"Dan kamu tau Rin, kakel kita tuh yang kelas 12 ada yang nembak mba Dewi." sambung Nina.

"Eh emang mba Dewi masih muda ya?" tanya Karin dengan penasaran.

"Dia itu masih kuliah tapi ambil jam sore biar sampai siang di sini jualan itu sih yang aku denger dari anak anak." kata Andre menjelaskan.

"Emang di warung mba Dewi lengkap ya?" tanya Karin.

"Hm lumayan sih di sana mba Dewi ada nasi uduk sama nasi kucing terus ya gitu paling gorengan sama es." jelas Andre pada Karin.

"Kurang lengkap sih tapi katanya ya denger denger di sana tuh warung tempat tongkrongannya geng Aslan." ucap Nina pada Karin.

"Geng Aslan? Apa tuh?" tanya Karin pada Nina.

"Aslan tuh kakel kita kelas 12 yang pernah ga naik kelas waktu kelas 10 dan kabarnya dia kalau di luar sekolah itu pengedar." ucap Nina.

Seketika Karin langsung berhenti berjalan dan jelas membuat Nina serta Andre menjelaskan.

"Iya pengedar barang palsu," jelas Andre pada Karin.

"Maksudnya penjual barang ke gitu?" tanya Karin sambil tersenyum.

"Iya dia biasanya jualan baju sepatu jam tangan yang kw tapi kualitasnya jangan di ragukan." ucap Nina.

"Loh kenapa?" tanya Karin.

"Orang guru aja ada yang mesen tas ke Aslan." ucap Andre seketika tawa mereka bertiga pecah.

Mereka bertiga melanjutkan perjalanan keliling sekolah dan berakhir menuju perpustakaan mengantar Karin mengambil buku paket.

"Eh Ndre temenin Karin dulu ya tadi pagi aku di suruh kasih buku absen ke ruang BP." kata Nina.

"Oh iya gapapa kok, tenang aja Karin aman sama gue." kata Andre lalu Nina langsung pergi begitu saja.

"Kenapa pake gue-lu ke Nina? Ga tetep aku-kamu." tanya Karin pada Andre.

"Ini Jakarta elah, aku-kamu cuman buat orang yang punya hubungan spesial biasanya kecuali kalau aku ngobrol sama kamu. Itu beda." ucap Andre pada Karin.

"Beda gimana?" tanya Karin, ia mulai merasa bahwa Andre menyukainya.

"Ya beda aja," kata Andre.

Tiba tiba dateng anak kelas 12 yang bisa di tebak mereka juga anak basket seperti Andre.

"Ndre, kumpul di aula." ucap salah satu di antara mereka.

"Oh iya kak nanti saya menyusul soalnya lagi nganter pacar saya dulu." ucap Andre pada segerombolan kakel anak basket itu.

Lalu mereka mengangguk dan pergi meninggalkan Andre dengan Karin.

"Ih Ndre apaan sih?" ucap Karin yang mulai merasa risih dengan kehadiran Andre teralu dekat dengannya.

"Iya deh sorry soalnya kalau ga gitu mereka ga izinin aku buat nganter kamu." ujar Andre pada Karin.

"Ya kalau penting mah sok atuh cepet ke aula sapa tau kamu mau lomba." kata Karin menyuruh Andre lebih tepat mengusirnya.

"Yaudah aku anterin kamu dulu ke ruang BP biar nanti kamu tinggal lurus buat ke ruang perpusnya," ucap Andre pada Karin.

"Oh oke," jawab Karin.

Sebenarnya Karin ingin cepet pisah dari Andre oleh karena itu jalan Karin seketika menjadi lebih cepat di banding jalan sewaktu bersama Nina.

"Yaelah kenapa Rin buru buru? Kayak di kejar hantu aja ih." ucap Andre.

"Ya biar kamu ga telat ke aula." jawab Karin beralasan.

"Yaudah nih kamu tinggal belok kanan nanti ketemu ruang BP abis itu lurus terus sebelah kanan nanti ada perpus." kata Andre menjelaskan.

"Oh yaudah aku duluan ya." ujar Karin pada Andre.

"Lah ga mau aku anterin dulu sampai depan ruang BP?" tanya Andre.

"Ga usah, aku bisa sendiri." ucap Karin lalu pergi begitu saja meninggalkan Andre.

"Aneh tapi manis sayang kalau di biarin." gumam Andre sambil berdiri melihat kepergian Karin.

Sedangkan Karin akhirnya bernapas lega karena bisa lepas dari Andre dan pergi menuju perpustakaan sendirian tanpa ia sadari ia lupa akan petunjuk arah yang Andre berikan.

"Hm katanya dari ruang BP tinggal lurus ya." gumam Karin, sekarang ia berdiri di depan ruang BP.

Karin yang berada tepat depan ruang BP mendengar suara amarah guru dari dalam ruangan tersebut dan juga Karin mendengar suara cowok yang tadi pagi.

"Ya maaf kali pak, namanya juga anak remaja berantem dikit gapapa lah." ucap Sean di dalam ruang BP.

"Kamu mau jadi sok jagoan ya?" teriak guru BP itu pada Sean.

"Lah bapak aja ga taukan saya nonjok Rizki gara gara apa?" ucap Sean kesal.

"Hah? Karena apa? Karena apaaa? Jelasin Sean!" teriakan guru BP itu semakin kencang sehingga Karin yang berada di depan ruangan mendengar jelas semua percakapan itu.

"Dia ngebully teman saya pak!" ucap Sean kesal pada guru BPnya.

"Hah? Siapa yang di bully? Jelaskan!" tanya guru BP itu pada Sean.

"Reza, anak SMK Cendrawasih." jawab Sean pada guru BP itu.

"Itukan anak sekolah lain Sean, terus kenapa kamu bawa masalah anak sekolah lain sama anak sekolah sini." ucap guru BP itu kesal terhadap sikap Sean yang nakal.

"Karena bagi saya, siapa saja yang berteman dengan saya adalah saudara saya. Paham?" ujar Sean penuh penekanan.

"Tapikan Reza anak sekolah lain." kata guru BP itu tak mau mengalah.

"Saya tidak peduli soal itu, sekali saudara tetap saudara." ucap Sean penuh penekanan.

"Hah sudah kembali ke kelasmu dan besok panggil orang tuamu ke sini." ucap guru BP itu kesal.

"Terima kasih." kata Sean lalu pergi keluar dari ruangan itu.

Karin yang masih berdiri mendengarkan percakapan Sean dengan guru BP itu tiba tiba terkaget oleh Sean yang membuka pintu ruang BP.

"Loh? Anak baru?" ujar Sean sambil tersenyum melihat Karin.

"Eh lu?" kata Karin kaget.

"Kenapa? Kaget liat gue masuk BP." kata Sean sambil tertawa kecil.

"Engga, gue cuman kebetulan lewat sini aja." ucap Karin pada Sean.

"Raut wajah lu ga bisa bohong kali." kata Sean menatap wajah Karin.

"Apaan sih?" ucap Karin, ia menundukkan kepalanya.

"Ga balik kelas?" tanya Sean sambil melihat jam di tangannya.

"Kenapa?" tanya Karin bingung.

"Udah mau masuk 2 menit lagi." kata Sean datar.

"Oh." ucap Karin datar lalu meninggalkan Sean begitu saja.

Karin terus berjalan lurus sambil mencari ruang perpustakaan.

***

SeanWhere stories live. Discover now