5. Menghapus Senyummu

Start from the beginning
                                    

Di tengah usahanya berlari, tiba-tiba saja sebuah motor melaju di dekatnya dengan sangat cepat, hingga membuat Selin berhenti sejenak akibat cipratan genangan yang baru saja didapatnya.

Selin memperhatikan keadaan dirinya yang tampak sangat kacau. Cipratan genangan itu membuat seragam putihnya dipenuhi bercak kotor berwarna coklat.

Selin menoleh ke depan. Ia menyadari bahwa motor yang baru saja melewatinya adalah vespa modif milik Saga.

Selin kesal, namun masih sempat tersenyum ketika menyadari kali ini ia datang ke sekolah tidak kalah cepat dari Saga.

Selin kembali berlari untuk menyusul Saga. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan.

Begitu berhasil melewati gerbang sekolah, Selin memutuskan berteduh dan menunggu Saga di koridor utama, depan kelas 10 IPS 2.

Sambil menyeka seragamnya yang basah dan kotor, Selin memperhatikan Saga yang kini berjalan mendekat ke arahnya. Cowok itu juga sesekali mengusap jaket jins yang dikenakannya.

Selin segera menghadang sebelum Saga melewatinya begitu saja. Ia mengambil sesuatu dari tas punggungnya, kemudian mengulurkannya pada Saga.

Saga meraih selembar kertas dari tangan Selin. Rupanya itu adalah lembar formulir pendaftaran ekskul robotik.

“Aku ikut ekskul robotik. Kakak juga, ya!” ucap Selin dan diakhiri dengan senyuman.

Saga memperhatikan keadaan Selin yang tampak memprihatinkan. Gadis itu benar-benar sangat kacau. Mulai dari rambut panjangnya yang lepek karena kehujanan, juga seragamnya yang basah dan penuh bercak kotor. Dan, Saga sadar betul bahwa itu akibat tindakannya beberapa menit lalu yang memang disengajanya.

Selin menyadari Saga yang sedang memperhatikan kondisinya yang kacau. Ia hanya bisa mengembungkan pipinya ketika diperhatikan seperti itu.

“Nggak apa-apa. Cuma kotor sedikit.” Selin menyahut tanpa ditanya. Ia tersenyum manis, memperlihatkan sebelah gigi gingsulnya yang kata orang-orang manis, tapi tidak untuk Saga.

Saga benci sikap Selin yang selalu ceria. Karena menurutnya, keluarga simpanan papanya tidak pantas bahagia. Ia akan memastikan secepatnya gadis itu akan lupa bagaimana caranya tersenyum.

Saga mengulurkan kembali formulir itu pada Selin.

“Kenapa dikembaliin?” tanya Selin sambil menyambut pemberian Saga.

“Kita bicarain soal ini setelah jam pulang sekolah. Kita ketemu di taman rumput dekat pohon beringin.”

Mata Selin seketika berbinar. Ia menganggap ajakan Saga barusan sebagai titik terang untuk membuat Saga kembali menekuni dunia robot.
Rupanya membujuk Saga tidak sesulit yang dibayangkannya, pikir Selin.

“Beneran, Kak?” tanya Selin hampir melompat senang.

“Tunggu sampai gue datang!” seru Saga sambil berlalu melewati Selin.

“Siap, Kak. Pasti aku tunggu!” balas Selin dengan suara nyaring.

Selin melompat senang sepanjang koridor menuju kelasnya. Ia tidak lagi mempermasalahkan seragamnya yang kotor. Ia bahkan mengabaikan hampir setiap pasang mata yang menatapnya aneh.

***

“Serius lo janjian sama kak Saga di taman rumput di belakang gedung?”

Selin mengangguk menanggapi pertanyaan  Hani, teman sebangkunya. “Memangnya kenapa?”

“Memangnya lo belum pernah dengar cerita horor tentang pohon beringin yang ada di sana?”

Selin sudah tiba di lokasi. Kakinya melangkah ragu menginjak rerumputan di taman rumput bagian selatan gedung sekolahnya. Matanya menatap satu-satunya pohon beringin besar yang ada di depannya saat ini. Penampakannya yang tinggi besar juga daunnya yang lebat seharusnya membuat pohon itu terasa rindang. Namun, entah karena terpengaruh cerita Hani pagi tadi, Selin justru merasakan sekujur tubuhnya merinding ketika posisinya semakin dekat dengan pohon itu. Ditambah suasana sore yang mendung seolah mendukung keadaan semakin mencekam.

“Sebelum sekolah ini dibangun, konon kabarnya pohon beringin di taman rumput itu nggak bisa ditebang. Kabar yang beredar, pohon itu ada penunggunya. Namanya mba Melati.”

Krek

Selin terlonjak kaget mendengar suara itu. Namun, seketika ia bernapas lega ketika mengetahui bahwa suara itu berasal dari kakinya yang tak sengaja menginjak ranting pohon.

“Banyak yang ngalamin hal-hal aneh di sana. Kebanyakan sih, murid cowok. Karena isu yang beredar, mba Melati itu meninggal sebelum sempat nikah, makanya suka ganjen sama anak-anak cowok.”

Seharusnya Selin sedikit tenang karena kemungkinannya kecil untuk mengalami hal-hal aneh di tempat ini karena ia perempuan. Tapi, hal itu sama sekali tidak tergambar dari mimik wajahnya saat ini.

Selin duduk di kursi panjang tepat di bawah pohon beringin. Dipandanginya ke sekitar. Tidak ada seorang pun di tempat ini selain dirinya. Bel pulang sudah berbunyi hampir setengah jam yang lalu dan Saga belum muncul juga.

Untuk mengurangi ketakutannya, Selin memilih mendengarkan musik melalui headset dari ponselnya. Beberapa kali tiupan angin berlebihan yang mengarah tepat ke wajahnya membuat Selin merinding. Namun, ia berusaha keras untuk berpikiran positif. Bahwa isu-isu yang diceritakan Hani tadi hanya mitos dan kabar burung semata.

Kemudian, sesuatu yang menetes-netes tepat di atas kepalanya membuat tubuh Selin tiba-tiba saja menegang. Ia sempat berpikir mungkin saja itu hanya air hujan yang menetes dari dahan pohon. Mengingat hujan yang turun pagi tadi. Namun, ketika menyadari sesuatu yang janggal, Selin mendongak dengan penasaran. Ia gagal menangkap jelas apa yang berada tepat di atas kepalanya karena sebuah tetesan kembali menetes tepat di kelopak matanya hingga membuatnya spontan memejamkan mata.

Jari tangan Selin mengusap cairan kental yang kini merambat mengotori pipinya. Ia membuka matanya perlahan. Dipandanginya sesuatu yang kental berwarna merah di tangannya.

Selin semakin ketakutan. Sambil menahan napas, ia memberanikan diri untuk mendongak sekali lagi. Memastikan sesuatu yang berada di atas kepalanya saat ini.

TBC

Kenapa ceritanya jadi horor begini? Biar seruuu. Haha

Ada yang mau tebak apa yang ada di atas kepala Selin?

Salam,
pitsansi

Saga [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Where stories live. Discover now