Chapter 5

3.3K 273 82
                                    

Operasi dilaksanakan sudah 3 jam yang lalu, namun belum ada tanda-tanda jika operasi itu sudah selesai. Kegelisahan dan kekhawatiran yang mendalam tampak jelas di wajah Tn. Kim dan Ny. Kim. Kini yang ada di pikiran mereka hanya Jungkook. Sementara Seokjin yang tak tau entah dimana dan bagaimana kondisinya saat ini, mereka seakan tak mengingat jika tadi dokter sempat menyatakan jika Seokjin kritis.

CKLEKK... pintu R. Operasi terbuka dan muncul dokter Namjoon yang melakukan operasi untuk Jungkook. Tanpa basa basi, sepasang suami istri ini langsung menghampirinya dan mencercanya dengan benyak pertanyaan.

"Bagaimana, Seonsaeng-nim?" Tanya Tn. Kim.

"Operasi berjalan sangat baik dan kondisi pasien terus membaik. Jantungnya sangat cocok untuk Jungkook." Jelas dokter Namjoon. Pancaran kelegaan dan kebahagiaan terlukis di wajah Tn. Kim dan Ny. Kim.

"Lalu, siapa yang mendonorkan jantungnya untuk Jungkook? kami ingin berterimakasih pada keluarganya. Hatinya benar-benar sudah seperti malaikat. Aku tak menyangka ada orang yang mau dengan ikhlas mendonorkan jantungnya untuk orang lain." Tanya Tn. Kim dengan senyum sumringah.

"Tak perlu jauh-jauh, karena keluarga pendonor ada disini." Ungkap dokter Namjoon yang tentunya membuat suami istri ini bingung.

"Maksud dokter? Dimana mereka?" Ny. Kim bingung.

"kalianlah orangtua dari pendonor itu.." jawab dokter Namjoon.

"Maksud dokter apa? Jangan katakan yang mendonorkan jantungnya untuk Jungkook adalah Seokjin?" tanya Ny. Kim panik.

"tapi memang itulah kenyataannya." Jawab dokter.

"ya Tuhan..." hampir saja tubuh Ny. Kim tumbang beruntung ada Tn. Kim yang memeganginya.

"dokter pasti berbohong. Tidak mungkin dia melakukan hal bodoh seperti ini." Tn. Kim mengelak.

CKLEKK... pintu terbuka, sebuah bangkar membawa jenazah seseorang keluar dari R. Operasi. Tubuh jenazah itu tertutup kain putih. Dengan langkah pelan dan gontai, wanita paruh baya ini berjalan menuju bangkar itu. Tangannya bergetar ketika bergerak membuka kain putih itu. Tangis wanita ini langsung pecah saat mendapati orang yang tertutup kain itu adalah jenazah putra sulungnya.

Wajah Seokjin begitu teduh, tampak senyuman terukir di bibir pucat itu. Tak ada raut kesedihan di wajahnya, yang ada malah raut ketenangan dan kenyamanan. Namun, tubuhnya tampak putih sangat putih. Seputih salju. Kedua matanya tertutup rapat. Tubuhnya tak bergerak sedikit pun.

Dengan penuh kepiluan, wanita ini membelai wajah Seokjin. Wajah yang begitu teduh itu. Wajah yang terasa sangat dingin. Wanita itu masih ingat senyuman yang terukir di bibir Seokjin. Bibir yang biasanya merah kini menjadi biru. Rasa tak percaya datang di benaknya. Tiada hentinya beliau menciumi Seokjin. Seokjin yang kini sudah tak bernyawa.

Jika dibandingkan dengan Ny. Kim, rasa bersalah Tn. Kim jauh lebih besar. Belum pernah dia menyayangi Seokjin layaknya seorang ayah kepada anaknya. Belum sempat beliau menjadi ayah yang baik buat Seokjin kini anak yang selalu dikatainya "ANAK PEMBAWA SIAL" itu telah pergi untuk selamanya. Rasa bersalah dan penyesalan sangat kental menyatu dengan darahnya.

"Seokjin-ah.." Seru pria paruh baya ini memanggil nama Seokjin dengan sendu. Baru kali ini, Tn. Kim memanggil nama Seokjin setelah sekian lama.

"bangun, Seokjin-ah.. bangun!! apa ini yang kau maksud dengan hadiah terindah? Kau salah. Ini bukan hadiah terindah. Kau harus bangun!! Kalau kau mau memberikan hadiah terindah, kau bangun sekarang juga." pinta Tn. Kim sembari mengguncangkan tubuh Seokjin yang kini telah terbujur kaku tak bernyawa.

"Maafkan, Appa. Maafkan Appa yang tidak pernah bisa melihat ketulusan hatimu. Maafkan appa, Nak. Kau bangun ya, untuk Appa. Untuk eomma, dan juga untuk Jungkook.." Tn. Kim benar-benar sudah kalut.

The Last GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang