Sosiologi 23

1.3K 94 1
                                    

Hari ini, tepatnya hari Rabu. Aku termenung memikirkan perjalanan yang kulalui. Duduk di taman sekolah, sambil memperhatikan siswa-siswi. Tentang penyesalanku, kekesalanku, juga perasaanku yang kadang-kadang melintas di benakku. Meminta untuk kulamunkan sejenak.

Akan tetapi, sialnya, sosok dia tak pernah tidak bisa menarik perhatianku. Ditambah, kali ini ruangan kelasku letaknya berubah. Berpindah. Begitu juga kelas kelas yang lainnya.

Mungkin dulu aku tak bisa melihat sosok Angga dengan jelas karena ruangan kelas yang berjarak cukup jauh dan terhalang beberapa bangunan. Sekarang, justru malah dekat dan terlihat jelas.

Ngomong-ngomong, dari enam bulan yang lalu sejak kegiatan study tour itu, aku berusaha keras untuk bisa melupakan dia. Dan aku sempat berpikir telah berhasil. Nyatanya salah, kalau begini keadaannya rasanya sia-sia saja.

"Ehm, ngeliatin siapa ciee?" suara Lisa yang duduk di sampingku menyentak lamunanku. Aku menoleh dengan bete.

"Diem ah, Lis."

"Eh lo tau nggak?"

"Nggak."

Lisa mendecakkan lidahnya. "Ya udah gue kasih tau. Nih ya, lo liat cowok yang duduk dekat si Angga itu?"

Aku memicing ke depan. Tepatnya ke arah kelas XII.IPA 2. "Iya, kenapa emang?"

"Itu teman gue di pramuka."

Sumpah, aku tidak bisa untuk tidak mengerutkan dahi. "Ya terus kalo dia temen lo di pramuka emang kenapa? Apa urusannya sama gue? Gimana sih lo."

Lisa cengengesan. "Gue lagi kesel banget sama dia. Dia itu hobi banget jailin gue kalo lagi latihan pramuka. Songong banget deh orangnya," ceritanya dengan muka cemberut.

Karena penasaran, aku mencoba melihat ke arah cowok itu lagi. "Eh bentar, itu kan cowok yang dulu.. diseret Munir jadi pengacara bohongan.."

"Yap, exactly! Ternyata lo masih inget aja. Dia itu Uji. Sekelas sama gebetan lo."

"Apaan sih lo ngomongin gebetan lagi. Gue udah move on!" sungutku menahan kesal.

"Masa?" goda Lisa yang membuatku makin geram.

"Udah ah gue mau ke kelas." Kemudian aku melenggang meninggalkan cewek itu dengan kesal. Aku benar-benar marah pada Lisa. Aku paling nggak suka dikompor-kompori!

📊

"Lo bisa diem nggak sih?!" Di tengah suasana ngantuk, lemes, pengen cepet pulang, suara keras Raisa ribut dengan Dodo membuat kepala pening. Pak Daro yang sedang mencatat materi sampai menoleh.

"Ada apa kok ribut-ribut begitu?" tanya Pak Daro dengan logat jawanya.

"Ini loh, Pak, Dodo dari tadi nowel mulu. Bikin nggak fokus!" balas Raisa.

"Eh nggak kok, Pak. Geer banget dia, wong aku sama Arlina. Ya kan?" kilah Dodo tak mau kalah seraya menatap Arlina.

Arlina malah tertawa.

"Ih, malah ketawa."

"Sudah sudah jangan ribut. Mau cepat pulang atau ndak?" suara Pak Daro menginterupsi.

"Mauuu!"

"Hmm, giliran pulang aja semangat," ucap Pak Daro pelan tapi sukses membuat kami terbahak.

Kejadian kecil itu sedikit mengusir rasa kantukku. Namun tak lama kemudian, rasa kantuk yang berat kembali menyergap.

Sudah ke berapa kali aku menguap. Sampai mata berair. Gak tahan banget. Lagian pelajaran matematika selalu bikin ngantuk.

"Vit, lo tidur?" Ana menowel bahuku.

"Hah, iya nih gue ngantuk banget."

"Gue juga sama nih. Gak kuat," ujar Ana. Aku menoleh untuk melihat matanya, tinggal 3 watt. Sama kayak aku. Hihi.

Kemudian, aku mencoba membuka mataku lebar-lebar. Saat itulah turun hujan. Ajaibnya, hujan itu mampu membunuh rasa kantukku. Aku suka hujan? Tentu saja. Senyumku tersemat.

Sejurus kemudian, Pak Daro berkata. "Hujan ya. Kalian catat materinya. Waktunya masih lumayan banyak, tapi bapak ada urusan sebentar. Kalian jangan dulu pulang sebelum kelas lain juga pulang. Kalau begitu, bapak permisi dulu."

"Siap paak."

Cowok-cowok nampak bersemangat sekali. Mereka bahkan diam di kursinya sambil memperhatikan Pak Daro yang berjalan keluar. Setelah menutup pintu dan berlalu jauh..

Mulai deh!

Kelas riuh, bising kayak di pasar.

"Udah, udah, lo semua jangan nulis! Gak nulis juga udah pasti lulus," teriak Munir.

Apa-apaan nih? Emang dia yang menjamin kelulusan? Bener-bener!

Kami para cewek nggak mendengarkan ocehan Munir. Tetap melanjutkan mencatat materi yang ada di papan tulis.

Eh, ngapain coba si Gino, Wawan dan Andi malah joget-joget di depan. Ngehalangin yang lagi nulis.

"Woi lo pada minggir gue lagi nulis!" Amber memekik keras.

Ternyata mereka sengaja! What the...

"Kan gue udah bilang jangan nulis. Pada ngeyel!"

"Lo semua gak ada berubah-berubahnya ya! Udah kelas tiga, mikir dong!" celetuk Giya.

"Ngomong apaan sih nggak jelas," ledek Dodo sembari menghapus catatan di papan tulis. Lalu mereka tertawa bersamaan.

Astagfirullah.. Ternyata masih nggak berubah! Sabaar.

Di tengah kekocakan itu, seseorang berteriak panik. "Ada guru bk! Ada guru bk!"

Langsung deh gerombolan badak itu rusuh kembali ke kursinya. Duduk manis seolah tidak ada apa-apa. Tenang belajar. Bah, apaan!

Benar saja, Bu Devi berjalan melewati kelas kami. Tak kuat kami menahan tawa. Setelah guru bk itu pergi, suara tawa pecah. Menggema seantero kelas.

Hahaha.

Ada-ada saja!

Tapi mungkin, momen-momen kayak gini yang akan kami rindukan suatu hari nanti.

-Inyivsil
-14-05-2018

Realitas Anak IPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang