nggak saling kenal. Yang gue tahu dia cewek populer dan gue juga lumayan populer dulu.

"Gue punya temen, namanya Evan. Si Evan ini punya pacar yang lagi ultah. Gue sama Oza dimintai tolong buat ngasih surprise ke ceweknya si Evan. Niatnya sih kita mau ngelempari tepung ke pacarnya itu. Tapi kita salah sasaran, yang kena malah Dona. Sejak saat itu gue sama Dona jadi deket.

"Singkat cerita kita pacaran. Terus gue suka sama orang lain, ya udah kita putus. Cerita selesai."

Aku melongo ketika ia mengakhiri ceritanya. Masih banyak pertanyaan di benakku tentang masa lalunya.

"Terus gimana lo jelasin semua pengaruh buruk lo ke Kak Dona? Gara-gara lo Kak Dona ngerokok, bolos, bahkan nyolong di minimarket! Lo ngajakin cewek manis, lugu, dan baik hati buat ngikutin lo. Dan setelah Kak Dona ngikutin permainan lo, kenapa lo ninggalin dia gitu aja cuma demi cewek lain?"

Gavin tampak risau di tempat duduknya. Beberapa kali ia membenarkan posisi duduknya sembari menggaruk tengkuknya.

"Lo nggak bisa jawab?" semprotku sambil memutar bola mataku malas.

Terdengar tarikan napas panjang dari cowok itu. Ia memang sedang menatapku, tapi aku yakin pikirannya sedang mengembara.

"Dulu gue emang nakal. Gue pikir bakalan seru kalau punya partner in crime. Dan soal cewek itu, gue udah terlanjur suka sama dia. Kalau gue masih lanjut sama Dona, itu cuma bikin dia tersiksa." Ketika mengucapkan kalimat terakhir, ia sedikit menunduk.

Jawaban Gavin membuatku merasa semakin kesal pada cowok itu. Dia menceritakan semua itu seolah-olah dengan ia menyatakan diri sebagai cowok nakal maka kesalahannya harus dimaklumi. Namun, hati kecilku mengatakan bahwa alasannya melakukan hal bodoh itu lebih dari yang ia katakan. Ia menyembunyikan sesuatu.

Walaupun begitu, aku tidak langsung menuduhnya berbohong. Sebaliknya, aku lebih memilih mengeluarkan kegundahan hatiku.

Aku tersenyum sinis. "Gue nggak nyangka lo gila! Bisa-bisanya lo putus sama Kak Dona cuma gara-gara lo suka sama cewek lain. Dan setelah Kak Dona meninggal, berani-beraninya lo deketin gue! Sekarang gue pengen tahu kenapa lo deketin gue. Lo ngerasa bersalah dan jadiin gue sebagai penebus rasa bersalah lo?"

Gavin menggeleng cepat. Wajahnya tampak semakin gusar. "Bukan gitu." Cowok itu menyisipkan jari-jarinya ke rambutnya yang sedikit berantakan. Sepertinya ia ragu untuk mengeluarkan isi pikirannya. 

Selang beberapa menit, ia pun berkata, "Dona yang minta gue jagain lo."

Tanpa sadar, aku mulai menahan napas ketika Gavin menyebut nama Dona.

10 Reasons Why [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang