Sean menatap kesal ke arah sepeda biru yang seenaknya parkir di parkiran pribadinya. Dari bentuknya, sudah pasti ini milik perempuan. Sialnya lagi, waktu sudah lebih dari 5 menit, yang artinya ia hampir terlambat. Ia mendengus kasar lalu menabrak asal sepeda itu agar motornya dapat parkir disana. Persetan dengan pemiliknya yang mungkin saja akan mengamuk saat tahu sepedanya jatuh dengan posisi mengenaskan.

Sean segera berlari menuju kelasnya, untung saja guru yang mengajar belum masuk. Namun, ada yang aneh dengan suasana kelasnya. Bahkan, Rangga, temannya yang paling waras, ikutan masuk dalam lingkup perghibahan Ravel dan Andra.

“Sean, sini deh lo,” Ravel menepuk bangku kosong di sebelahnya. Sean hanya mengangguk lalu meletakkan tasnya disana.

“Tumben telat, bos.” Ujar Andra.

“Kesiangan,” jawab Sean seadanya.

“Yah lo mah! Lo ketinggalan acara seru tadi,” Ravel menimpali.

Sean hanya berdeham tak minat. Namun topik yang Andra bicarakan seolah membuatnya penasaran.

“Kalo gue liat-liat, Shera itu kayak Sean versi cewek,” ucapan Andra membuat Sean menatapnya tajam.

“Iya, gue pikir juga gitu. Sama pinternya bikin orang skakmat, diam-diam mematikan,” Ravel ikut berpendapat.

“Gue masih kaget dia bisa tau nama terakhirnya Giselle,” kali ini Sean benar-benar menoleh. Bukannya nama terakhir Giselle benar-benar dirahasiakan? Darimana Shera tahu?

“Itu cewek gak punya takut sama sekali,” timpal Rangga.

“Sean, lo gak ada niatan mau gebet Shera, gitu?” Sean menatap Rangga dengan datar.

“Gak.” Ketiga temannya hanya terkekeh.

“Gue shipper sejatinya Sean-Shera pokoknya,” ujar Andra dan disetujui oleh Ravel dan Rangga.

“Bukan tipe gue,” tapi menarik, batin Sean.

“Kalo sampe lo berdua jadian, gue ketawa paling kenceng,” sahut Ravel.

“Jangan gitu. Jadian mampus lu!” tawa Rangga meledak. Sean hanya mengedikkan bahunya tak peduli, lalu menempelkan kepalanya ke atas meja untuk tidur kembali.

“Permisi kak, yang namanya Kak Shera mana ya?” seorang siswi kelas 10 menghampiri Shera saat istirahat sedang berlangsung.

“Gue Shera, kenapa?” siswi tersebut menatap Shera sedikit takut, padahal tatapan mata Shera biasa saja.

“Mmm..itu..Kak Shera yang tadi ke sekolah naik sepeda biru ya?”

Shera mengangguk, “Iya, kenapa?”

“Udahlah, Rin. Kasih tau aja,” temannya berbisik pada si siswi.

“Ada apa nih?” Ayla yang baru sampai kelas terkejut melihat Shera di ajak ngobrol dengan adik kelas.

“Hey, jujur aja, kenapa sama sepeda gue?” Shera tersenyum tipis agar sang adik kelas tidak takut.

“Sepeda kakak—rusak, kayak habis ditabrak,” Shera mengernyitkan dahinya, masih mencerna semua kata-kata sang adik kelas.

“Kamu yakin? Siapa yang nabrak Ocean?” siswi tersebut mengangguk yakin, “Tapi aku gak tau siapa yang nabrak sepeda kakak,” Shera mengangguk, lalu berterima kasih dan berlari ke arah parkiran.

Benar saja, Ocean jatuh dengan posisi mengenaskan. Siapa yang berani membuat Ocean jatuh, ia berurusan dengan Shera. Ayla menyusul Shera dengan napas terengah-engah. Ia juga terkejut dengan apa yang dilihatnya. Tunggu, Ayla semakin terkejut kala melihat motor hitam yang bertengger disana, menggantikan letak posisi sepeda Shera.

SEAN : ICE PRINCE [TAHAP REVISI TOTAL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang