Part 2

1.1K 111 5
                                    

Chanyeol POV

"Chanyeol-ah... Aku sudah tidak sanggup lagi dengan semua ini. Ternyata kelebihanku itulah kelemahanku. Andai saja aku menyadari ini dari dulu..."

"NUNA!!!" Aku terbangun dari mimpiku. Aku tahu wajahku tegang saat ini,aku juga bisa merasakan seluruh badanku berkeringat. Napasku terengah-engah.

Aku melirik jam yang ada di atas nakas sebelah tempat tidur. Masih jam tiga pagi.

"Chanyeol?" Eomma membuka pintu kamarku dan masuk. "Kau mimpi tentang Yura lagi?"

Aku mengangguk. Eomma tersenyum lembut.

"Jangan terlalu sering memikirkannya. Nanti Yura akan merasa bersalah dan tak bisa tenang disana. Sekarang kau minum ini dan tidur lagi."

Eomma memberikan segelas air putih padaku. Lalu mencium dahiku dan keluar kamar.

Yura nunna, mengapa kau meninggalkanku?

Aku mencoba untuk tidur. Tak lama kemudian aku benar-benar tertidur lelap.

Sayangnya, aku kelewatan tidur di hari sepenting ini. Jiyeon pasti memarahiku.

Aku langsung buru-buru mandi dan pergi secepat mungkin ke tempat janjian tanpa sempat menyantap sarapan bersama appa dan eomma.

"Kau terlambat duapuluh menit tiga detik."

Jiyeon sudah menungguku di depan pintu masuk Lotte dengan tangan terlipat dan wajah datar.

"Kau menunggu lama?" Tanyaku.

"Tidak. Aku sengaja datang lebih lama limabelas menit karena sudah menduga ini. Lagipula aku tak suka menunggu." Jawabnya. Aku juga sudah menduga jawaban seperti itu, hampir semua juga mengatakan itu, karena aku memang terlalu sering telat. Hahaha.

Aku tersenyum dengan wajah yang sangat cerah. Hari ini aku kencan dengan Jiyeon--walau karena tugas. Yeah, hari ini kami mengawasi transaksi narkoba yang akan diadakan di tempat ini, Lotte.

Jiyeon menghentikan langkahku saat baru mau memasukki Lotte.

"Ada ap..."

Wajah Jiyeon mendekati wajahku. Rasanya jantungku seakan berhenti ketika jarinya menyentuh bibirku.

"Jangan berbicara. Lakukan apa yang kau mau, seromantis mungkin."

Eh? Apa?

Bibir Jiyeon langsung menyentuh bibirku. Tangannya memelukku.

"Mereka sudah pergi," ujar Jiyeon berbisik sambil menjauhkan wajahnya dariku. "Sepertinya mereka mengawasi semua pengunjung."

Jiyeon lalu menatapku lekat-lekat.

"Kau bawa pistolmu?" Tanyanya.

"Kau sudah menemukan orangnya?"

"Ya."

Jiyeon memang hebat. Tidak butuh waktu lama untuk menemukan target. Aku jadi tahu mengapa dia bisa direkrut masuk ke intelejen dengan mudah. Yah, aku memang juga di intelejen, tapi untuk masuk badan intelejen, butuh perjuangan

Entah mengapa Jiyeon mendorongku ke belakang. Tanpa terduga terdengar suara tembakan pistol dua kali. Lalu Jiyeon terkulai lemas dan terjatuh dipelukkanku. Aku bisa merasakan cairan hangat membasahi kaos yang kukenakan. Setelah itu, terdengar suara ribut dan datang petugas keamanan.

"Kau... Kau pernah melaksanakan tugas penangkapan ketua badan penyeludupan setengah tahun lalu di Busan...?"

Aku dapat mendengar suara Jiyeon yang lemah setengah berbisik. Tapi aku masih dapat menangkap pertanyaannya. Memang aku termasuk salah seorang yang bertugas waktu itu, dan jawaban "iya" keluar dari mulutku.

"Kejar dia, bodoh! Jangan pedulikan aku!"

Kejar dia? Meninggalkanmu?

"Kau yang bodoh! Aku tak akan meninggalkanmu!"

Aku sendiri tak tahu apa yang kukatakan. Seakan feelingku mengatakan aku harus menjaganya.

***

Author POV

"Park Jiyeon? Park Jiyeon katamu?!"

Pria yang duduk di balik meja kerjanya langsung membanting gelas wine kearah seorang namja yang berdiri tak jauh di depan mejanya. Gelas wine itu pecah tepat di depan kaki namja tersebut.

"Kalau sampai dia terluka parah, akan kubunuh kau. Keluar dari ruanganku sekarang juga!"

Namja itu mengerutkan keningnya.

"Memangnya ada apa dengan yeoja tersebut?"

"Itu bukan urusanmu, Joonmyon. Sudah kubilang, pergi dari ruanganku sekarang juga!"

Namja itu menunduk dan keluar dari ruangan walau masih sedikit penasaran. Namun baginya, itu bukanlah masalah selama hal itu tidak mengganggu misi. Jadi lebih baik dia lupakan saja.

Sementara pria yang masih duduk di balik meja kerjanya itu mengawasi telepon genggamnya sedaritadi. Tak lama kemudian dering telepon masuk berbunyi. Tanpa melihat siapa yang menghubungi, dia langsung menjawabnya.

"Bagaimana?" Tanyanya langsung tanpa menunggu. Lalu dia menghembuskan napas lega. "Terus awasi perkembangannya disana. Dan ingat, jangan sampai ada yang mengenalimu, Yifan."

Lonely Warحيث تعيش القصص. اكتشف الآن