"Pinjem bentar." Kata Ares seolah mengetahui pertanyaan yang ingin dilontarkan oleh Aira. "Hp gue hilang. Jangan lupa tuh minumannya diminum."

"Males ah, bekas lo sih. Ogah gue."

"Nanti minumannya nangis lho kalau ga diminum."

Ares menatap ragu layar pipih itu, lalu melirik Aira, kemudian jarinya bergerak secara cepat. Gadis itu tengah asik belajar bermain squishi dan tidak mempedulikan apa yang Ares kerjakan.

Laki-laki itu memejamkan matanya, merasa murahan melakukan cara seperti ini.

"Res, lo dipanggil ke BP tuh!"

Ares mendongak, menemukan teman sekelasnya tengah berdiri di depan mejanya. Anesha, gadis itu menatapnya dengan datar. "Gace lo."

"Ngapain?" tanya Ares dengan kening berkerut.

"Gak tau."

"Yaudah nanti gue kesana." Ucap Ares, kemudian laki-laki itu menunduk menatap sejumlah kalimat yang sudah ia ketik beberapa detik yang lalu.

Sekali lagi, ia melirik Aira.

Aira : Raf, hari ini gue diantar pulang sama Ares. Maaf ya. Habisnya dia cakep jadi gue gak sampai hati nolaknya.

Dan kemudian.... delete.

***

Pintu kaca itu terbuka, menampilkan sosok laki-laki dengan wajah datarnya. Badannya yang tinggi dibalut seragam olahraga. Aga menghela napas dalam-dalam sambil membuang pandangannya ke arah lantai.

Aga menghela napas dengan kasar membuat Ares yang baru saja duduk disampingnya menoleh ke arahnya. Laki-laki yang pernah ia anggap kakak itu kini menatapnya dengan tenang walau Aga menatapnya dengan tatapan kesal.

"Saya gak tau kenapa adik kamu ini-"

"Pak!" Aga menyela dengan kasar. "Dia bukan wali saya. Gak perlu diaduin segala deh."

"Diem kamu!" Pak Burhan melotot. "Dia itu kakak kamu! Kamu harusnya masih bersyukur punya wali."

"Tapi dia bukan wali sah saya!"

"Apa pendidikan karakter itu belum bisa kamu terapkan terhadap kakak kamu?" Pak Burhan menatapnya tidak senang.

Aga menarik napas dalam-dalam dan mengumpat dalam hati.

"Ga," kata Ares dengan tenang. "diem dulu."

Adiknya itu pura-pura tidak mendengar dan membuang pandangannya ke arah lantai, Ares tahu seberapa kesal Aga saat ini.

"Kamu tahu, Ares, adik kamu ini terlibat tawuran dengan SMA Sakti. Dan sekarang dengan tidak tahu malunya, adik kamu ini berniat cabut dari sekolah."

Ares memejamkan matanya sejenak, menghela napas berat. "Saya minta maaf Pak atas perlakuan adik saya."

"Eh goblok, gue bukan adik lo." Aga menendang kursi Ares dengan pelan sambil berbisik. "Pengen banget punya adik kayak gue?!"

"Diem," ucap Ares penuh penekanan.

"Lihat kelakuan adik kamu terhadap kamu, Res." Pak Burhan melihat Aga dengan tatapan menilai. "Kamu harusnya mendidik dengan benar."

"Salah mulu gue," Aga mendengus.

"Kalau salah ya ngaku!" sentak pak Burhan. "Kamu gak malu sama kakak kamu yang ganteng plus pinter ini?! Dia ini adalah duplikat saya ketika masih muda."

"Et dah, gue gak nanya." Desis Aga dengan pelan.

"Orang kayak Ares itu adalah calon orang sukses. Kamu?! Mau jadi apa?!"

Unsteady Where stories live. Discover now