02

75 11 5
                                    

|||
Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki. Tapi, kamu sudah telat untuk kembali.
|||

Satu minggu yang lalu.

"Lo beneran mau nemuin dia?" gadis dengan rambutnya yang ia ikat sembarang tengah asyik memotong buah apel.

Sedang lawan bicaranya hanya diam tak menanggapi perkataan temannya itu.

"Heh. Lo dengerin gue gak sih?"  bentaknya dari arah dapur yang kebetulan terhubung langsung dengan ruang tamu dan tempat televisi.

"Iya apa?" ucapnya malas. Temannya ini masih saja menanyakan hal yang sama sejak kemarin. Pantas saja gadis itu merasa dongkol dengan pertanyaan itu.

"Pura-pura bego lo! Jadi gimana?"

"Iya gue bakal ketemu ama dia." singkat tapi bisa membuat temannya itu melotot.

"Apa? Lo gila ya. Ja, lo tahu 'kan dia dulu gimana ke lo?! Terus sekarang lo mau aja gitu diajak ketemuan ama dia?"  Senja hanya mengedikan bahunya acuh.

"Lo bener-bener cewek tersinting yang gue kenal. Seenggaknya lo harus punya harga diri!"

"Harga diri? Kayaknya sekarang udah gak punya. Harga diri gue udah lama hilang." tuturnya penuh kepedihan. Lukanya dulu. Kini akan kembali. Menemuinya lagi.

"Terus nanti lo mau gimana kalo dah ketemu ama dia?" Keysa yang sudah selesai memotong apel pun menghampiri Senja. Yang sejak tadi sibuk menonton televisi.

"Gue juga bingung mau gimana. Tapi, nanti gue mau bersikap seolah semuanya gak pernah terjadi. Gue mau coba hadepin ini. Bukannya ini yang gue mau?" lebih ke diri sendiri ia bertanya.

Keysa hanya menggeleng jengkel. Temannya itu memang super duper keras kepala. Kalau masalah cinta. Seakan ia memang pakar cinta yang bisa mengatasi luka. Padahal boro-boro. Patah hati aja masih sampe sekarang. Bayangin enam tahun belum bisa move on?  Kalau cewek lain mana mau nunggu sesuatu yang gak pasti gitu.

Tapi, temannya itu spesies langka. Yang emang masih bertahan sampai sekarang. Ada yang lebih kejam dari ini, dan ada yang lebih sulit dari ini. Selalu begitu. Jawabnya. Seperti alasan untuk ia terus bertahan.

Orang lain malah perjuangannya lebih besar dari aku. Kalau diibaratkan, aku hanya setai kuku. Gak seberapa. Itu ucapannya dulu. Saat terus-terusan disuruh move on sama Keysa.

"Gue cuma bisa berdoa. Semoga sukses. Dan dia gak bikin sahabat gue ini jadi stres lagi!"

"Gue gak pernah stres gara-gara ini ya!"

"Alasan! Ck..ck.. udah ah mau mandi. Noh habisin apel gue. Gue mau cabut dulu mandi. Bye!"

|||

Pesan yang ia terima dua hari lalu terus dibacanya. Takut-takut kalau ia salah baca. Dan salah bertindak. Tapi, setelah beberapa jam ia bolak-balik pesannya masih sama. Tulisanya juga masih sama. Tidak ada yang berubah sama sekali.

To: Keysa.

Pesannya masih sama. Berarti gue gak halu?!

Ia hanya berjaga. Jikalau pesan itu dari penipu.

From: Keysa

Iya gue tahu tai! Udah ah gue lagi kerja. Mending lo sekarang buat naskah drama alay lo sana!

"Sial, dasar teman laknat. Masa naskah gue disebut naskah alay? Dia aja tuh yang alay!"

Ponselnya bergetar kembali. Dikira itu pesan dari Keysa. Ternyata bukan.

From: Reno Adiwijaya

Nanti ketemunya dimana Ja?

Pesannya yang hanya sebaris itu berhasil membuat dia bisu seketika. Tubuhnya kembali menegang setelah beberapa jam yang lalu menegang karena pesan dari Reno.

Ia sekarang bingung harus bersikap bagaimana. Antara bahagia dan sedih. Haruskah ia bahagia bisa kembali menemui Reno seperti yang ia inginkan selama ini? Atau diam saja seperti orang yang sudah melupakan. Tapi opsi kedua tak mungkin dilakukan. Ya, karena Senja telah menerima ajakan Reno untuk bertemu.

Antara bodoh dan baik hati. Perjuangannya dulu seakan ia lupakan. Lukanya yang ia derita. Tangisnya yang ia rasakan. Seakan semua itu tidak pernah ada. Hanya karena satu pesan. Reno mengirim pesan setelah kian tahun ia tak sudi membaca pesan dari Senja.

Tapi sekarang malah Reno yang memulai. Setelah Senja memutuskan untuk mengakhiri perjuangannya yang tak kunjung mendapat hasil. Tapi kini ia merasa, Tuhan entah tengah berbaik hati atau sedang menguji hati. Semuanya itu kelabu.

To: Reno Adiwijaya

Aku tunggu di jalan dekat Alfamart yang di sebelahnya ada toko kue.

Ya, Senja memutuskan untuk menemuinya. Dan berdamai dengan masa lalunya. Lukanya yang sudah mengering mungkin akan kembali menganga. Karena kini penyebab luka itu akan kembali. Tapi ia memutuskan untuk berbaik hati pada waktu.

Dengan membiarkan ia sekali lagi. Tersakiti. Ia hanya ingin tahu, dibalik semua rencana ini. Ada apa sebenarnya? Hidupnya sudah seperti drama di televisi yang ia tonton saja. Memuakkan. Kenapa juga harus disaat ia ingin mengakhiri perjuangannya dan merelakan semuanya? Kenapa tidak disaat dahulu ia berjuang mati-matian?

Tapi ia pikir. Dengan berdamai dan melewati semua ini. Kebahagiaan akan datang dengan segera. Walau bukan dari orang yang ia perjuangkan. Tapi dari orang yang memerjuangkannya.

"Reno. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki. Tapi, kamu sudah telat untuk kembali. "

Disimpannya asal ponsel milik Senja itu di meja kecil dekat kasurnya. Sekarang ia hanya bisa berdoa. Semoga, walaupun kamu datang membawa luka. Aku akan selalu siap menghadapinya.

Setelah itu matanya memejam. Ia ingin menghampiri mimpinya saat ini. Berkelana dalam dunia yang tidak mengenal batasnya. Semuanya bisa serba terjadi dalam mimpi. Tanpa bisa kita berhentikan sendiri. Ataupun tanpa bisa kita mulai sesuka hati.

Malam yang sunyi untuk hati yang sunyi. Kali ini, gadis itu membiarkan rindu pulang lagi padanya.

Kemarilah 'kan kusambut dirimu dengan canda. 'Kan kubuai dirimu dengan tawa. Dan 'kan kubuat dirimu mengerti akan derita.
















¤¤¤¤
¤02¤
¤¤¤¤

________________________

Note:

Ikutilah kemanapun Senja berkelana. Sekalipun keujung dunia.

Jangan pernah berhenti karena luka. Karena ia kamu jadi tahu apa itu usaha.

Bantu vote and komentnya guys. Aku akan sangat berterima kasih pada kalian semua.




Ruang rindu, 18 Maret 2018.

Unknow

[02:28. Pm. WIB]

Rindu, Pulanglah PadakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang