BAB XX: Who Are You

Start from the beginning
                                    

"Begini, apa yang biasanya bertengger dihidungmu itu?" Glenn hanya memberi klu dan tidak mengatakan apa yang berbeda dari gadis itu.

Sambil menatapi wajahnya di cermin, gadis itu terlihat terkejut. "Kacamata! Pasti ketinggalan dikamar!" panik Erza.

"Erza, Erza! Jangan panik, tidak ada musuh disini. Kau bisa tenang" Glenn menenangkan gadis itu.

"Papa Glenn, musuh itu tidak terlihat. Mereka bisa ada dimana saja!" ucap gadis itu panik lalu mengeluarkan salah satu pistol kembarnya.

Gleen terkejut saat benda perak itu keluar dari saku gadis itu, keringat dingin di pelipisnya tiba tiba mengucur. "Ah, Erza. Masukkan lagi benda itu. Kalau pun ada musuh, papa akan melindungimu" pinta Glenn dengan suara yang sedikit gemetar.

"Tapi-"

"Em, tumben sekali kau berangkat sepagi ini Erza" Glenn mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Papa, jangan mengalihkan pem-" untuk kedua kalinya ucapan Erza dipotong dengan sengaja oleh Glenn.

"Apa isi kotak besar yang kau bawa itu Erza?" tanya Glenn dan ternyata ampuh untuk mengalihkan pembicaraan.

"Oh, lihat papa Glenn. Maid Lina membawakanku bekal, papa tidak perlu membelikanku makanan lagi dikantin" jawab gadis itu tiba tiba antusias, menaruh pistolnya kembali kesaku lalu membuka kotak makannya.

Mendadak perutnya sakit dan ingin memuntahkan sarapannya pagi tadi. Tidak percaya kalau Erza akan setega itu memperlihatkan potongan daging manusia lengkap dengan bumbu yang ada dalam kotak makannya.

"Iya Erza, kelihatannya sangat enak" ucapnya sambil tersenyum miris.

"Tapi, tunggu. Maid Lina yang kau maksud itu, wanita berwajah lembut bersurai silver?" tanya Glenn kenapa wanita itu bisa ada dirumah Erza.

"Iya, papa Glenn benar. Papa kenal maid Lina?" tanyanya antusias, sekejap lupa dengan apa yang barus saja dirisaukannya.

"Wanita itu pernah menjadi pelayan dari keponakanku, bukan pelayan. Mungkin pengasuh lebih tepatnya" jawab Glenn sambil mengangguk angguk mengingatnya.

"Seperti aku yang diasuh Amon?" ucap Erza.

"Iya benar, tapi kurasa ada bagusnya Lina bekerja dirumahmu" Glenn nampak berpikir lalu tersenyum.

"Kenapa?" dan lagi lagi gadis itu tidak mengerti.

"Kau tidak kasihan dengan Amon yang harus mengasuhmu, membereskan rumah, memasak, mengerjakan pekerjaan kantor, menjagamu. Dia butuh waktu untuk melakukan itu semua Erza" jelas Glenn, tidak tau kalau Erza bahkan tidak punya rasa empati untuk pelayannya sendiri. Bahkan pelayan itulah yang membesarkannya.

"Aku tidak pernah berpikir sampai disitu" jawab Erza dengan wajah tak berdosanya.

'Kau egois, Erza' batin Glenn.

.

.

.

Glenn, pria itu meninggalkannya sendirian dikantin. Duduk termenung sendirian sambil menghabiskan bekal yang dibawakan oleh Lina. Dan tepat saat suap terakhir masuk kedalam mulutnya, terdengar bel nyaring berbunyi.

Suara bel yang menandakan waktunya istirahat pertama, namun meski suara derap langkah itu semakin mendekat. Tidak membuat Erza bangkit dari duduknya. Tetap duduk termenung disana sampai kantin yang tadinya sepi mulai terisi dan menjadi ramai.

Glenn bilang dia ada urusan sebentar, namun 1 jam sudah berlalu dan Erza masih menunggunya kembali. Apa 1 jam bagi pria itu adalah waktu yang singkat.

Mengesampingkan hal itu, dia tiba tiba teringat oleh Amon. Baru sadar kalau dirinya tidak pernah sekalipun memikirkan Amon. Meski pria itu tidak pernah mengeluh dengan apa yang diperintahkannya, tapi Erza merasa kalau dirinya sudah terlalu jahat.

Disaat Amon selalu memperhatikannya, memastikan bahwa tidak ada kesalahan sedikitpun yang terjadi padanya. Tapi apa pernah dirinya memperhatikan pria itu sedikit saja, setidaknya membantu atau menanyakan keadaannya.

Dirinya terlalu egois.

Puk?

Erza menoleh saat merasakan pundaknya ditepuk pelan dari samping. Senyumnya mengembang saat tau siapa yang berdiri disampingnya penuh senyum.

"Kau!"

"Hai Erza, kita bertemu lagi" ucap Reon tersenyum senang.

"Iya, ngomong ngomong siapa namamu? Karena Amon, kau belum sempat menyebutkan namamu"

Dengan gaya yang dibuat buat seolah seperti pelayan yang sedang membungkuk, Reon tersenyum kearah Erza. "Nama saya Reon, nona Erza" ucap Reon dengan penyampaian yang sangat sopan.

Gadis itu tersenyum lalu menaikkan sebelah alisnya, dia bangkit lalu menundukkan kepala Reon yang menatap kearahnya. "Maaf tuan Reon, seorang pelayan tidak memandang langsung kearah mata tuannya saat membungkuk" ucapnya dengan nada dingin.

"Hei Erza, kau kejam sekali" menyudahi acara membungkuknya, Reon kembali tersenyum seperti biasa.

"Kau yang memulainya" gadis itu tertawa.

Reon menoleh kekanan dan kiri kebingungan, bertemu dengan Erza sebenarnya hanya sebuah kebetulan belaka. Awalnya dia hanya mengikuti darimana bau anyir darah dan daging hampir busuk itu berada.

Menoleh kebawah, menatap kotak makan besar itu bertanya tanya. Dibukanya penutup itu lalu menutupnya kembali, bercak darah memang menggenang didalam kotak makan itu.

"Reon, kau lapar? Itu sudah habis" sahut Erza tiba tiba.

"Tidak, tapi siapa yang membawa kotak makan ini?" menatap kearah Erza dengan alis menaut, dia benar benar tidak tahan dengan bau anyir juga busuknya.

"Aku, aku baru saja selesai memakannya" dengan wajah polos, Erza berhasil membuat Reon bahkan beberapa murid lain mundur setelah mendengarnya.

"Kenapa?"

Reon tak bisa mengatakan apapun setelah terkejut. Tidak percaya kalau gadis seperti Erza memakan daging manusia. Sebenarnya siapa Erza?

.

.

.

TBC

Hei semua, hari apa ini. wkwkwkw

Gara gara apa kali ini, banyak sekali alasan. Sudah gk usah dibaca, beberapa hari ini panas. Dan manusia vampire kaya aku gk bisa kena panas lama lama, jadi itu intinya...

Sniper Mate: Demon BloodWhere stories live. Discover now