02 | Double J

4.5K 996 263
                                    

Malam ini terasa begitu hening dan menusuk, bulan purnama merupakan alat penerangan terbaik yang dapat menyinari gelapnya malam distrik C.

Kawasan ini memang merupakan distrik tersempit yang berada di kota Metropolitan seperti Seoul, dan hanya keluarga kurang mampu saja yang bertahan di distrik ini. Tentu, karena mereka tidak mempunyai uang lebih untuk pindah ke distrik atau pun daerah lain.

"Buka pintunya, sialan!" Keributan terdengar dari sebuah rumah di salah satu distrik ini. Beruntung jarak di antara setiap rumah tidak terlalu dekat, sehingga para tetangga tidak mendengar keributan yang sebenarnya tengah terjadi dalam rumah itu, bahkan sebenarnya terjadi hampir setiap hari.

"Wanita sialan, mengapa kau lama sekali?!" makian serta umpatan seorang pria berusia 43 tahun itu memenuhi seluruh penjuru rumah yang memang tidak besar.

"Maaf, maafkan aku. Aku dan Ji Hoon tertidur saat kami menunggumu. Aku tidak bermaksud untuk menguncimu di luar." Pembelaan yang keluar dari mulut wanita tersebut sama sekali tidak membuat suaminya memaafkannya.

Ringisan demi ringisan, serta pernyataan maaf berulang kali, atau pun air mata yang mengalir deras di pipi wanita itu tak membuat sang suami berhenti menarik rambutnya, membantingnya kembali, dan memukul tubuhnya berulang kali.

Hal ini adalah makanan sehari-hari wanita itu, mendapatkan siksaan dari sang suami yang memang selalu pulang larut dengan keadaan mabuk, bukanlah hal yang tabu lagi.

"Istri macam apa kau ini?! Harusnya aku sudah menghabisimu sejak dulu, sialan." Lagi-lagi pria itu memukul istrinya. Kali ini lebih keras, hingga cairan berwarna merah pekat mengalir dari dahi kiri wanita tersebut.

Sama seperti kemarin-kemarin, seorang pemuda berusia enam belas tahun yang mendengar makian serta tangisan Ibunya hanya mampu diam mematung di kamarnya. Ia adalah Kang Ji Hoon, anak dari seorang pria pemabuk yang hanya tahu cara bersenang-senang menghabiskan uangnya untuk narkoba dan Judi.

Kali ini, ia juga hanya bisa menahan air matanya agar tidak tumpah saat mendengar isak tangis Ibunya, Ayahnya mungkin sudah sangat keterlaluan kali ini. Tapi mau bagaimana pun juga, ia tidak mampu untuk melawan Ayahnya sekarang.

Dengan tubuh lemas dan perasaan yang campur aduk, Ji Hoon akhirnya memilih untuk menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal dengan beberapa jahitan di sana sini. Rumah milik keluarganya ini tidaklah mewah dan luas.

Hanya ada dua kamar tidur, satu dapur, satu ruang keluarga, dan satu ruang tamu yang semuanya berukuran sedang. Kamar Ji Hoon berada di lantai dua yang berhadapan langsung dengan loteng tempat menjemur pakaian.

Pemuda itu berusaha untuk tertidur, namun sesuatu yang menganggu pikirannya membuatnya tidak dapat terlelap. Ya, perkataan temannya tadi siang.

Teman dekatnya yang tahu bagaimana kondisi keluarga saat ini serta orang yang sama dengan orang yang memberikannya sebuah saran gila.

"Kau tahu J, bukan? Kalau kau merasa muak dengan kelakuan ayahmu itu, kau bisa memintanya untuk membersihkan jiwa kotor Ayahmu. Ini, kuberikan alamat web-nya."

Perkataan temannya itu berkali-kali melintas di kepalanya. Ji Hoon tentu tau maksud dari membersihkan jiwa kotor Ayahnya, itu adalah kematian yang tersirat. Kebimbangan mulai muncul dalam dirinya, haruskah ia melakukan hal itu?

Tidak, tidak. Ji Hoon tidak boleh melakukan hal itu. Meskipun melalui orang lain, tetap saja pada intinya Ji Hoon tetaplah sang pembunuh.

"Ampuni aku, ampuni aku." Teriakan sang Ibu yang terdengar begitu memohon di tengah ringisan sakitnya itu membuat Ji Hoon memantapkan pilihannya dalam hitungan detik saja.

The JokerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang