Please, Please, Please Let Me Get What I Want

3K 411 15
                                    

"Hari ini gue culik elo ya."

Seringai jahil terbit di wajah cowok yang hari ini tampak lebih rapi dari biasanya. Kacamata yang menghiasi wajahnya berganti dengan sepasang lensa kontak bening. Rambut ikal yang biasanya berantakan tertiup angin, sekarang terpotong pendek rapi.

Aroma parfum musk semilir menggelitik hidung Liam. Jaket plus celana denim biru tua, kaus biru langit bergambar Artic Monkeys, dan sepatu Chuck Taylor warna senada dengan celana, serasi menempel pada tubuh seratus tujuh puluh lima sentimeter itu.

Beberapa cewek yang lalu lalang mulai berbisik-bisik. Pastilah penampilan kinclong Rio memikat hati mereka. Apalagi di tengah musim ujian yang memusingkan, pemandangan segar membuat pikiran seperti melayang sejenak mampir di padang rumput nan hijau.

"Elo enggak ada janji kemana-mana kan abis ini?" Ada nada menuntut di balik senyum berlesung pipi itu.

Tiba-tiba Liam merasa sangat kikuk. Penampilannya yang kucel sehabis diperas ujian Ekonomi Manajerial, begitu bertolak belakang dengan aura anak-band-kece-siap-diserbu-groupies ala Rio. Walaupun ia membawa baju ganti, namun kaus Pulp dan skinny jeans hitam malah membuatnya lebih mirip cewek gloomy jarang mandi.

Biasanya, Liam tak ambil pusing dengan urusan penampilan. Toh, ia tidak sedang mencoba menarik perhatian siapa pun. Namun, dari cara Rio bersolek, menjemputnya di depan ruang ujian, dan mengajaknya pergi, apakah ini mirip seperti sebuah kencan?

"Tumben tahu-tahu ngajak pergi. Aji dan Indra ke mana?" tanya Liam sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.

Biasanya dua cowok ceking dengan penampilan tengil itu setia mengekori Rio. Liam sempat geli membandingkan dua sahabat dan teman kos Rio itu dengan Beavis and Butthead, tokoh pasangan sahabat bengal yang populer di saluran musik MTV era 90-an.

"Sekali-kali dong, gue pengin ulang tahun yang spesial. Masa sama mereka lagi, udah tiap hari ketemu di kos, di kampus. Sepet mata gue lama-lama," seloroh Rio.

"Oh, kamu ulang tahun. Happy birthday ya, Yo."

Maksud Liam, ia mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan sang birthday boy. Sayangnya, Rio malah menanggapinya dengan cara berbeda. Tangannya kemudian menggandeng tangan Liam tanpa permisi. Lucunya, Liam tidak kuasa menolak. Jantungnya berdebar sekeras dentuman drum di konser musik rock.

"Aku ganti baju dulu, ya," Liam akhirnya buka suara.

Setelah berjalan menyusuri lorong di lantai tiga gedung kuliah dan menarik perhatian teman-teman sekelas Liam yang terpana melihat Gadis Kutub yang biasanya anti didekati tiba-tiba jalan berdua seorang cowok keren. Menjadi pusat perhatian adalah hal terakhir yang diinginkan Liam, apalagi memandang sorot-sorot mata yang seperti menghakimi dan menilainya, sontak membuat perutnya mual.

"Oke, aku tunggu di bawah, ya."

Dengan langkah cepat, Liam langsung masuk ke toilet wanita dan menuju sebuah bilik kosong di ujung kanan. Untung saja toilet tidak terlalu ramai, hanya ada dua orang gadis sedang membedaki wajah di depan kaca wastafel dan satu bilik yang terisi.

Liam mengeluarkan sebungkus sirup obat masuk angin dari dalam tasnya. Sebelum ia benar-benar pingsan karena grogi, ia perlu suplemen favoritnya ini menghangatkan perut dan tubuhnya. Selesai meminum "vitamin" andalannya, ia gesit berganti pakaian. Tak lupa menyemprotkan body mist aroma stroberi untuk menutupi bau keringat yang meliputi sekujur badan.

Keluar dari bilik, tak ada seorang pun di sana. Liam mendekat ke arah kaca. Apakah aku perlu sedikit berdandan? Pikirnya menimbang-nimbang, teringat ia membawa cosmetic pouch kecil yang dibekali Tia beberapa hari lalu. Ada BB cream, bedak, lipstik warna nude semu merah muda, dan tube lip and cheek cream yang mengisinya.

Bittersweet Love Rhapsody [COMPLETED]Where stories live. Discover now