0.06

1.6K 74 6
                                    

Shera menatap ayahnya setengah heran, ralat, bukan hanya ada ayahnya disana, ada ibu tirinya juga tampak memasang wajah sok ramahnya terhadap Shera

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Shera menatap ayahnya setengah heran, ralat, bukan hanya ada ayahnya disana, ada ibu tirinya juga tampak memasang wajah sok ramahnya terhadap Shera.

“Mending kamu ajak bicara nanti aja deh, Mas. Shera kayaknya capek banget tuh,” Shera menahan mual saat sang nenek lampir bertindak peduli seperti itu padanya.

Shera memutar bolanya malas lalu menatap ayahnya yang ingin mengatakan sesuatu, tapi dengan sigap ia langsung memotongnya, “Bicara sekarang aja, Yah. Shera gak terlalu capek,”

Ayahnya mengangguk singkat, lalu mulai mengatakan sepatah kata yang membuat Shera mematung di tempatnya.

“3 hari lagi Claire bakal ayah pindahin ke sekolah kamu. Mama kamu gak tenang kalo biarin Claire sekolah di Australia sendirian,”

Diam-diam, Shera menangkap senyuman miring sang nenek lampir. Sialan! Hidupnya tidak akan lama lagi jika Claire benar-benar pindah. Batinnya kesal.

Suara dering notif dari handphone menyita perhatian Sean, ia merogoh saku celananya dan menemukan nama 'Pater' di layar handphonenya. Rupanya, laki-laki ini masih mengingatnya. Dalam lubuk hatinya, ia merindukan kebersamaan yang tercipta dengan laki-laki ini. Perlahan, ia menghela nafas pelan, lalu menjauh dari keramaian yang dibuat teman-temannya. Sean memberanikan diri untuk mengangkat telepon itu.

“Halo,”

Uang buat kamu sudah saya transfer,”

Pip!

Sean tersenyum miris menatap handphonenya yang menampilkan layar hitam lagi. Ia kembali bergabung dengan teman-temannya.

“Siapa bos?” tanya Andra penasaran.

“Biasa,” jawab Sean seadanya.

“Dia ngirim uang lagi ke lo?” Sean mengangguk kecil mendengar pertanyaan Rangga.

Tckk..sampe kapan dia bakal giniin lo terus?” sahut Ravel sambil meneguk cola yang ia beli.

“Sampe gue gak ada,” Ravel refleks tersedak mendengar ucapan santai yang Sean lontarkan.

“Hush! Lo kalo ngomong nggak bisa di filter dulu?” protes Andra.

“Gue, Ravel, Andra, itu keluarga lo,” Sean tersenyum tipis—nyaris sekali tak terlihat, saat Rangga mengatakan hal tersebut.

“Thanks,” Sean menepuk pelan bahu Rangga. Hal inilah yang sesungguhnya Sean butuhkan, sebuah kehangatan keluarga. Tak masalah walau itu dengan sahabatnya. Bagi Sean, ketiga teman absurdnya adalah keluarganya.

“Shera, ayah mau makan malam sama mama di Outro Restaurant. Ayah diundang sama teman bisnis, kamu mau ikut?” Shera yang tengah membuka lemari cemilannya lantas terkejut saat ayahnya tiba-tiba berdiri di sebelahnya. Ia berpikir dua kali. Sebenarnya, ia ingin ikut, tapi rasa malasnya lebih mendominasi. Apalagi jika si nenek lampir ikut.

SEAN : ICE PRINCE [TAHAP REVISI TOTAL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang