R ~ Empat

67.1K 2K 55
                                    


REASSEMBLED- 4

"Hai, Lexa." sapa salah satu teman asrama Lexa.

"Hai," balas Lexa, mengulas senyum ramah, lalu melangkah menuju tempat kunci di sudut ruang tamu asrama.

Lexa mengambil kunci dengan gantungan bola basket, menatap kunci itu lama sebelum ia melanjutkan langkah naik ke lantai dua, menuju kamarnya. Ia sudah begitu merindukan kasur di dalam kamarnya.

Pintu kamar Lexa dibuka. Lexa menghela napas panjang. Meletakkan ranselnya ke atas meja, ia lalu merebahkan diri pada kasur asrama yang empuk itu. Pandangannya terarah pasti pada meja belajarnya, pada fotonya dengan Lucas yang terbingkai apik dalam floral frame hasil karya tangannya. Tangan Lexa terulur meraih frame itu, jemarinya mengusap senyum Lucas di dalam sana.

"Hey, handsome. Gimana kabarmu di sana? Kamu tahu, aku melewati banyak hal hari ini. Tugas, wawancara kerja, beliin kado buat mama kamu. Aku bahkan ketemu sama cowok yang rambutnya sama kayak rambut kamu ini," kata Lexa, mulai mengusap bagian rambut Lucas di foto itu, "cokelat gelap, berjambul, sama kayak rambut kamu. Tapi kayaknya rambut dia lebih pendek."

Lexa mulai merengkuh foto itu, membayangkan jika yang rengkuh adalah Lucas, kekasihnya.

"Aku kangen kamu, kamu tahu?" Gadis yang sudah berganti dengan skinny jeans hitam dan kaos abu-abu itu mulai terisak, "aku kangen dipeluk kamu, Lucas. Aku kangen dicium kamu."

Setelah itu hening melanda kamar dengan nuansa senja itu. Lexa sudah tidak terisak. Meskipun begitu, air mata gadis itu masih mengalir. Pandangan Lexa kosong terarah pada langit-langit kamar. Kepalanya tiba-tiba terpikirkan hal-hal yang ia lalui hari ini: untuk pertama kalinya setelah lulus SMA, ia kembali mengenakan rok span; make up yang tadi Melissa poleskan pada wajah Lexa, pada ciuman Dylan, hingga pada pembicaraannya dengan Leo dan Angel di BeeBakery tadi setelah pulang—astaga Dylan!

Lexa buru-buru duduk, meletakkan kembali kenangannya pada meja belajar. Lexa meraih ponselnya di dalam tas, mencari kontak Leo lalu menelepon lelaki itu.

"Ya, Lexa?"

"Mas Leo tadi nggak beneran nampar Dylan pakai sepatu boot Mas Leo, kan?"

"Nampar gimana? Kamu ini ngelindur apa gimana, sih? Hey, ini masih jam 8 malam."

"Pembicaraan kita tadi siang, Mas." Lexa berujar gemas, berusaha mengingatkan Leo pada pembicaraan mereka berdua tentang Dylan dan kelakuan konyolnya itu.

"Oh, itu. Mas Leo nggak ngapa-ngapain Dylan, Lexa. Kamu tenang aja."

Lexa mengembuskan napas lega. "Thanks, Mas Leo."

"Sama-sama, Adik kecil. Tapi nggak tahu ya kalau Angel yang nampar Dylan pakai heels dia." Panggilan terputus, membuat Lexa kembali merasa gusar.

Lexa mencari kontak Dylan dan sialnya dia tidak punya. Tadi, hanya Lexa yang memberikan nomor ponselnya pada Dylan, sedangkan pria itu tidak memberikan nomornya pada Lexa.

Tunggu, lagipula untuk apa Lexa peduli Dylan baik-baik saja atau tidak? Apakah karena ciuman tadi siang di kantor yang membuat sesuatu di dalam diri Lexa merasa ... terpancing?

Lexa menggeleng cepat, menepis ingatan tentang ciuman itu. Yang tadi itu cuma akting, kan? Dylan hanya refleks karena merasa tidak nyaman oleh ulah mamanya, tidak lebih. Baiklah, meski ia lumayan menikmati ciuman itu, Lexa akan melupakannya saja.

"Ya, lupain aja. Inget, lo milik Lucas, Lexa." gumam Lexa.

***

Melissa membuka pintu kamar asramanya, dan mendapati teman satu kamarnya itu terlihat sedang membungkus kado. Senyum Melissa terukir begitu saja melihat ketekunan Lexa dalam membungkus kado. Namun, yang herannya...

The Boss Kissed Me - (Reassembled)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang