Prolog

7.6K 338 11
                                    

Suasana di rumah itu yang begitu menegangkan. Terasa sangat tidak bersahabat. Terutama suasana di ruang tamu sebuah rumah sederhana.

Terlihat seorang pria yang membalikkan lembaran plastik map di dalam raport dengan kedua alis yang mulai terangkat. Entah itu marah atau apa.

"Kenapa nilai mu kaya gini? Kamu gak belajar?" Tanya pria itu santai tapi terdengar mengintimidasi.

"Be...belajar yah." Jawab gadis itu takut.

"Kalau belajar kenapa nilainya kaya gini hah?! Gak ada yang bagus!" Pria itu mulai menaikan nada bicaranya.

Sang anak hanya diam.

Sang ayah yang melihat anaknya hanya diam tak menjawab pertanyaannya seketika mulai marah.

Buk!

Suara lemaran sebuah buku raport itu.

"Yah!"
"Wan!" Teriak sang ibu dan sang nenek bersamaan.

Tapi sang ayah tak memperdulikan istri, ibunya dan ibu mertuanya.

"Nilai mu segini?! Goblog!! Belajar saja gak bener!! Buat malu saja!! Gak usah sekolah ajah udah!!" Bentak seorang sang ayah yang terlihat angkuh sambil bersandar di kursi ruang tamunya. Tatapan marah di arahkan ke seorang anak gadis tak jauh dari ayah gadis itu duduk.

"Nilai apaan ini?!! Nilai pas di KKM!! Semua udah dikasih masih kurang apa hah?! Sampai sekolah ajah gak bener!"

Di dekat sang ayah ada sang ibu yang hanya melihat perlakuan suaminya pada anaknya. Tak berani bertindak melihat suaminya sudah marah besar.

Setiap caci maki dari mulut sang ayah, gadis itu hanya diam dan menunduk menahan tangis.

Ayah gadis itu yang memiliki temperament yang tinggi membuat gadis itu sangat ketakutan.

Tubuh gadis itu bergetar ketakutan kepada sang ayah yang menatap menyalang penuh amarah.

"Udah wan. Gak seharusnya kamu seperti itu pada anakmu." Ucap nenek dari sang ibu.

"Iyo, sudah wan. Kasian anakmu masih kecil. Lah bok dikasih tau bukan digituin." Bela nenek dari sang ayah.

Di rumah gadis itu sedang berkumpul dengan kedatangan kedua nenek gadis itu.

Sang ayah terlihat tak perduli sesekali menyesap rokoknya.

"Biarkan saja. Sekolah saja goblog gimana nantinya." Ucap acuh sang ayah.

Ucapan sang ayah sangat membekas di hati sang anak nya. Tapi pria yang menjadi ayah gadis itu tak memperdulikan ucapan kasar yang di tujukan kepada anaknya.

Sang gadis hanya menahan isakan atas perlakuan sang ayah. Raport tebal yang sangat berat, berat nya hampir 1 kg itu mengenai kepala gadis itu. Betapa sakitnya lemparan raport itu yang mengenai ujung raport di kepalanya.

Rasa nyeri terasa di kepalanya. Pandangan sesekali buram di tambah buram karna air mata gadis itu. Tapi titik landas lemparan raport itu sangat terasa menyakitkan.

Gadis 10 tahun itu terus menahan tangis dan sakit seketika. Takut jika sang ayah semakin mengamuk karna melihatnya menangis. Ayahnya sangat membenci anak yang gampang menangis.

"Nangis?!" Tanya sang ayah dengan nada marah. "Gausah nangis!!" Bentak sang ayah.

"Engga yah." Gumam gadis itu pelan.

Gadis itu duduk berlutut sambil menunduk sesekali melihat sang ayah dengan takut.

Gadis itu terlihat menarik nafas agar tangisannya tak mengeluarkan suara, hanya air mata yang mengalir tanpa hentinya.

Sang nenek mendekat dan mengambil raport yang terbuka berada tak jauh dari posisi gadis itu.

"Sudah, ra kamu masuk kamar." Ucap neneknya dari sang ibu sambil mengusap punggung cucunya.

Sang gadis pun memasuki kamarnya dan tak lupa menutup pintu kamarnya, takut kalau sang ayah akan mengamuk lagi.

Gadis itu mulai menangis dengan wajah menghadap bantal. Sesekali mendengarkan percakapan sang ayah, sang ibu dengan kedua neneknya.

"Kamu ya bok gak boleh gitu. Itu juga anakmu. Kamu ajarin bukan lempar raport gitu ajah. Ini raport berat, kalau kenapa-napa sama kepalanya ya gimana?" Tanya nenek gadis itu.

"Kenapa harus ngelempar? Apa gak ada cara lain buat ngasih tau anak? Gak harus ngelempar raport juga lah. Untung anaknya gak berdarah atau apa. Kalau ngelakuin sesuatu ya di pikir dulu." Ucap sang ibu seperti menahan kesal.

Tapi sang ayah hanya diam seribu bahasa seperti tak memperdulikan itu. Dan mulai meninggalkan ruang tamu menuju kamarnya tanpa peduli kepada istri dan ibunya.

Pintu kamar terbuka, masuklah sang ibu dan sang nenek dari ayahnya.

"Udah jangan nangis. Nanti ayahmu nambah marah kalau liat kamu nangis. Jangan mikirin ayah, biarin ajah. Nanti juga gak marah lagi. Ra, belajar yang giat biar gak keulang lagi, biar ayah gak marah lagi." Ucap sang ibu.

Sang gadis hanya mengangguk, sesekali masih terisak.

"Udah gak usah nangis. Hapus air matamu ndok. Ayahmu juga kebangetan banget bok yo jadi ayah, gak pantes banget kaya gitu sama anak." Ucap sang nenek dari ayahnya.

Gadis itu hanya diam, sesekali menghapus air matanya.

Sang nenekpun pergi meninggalkan ibu dan anak itu.

"Udah jangan nangis lagi, sekarang ayo gosok gigi, udah solat isya?"

"Ud...udah" jawab sang anak.

"Yaudah, gosok gigi tidur. Ayo ibu antar ke kamar mandi."

Sang anak hanya mengangguk patuh.

Setelah ritual di kamar mandi sang ibu meninggalkan anaknya yang tidur tak lupa mematikan lampu kamar anaknya.

Di kegelapan, gadis itu menangis lagi. Tangisan pilu terdengar meskipun tak terdengar sampai keluar kamar.

Gadis itu menangis menghadap bantalnya, tak mau ibunya tahu dirinya menangis lagi.

Tekanan batin gadis itu sangat amat tertekan. Sakit karna lemparan itu sudah mulai berkurang.

Gadis itu terus menangis pelan.

Kenapa hidupku seperti ini ya Allah? Apa salah Viera? Kenapa ayah kaya gitu sama Viera? Batin sang gadis.

Sang gadis pun mulai tertidur dengan air mata yang menetes.

--------------

Makasih udah baca part dari cerita baru. Jangan lupa coment, diterima semua coment tapi tahu batas ya....

Jangan lupa juga kasih bintang hehe

The Mysterious Man-[Viera Putri]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang