R -Dua-

133K 4.5K 99
                                    

REASSEMBLED- 2

Melissa menutup pintu kamar asramanya dan langsung menghempaskan tubuh di atas kasur. Seharian penuh ia habiskan untuk mencari kado ulang tahun sang mama, membuat tubuhnya merasa lelah. Andai tadi Lexa menemani dirinya, mungkin saat ini Melissa sudah pusing karena menangisi drama korea favoritnya yang tayang ulang di televisi.

Melissa menghela napas. Ia menoleh pada kasur Lexa yang kosong dan masih rapi. Melissa lantas meraih ponselnya di dalam tas untuk menghubungi Lexa. Tidak butuh waktu lama, panggilan itu tersambung.

"Halo, Mel? Gue masih lembur." kata Lexa di seberang.

"Kerja?" Melissa berangsur duduk. Ia me-loudspeaker panggilannya lalu melepas sepatunya.

"Iya, kerjain tugas yang lusa dikumpulin. Gue di asrama Oliv. Mau gue beliin nasgor nanti pas gue pulang?"

"Lo beneran sama Oliv, kan? Nggak lagi belok ke suatu tempat yang—"

"Demi nasgor depan asrama Oliv, gue beneran sama Oliv. Nih, lo ngomong sama dia!"

"Ehh, nggak usah—"

"Mel, ini gue Oliv. Lexa daritadi sore di sini kok, kerjain tugas sama katanya mau pinjem rok. Lo nggak usah khawatir, Mel."

"Oke, Liv. Gue percaya sama lo. Thanks, ya." kata Melissa, menutup panggilan teleponnya. Ia kembali menghempaskan tubuhnya pada kasur. Melissa terdiam cukup lama sembari menatap langit-langit kamarnya. Ia lalu menoleh pada foto di atas meja belajar Lexa. Foto Lucas dan Lexa yang diambil ketika Lexa berulang tahun ke-17.

Melissa tersenyum. "Jangan khawatir, Lucas. Cewek lo aman sama Oliv." gumam Melissa, meringkuk seperti bayi, lalu memejamkan mata.

***

Lexa sedang membenarkan rambutnya sembari berkaca di toilet kampus. Ia sesekali menoleh pada Melissa yang berdiri di sampingnya. Teman sekamar Lexa itu tak henti tersenyum menatap penampilan Lexa hari ini. Setelah 3 tahun berlalu, hari ini untuk pertama kali Lexa memakai baju dengan warna selain abu-abu.

"Poni gue diapain ya, Mel?" tanya Lexa, masih mencoba mengatur poninya.

"Potong aja deh tuh poni." kata Melissa sembari merapikan poni Lexa. "Ini poni apa ekor kuda, sih? Panjang bener. Cepol aja deh tuh rambut lo."

"Dicepol? Sopan emang?"

"Lebih nggak sopan kalau poni lo ini nutupin mata. Cepol sekalian itu poni lo yang panjang. Heran gue, melihara poni buat apa sih? Yang nyuruh lo panjangin poni juga udah—"

"Oke, stop!" sela Lexa. "Gue tahu pembicaraan ini akan ke mana. Gue harus ketemu bos yang udah bawa tugas gue, jadi tolong jangan bertanya pertanyaan yang sama."

"Sori." ujar Melissa, merasa tidak enak. "Lo tahu, gue udah anggap lo kayak saudara gue sendiri, Lexa. Entah itu lo masih atau udah nggak sama Lucas."

"Meelll..." rengek Lexa.

"Sorry, can't control this damn mouth." Melissa menyengir. "Lo udah cantik." puji Melissa saat Lexa hendak buka suara.

"Thanks. Doain gue, ya?"

Melissa mengangguk. Setelah semalaman Lexa membicarakan yang akan ia lalui hari ini pada Melissa, akhirnya Lexa mantap untuk mengambil tawaran kerja di perusahaan teman Leo. Mengingat kata Angel—yang sudah hampir 6 tahun bekerja di sana—gaji untuk arsitek lumayan besar. Tidak bisa dipungkiri, Lexa jelas saja membutuhkan gaji yang lumayan besar itu untuk pengobatan papanya.

The Boss Kissed Me - (Reassembled)Where stories live. Discover now