07

22 2 0
                                    

|||
Biarlah ini jadi rahasiaku. Dan kumohon maaf atas setiap luka yang kuberi untukmu.
|||

Sudah lebih dari sekitar dua puluh menit gadis pendek yang selalu tertawa itu sedang berdiam di kamarnya. Mencorat-coret buku diary miliknya. Ia bosan, biasanya minggu begini ia gunakan untuk keliling taman yang lokasinya lumayan jauh dari rumah kontrakannya.

Tapi, hari ini ia sedang malas untuk pergi kesana. Kakinya sedang tak bisa diajak untuk berlari. Bahkan walau sekadar jalan santai di pagi hari.

Mendengar ponselnya berdering. Ia yang semula sedang telungkupan dengan pena di tangan. Segera beralih pada ponselnya. Dan meninggalkan kegiatannya tadi.

Masih pesan yang sama. Yang seperti waktu itu ia terima. Saat malam dimana ia melihat lelaki itu bersama seseorang.

Untuk sekarang ia lebih menurunkan egonya. Dan memilih membalas pesannya. Tak seperti malam itu yang ia mengabaikan pesan yang ia terima dari sang mantan.

Selepas pesan singkat yang ia kirimkan. Ia kembali pada aktivitas melamunnya. Ada apa dengan Reno? Apakah ia membuka hati lagi untukku?

Setiap pesan yang ia terima. Reno selalu menyelipkan sebuah pesan singkat yang kembali membuat Senja merasa terbang. Tapi, di balik itu, ia pula merasakan kebingungan dengan hatinya.

Apakah salah baper oleh mantan?

Tapi, ia hanya baper. Tidak benar-benar merasakan cintanya seperti dulu. Saat Reno selalu mengatakan itu. Kenapa ini? Hatinya bergelut dengan logika. Satu sisi, logikanya berkata ia sudah tak cinta. Tapi, hatinya berkata, ia masih ada rasa.

Bila ini cinta, kumohon pergilah. Bila ini hanya sekadar rindu, segeralah menyingkir. Karena aku, hanya ingin masa depanku. Bukan masa lalu.

I|I

Senja sedang merapihkan diri saat ini. Selepas tadi ia mandi, karena sorenya ada janji dengan Alvaro. Ia langsung berdandan dan di sinilah sekarang ia. Di depan cermin sambil menghias diri. Memoleskan bedak bayi dan sedikit liptin.

Alhamdulilah, beres.

Bergegas keluar, tak lupa ia membawa seperangkat alat yang menurutnya sangat penting. Tas selempang yang berisi beberapa barang: ponsel kesayangannya dan buku kecil yang selalu ia bawa kemana-mana.

Sudah siap dengan semuanya. Ia berjalan melewati ruang tengah dan meminta izin pada Keysa.

"Ya sudah. Tapi jangan terlalu malam pulangnya. Ingat solat!"

"Siap bos. Aku tidak akan pulang malam. Lagian cuman bantu Varo nyari bahan-bahan doang kok!"

"Ah si Varo mah sambil cari kesempatan tuh!" Keysa tertawa sambil mengerling jahil ke arah Senja. Dan gadis berhijab polos berwarna pink muda itu hanya menatap malas.

Selalu saja begini, padahal Senja sudah berulang kali menjelaskan. Kalau ia tidak ada rasa dengan bosnya itu. Tapi sahabatnya itu masih saja selalu menjodoh-jodohkannya.

"Sudah lah Key, aku pergi juga karena tadi dia minta. Kalau enggak. Mana mungkin aku mau!" Senja menggebu-gebu. Ia tidak ingin di-bully lagi.

"Iye gue tahu. Ya udah sono pergi. Ngambekan dasar!"

Senja pun keluar rumah setelah tadi mengucapkan pamit. Sebenarnya mana mau ia juga pergi dengan Alvaro. Kalau saja bukan karena ia adalah bosnya. Dan karena tadi ia memaksa. Mungkin kini Senja masih tiduran di kasurnya.


Sesuai dengan perintah yang Alvaro sampaikan di pesan. Ia harus menunggunya di depan rumahnya. Tapi, karena Senja tak mau ia dilihat oleh Keysa. Walaupun Keysa sudah tahu ia akan pergi dengan Alvaro. Tapi Senja tetap tak mau ia melihat dirinya memasuki mobil bosnya itu.

Jadi Senja lebih memilih menunggu di jalan raya yang jaraknya tak jauh dari rumah kontrakannya. Dan ia juga telah menghubungi Alvaro soal itu. Sampainya di jalan raya, ia melihat ke arah jalanan. Cukup ramai.

Akan menjadi hari yang indah jika hari ini dilewatkan bersama sang kekasih. Berjalan bersama di hari libur kerja. Menikmati es krim dan saling tertawa. Tapi, tidak bagi Senja. Semua itu hanya akan ada di khayalannya saja. Karena orang yang ia harapkan. Ialah yang kini akan coba ia lepaskan. Dan ikhlaskan.

Mobil buatan negara matahari terbit itu tiba-tiba mendekat ke arah dimana Senja berdiri menunggu kedatangan Alvaro. Senja yang sadar akan kehadiran mobil itu, pun ia membenarkan tatanan hijabnya. Takut salah tampil.

Ia tahu itu adalah Alvaro. Maka saat mobil itu berhenti di depannya. Ia sudah bersiap menghampiri. Namun itu terhenti karena Alvaro keburu keluar dari mobil dan menyambut Senja dengan senyum hangatnya.

"Hai Nja. Gimana udah siap?" Senja agak muak dengan basa-basi begini. Tak bisakah Alvaro lihat bahwa Senja sudah sangat siap.

"Ya, seperti yang kamu lihat!" agak ketus. Ia melangkah melewati Alvaro dan berniat masuk ke kursi di sebelahnya.

Namun, lagi ia terpaksa menghentikan diri. Karena Alvaro sudah terlebih dahulu mendahului langkahnya.

"Biar aku buka 'kan."

"Gak usah lebay deh. Ini bukan drama alay Ro. Lagian aku juga udah tahu cara bukanya!" bagai disambar petir. Ucapan Senja begitu menohok di hati pria berbalut kemeja putih dengan garis hitam di beberapa bagian.

"Maaf Nja. Aku kira kamu akan suka, aku..." Senja yang menyadari kesalahanya. Segera meminta maaf atas sikapnya.

"Eh.. e.. maaf Ro, aku.. aku bukan maksudnya mau.. maafin aku. Aku hanya..." gadis itu gelagapan. Lancang sekali mulutnya ini.

"Aku paham kok Nja. Aku memang alay. Ya sudab ayo kita berangkat. " Alvaro melenggang dan memasuki jok kemudinya. Begitu juga dengan Senja yang memasuki kursi di samping Alvaro.

Tak enak hati ia dengan sikapnya. Ia pun mencoba untuk meminta maaf lagi. Tapi mulutnya yang biasanya sering nyerocos tidak jelas pun. Seketika sangat sulit untuk berkata.

Gadis berlesung pipi itu paham betul akan salahnya. Ia sudah terlalu jauh melukai hati lelaki di sampingnya itu.
Tapi, ada maksud tertentu mengapa ia melakukan itu. Dan semua orang tak mengerti akan pemikirannya.

Biarlah ini jadi rahasiaku. Dan kumohon maaf atas setiap luka yang kuberi untukmu.

Rindu, Pulanglah PadakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang