T I G A

10.3K 748 50
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sabtu, 07 April 2018, 20.12 WIB.

"Cakra?!" Kirana menatap cowok di hadapannya, mencari sesuatu yang dapat membuktikan bahwa cowok itu berbohong. Tidak ... ia tidak percaya cowok penggoda yang tersenyum kepadanya itu Cakrawala Biru yang ia cari sejak tadi.

"Kenapa? Kamu tidak percaya aku Cakra?"

Kirana mengerjap. Ia langsung mempebaiki ekspresi wajah. Lalu Kirana berdehem sebentar, berusaha mengendalikan diri dari rasa terkejut. Kemudian ia menatap cowok itu lagi, dan menggeleng.

Cakrawala Biru yang ia kenal adalah cowok sederhana menggunakan kacamata minus berbingkai tebal, tubuh kurus tinggi--agak sedikit bungkuk--dan sering tersenyum malu-malu. Cakra tidak pernah menatap Kirana dengan kerlingan nakal.

Sedangkan cowok yang berdiri di hadapannya sekarang ini tipikal cowok penggoda. Oke, Kirana akui cowok itu tampan. Dengan bahu bidang, dada lebar, dan tubuh proporsional, kesan charming-nya terlihat begitu jelas. Belum lagi senyum menawan yang melekuk di bibirnya yang berbelah--terlihat begitu seksi dan menggoda. Kerlingan nakalnya pasti dengan mudah membuat para gadis jatuh cinta.

Demi langit dan bumi, cowok penggoda itu sangat jauh dari sosok Cakrawala Biru yang Kirana kenal. Jadi mana mungkin ia percaya begitu saja?

Tiba-tiba satu gagasan melintas di benak Kirana. Ia kemudian celingak-celinguk, memanjangkan leher, mencari keberadaan kamera atau apa pun. Bisa saja kan ada temannya yang iseng dan ingin mengerjainya saat ini? Tapi, nyatanya Kirana tidak menemukan apa-apa. Di taman sunyi dan remang--karena hanya diterangi cahaya lampu hias yang temaram--tidak ada siapa pun selain mereka berdua. Dirinya dan cowok penggoda yang mengaku sebagai Cakrawala Biru.

"Kamu bukan Cakra," kata Kirana sambil melangkah mundur. "Kamu bukan Cakra," sangkalnya lagi.

Cowok itu masih tersenyum, itu membuat Kirana takut. Cowok itu maju, dan Kirana mulai gelagapan.

"Jangan mendekat," pinta Kirana. "Atau aku akan berteriak," ancamnya kemudian.

Tapi, ancaman itu ternyata tidak digubris. Cowok itu tetap melangkah maju dengan mantap. Seakan menikmati setiap ketakutan yang tergambar di wajah Kirana.

Kirana menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu kembali kepada cowok tersebut. "Sekali lagi kamu mendekati, aku akan berteriak."

"Kamu tidak akan melakukan itu," kata cowok itu santai.

"Aku serius!"

"Teriak saja. Tidak masalah bagiku."

Kini punggung Kirana sudah menyentuh batang pohon Akasia. Dirinya terjepit. Pria itu masih tersenyum dan semakin mendekat kepada Kirana. Tubuh Kirana mulai gemetaran karena takut--juga kedinginan karena angin malam yang semakin kuat berembus.

Tidak ada pilihan lain. Kirana harus teriak sekarang juga.

Baru saja Kirana ingin membuka mulutnya, tiba-tiba cowok itu mencengkram lengannya. Kirana terkejut. Tubuhnya membentur dada bidang cowok tersebut. Kini Kirana berada dalam kurungan lengan kekar cowok itu.

Tidak hanya itu. Telapak tangan pria itu juga membekap mulut Kirana. Kirana berusaha melepaskan diri. Tapi, pria bertubuh tinggi dan atletis itu bukanlah lawan yang sebanding dengan Kirana. Kirana berusaha mencakar, memukul, menendang, dan melakukan apa pun untuk membebaskan diri. Tapi, usahanya sia-sia. Kirana mulai kelelahan. Dadanya naik turun. Ia kehabisan napas.

Pemberontakan Kirana sudah berhenti. Kini dengan mudah cowok itu memeluk tubuh Kirana dengan satu tangan. Sementara tangan satunya mulai melepaskan kancing kemeja yang pria itu kenakan.

Kirana menatap ngeri saat satu persatu kancing kemeja pria itu terlepas. Berbagai skenario kejahatan menyerbu masuk ke dalam benaknya. Bayangan-bayangan buruk, seperti film berputar di dalam pikirannya. Tubuh Kirana bergetar hebat. Ia menatap cowok itu dengan tatapan memohon.

Cowok itu menyibak kemejanya. Lalu dengan bibir tersenyum ia berbisik, "Lihat ini."

Tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi, Kirana memutuskan menuruti perintah cowok itu. Mungkin dengan bersikap kooperatif, cowok itu bersikap lebih baik dan mau melepaskannya. Saat melihat yang ditunjuk pria itu, mata Kirana membesar, dan tubuhnya membeku seketika.

Tidak ... itu tidak mungkin! bisiknya berusaha menyangkal apa yang baru saja ia lihat.

One Night With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang