TIGA PULUH - Mengikhlaskan.

3.9K 165 12
                                    


Mungkin aku bukan yang pertama, tapi in syaa Allaah aku yang terakhir untukmu. Dan kamu pertama dan terakhir untukku.

🌻🌻🌻

Hari ini Silviana pergi kerumah sakit untuk menjenguk salah satu teman Kuliahnya yang sakit. Setelah selesai menjenguk ia tidak ada keinginan untuk kemana mana akhirnya ia memutuskan untuk pulang. Silviana pun sudah mengabari uminya bahwa sebentar lagi pulang, karena dari tadi uminya selalu menelfon menanyakan keberadaan Silviana. Umi hanya takut anaknya kenapa Napa.

Tadi pun saat berangkat ke rumah sakit Silviana bersikeras tidak mau diantar Akbar. Bukan karena apa tapi Silviana hanya takut merepotkan dan lebih lagi ia masih sebal tentang pernyataan Akbar waktu itu.

Saat Silviana berjalan di lorong rumah sakit, ia seperti melihat seseorang yang begitu familiar di hidupnya. Silviana semakin jelas melihat siapa orang itu sedang bersama seorang wanita cantik. Hatinya kembali sakit, kenapa harus melihat disini.

“Kamu kuat na, bismillah!” ucap Silviana pelan sambil mengusap perutnya.

Silviana kembali berjalan cepat agar ia bisa lebih cepat pulang. Saat sudah didepan rumah sakit Silviana mencari handphone nya tapi tidak ada dan Silviana baru ingat tadi handphone nya ada di meja kamar rumah sakit temannya. Dengan berat hati ia kembali masuk kedalam dan berjalan buru buru untuk menggambil handphone nya.

“Silviana”

Silviana terdiam saat namanya dipanggil, hatinya berdegub kencang. Sungguh ia masih tidak sanggup melihat orang itu bersanding dengan wanita lain.

“Kamu ngapain disini?”

Silviana menarik nafas dalam dalam dan memejamkan mata sebentar kemudian dia mengangkat wajahnya menghadap orang itu.

“eh, Assalamu'alaikum mas Hydar. Ivi njenguk teman yang sakit mas.”

Mata orang itu, Hydar. Menatap Silviana sedih, seharusnya saat ini ada yang mendampingi dimana pun Silviana pergi. Bukan malah sendirian, Hydar marah terhadap keadaan kenapa harus seperti ini.

“Mas ayok masuk, kita udah dipanggil tadi.” ucap wanita yang ada disamping Hydar yang tidak lain ada Jessie istri baru Hydar.

Tanpa mengucap apapun Hydar mengiyakan ajakan Jessie dan melupakan Silviana yang masih diam ditempat. Masih mematung disitu dengan pikiran yang hancur sehancur hancurnya.

Kini air mata Silviana keluar memaksa, padahal sudah sebisa mungkin ia tahan. Tapi ya begitu, kuatnya wanita adalah menangis.

“Sudah, Jangan tangisi keadaan. Tapi terima dengan ikhlas, percayalah yang milikmu pasti Allaah akan beri mungkin bukan sekarang tapi nanti. Ini ambil tissue” ucap orang yang ada dibelakang Silviana.

Silviana terdiam, benar. Allaah akan beri mungkin bukan sekarang tapi nanti.

Silviana menoleh kebelakang dan menemui Akbar yang berdiri disana dengan jas Hitam khas orang kantor.  Dan Silviana melihat dahi Akbar penuh keringat, padahal diluar tidak terlalu panas.

“Saya ditelfon umi sambil menangis, Umi bilang kamu ga pulang pulang dari rumah sakit. Saya ikut panik akhirnya saya lari lari dan berkeringat banyak.” Ucap Akbar sambil mengusap dahinya.

Sedangkan Silviana melongo padahal ia dari tadi tidak bersuara tapi kenapa Akbar tau apa yang ia pikirkan.

“Saya tau karena melihat matamu yang melihat kearah dahi saya, Dan jangan berpikiran bahwa saya bisa membaca pikiran kamu ya.”

Silviana kembali melongo sambil menggeleng gelengkan kepala mungkin hanya kebetulan saja.

“Ayok pulang, umi khawatir dirumah.” Ucap Akbar lagi sambil sedikit menarik tas kecil yang ada ditangan Silviana.

“Sebentar dulu.” Cegah Silviana sambil menarik kembali tas nya.

“Mau apa lagi, masih mau menangisi dia. ikhlas kan na.”

Silviana menatap jenggah ke Akbar. “Siapa yang mau menangis huh, aku mau keruang temenku dulu  handphone ku ketinggalan.”

“Oh saya kira mau menangis lagi, ya sudah saya tunggu disini.” Akbar tersenyum sambil duduk di kursi yang dekat dengan tempat berdiri mereka.

Silviana hanya mengangguk sekilas dan berjalan menuju kamar temannya.

🌻🌻🌻

“Umi ga mau tau lagi, kamu kalau keluar harus ditemani nak Akbar. Kamu tau nak Umi khawatir kamu ga pulang pulang, apalagi kandungan mu sudah besar. Umi telfon hp kamu ga diangkat, umi mana yang ga bakal panik kalo anaknya ga pulang pulang.”  Omel umi Aminah terhadap Silviana -anaknya.

Ya, sudah hampir sejam setelah Akbar dan Silviana sampai rumah umi tidak henti hentinya memarahi Silviana. Awalnya umi menangis dan memeluk erat Silviana tapi  lama kelamaan tangis umi berubah jadi perintah dan berakhir dengan keputusan baru yang mungkin akan sulit dilanggar.

“Tapi umi, Akbar juga sibuk sama kerjaannya. Mana mungkin bisa nemenin kemanapun Silviana pergi sih. Ivi ga akan lagi bikin umi cemas”

Umi menggeleng cepat. “ Keputusan umi ga bisa diubah ubah lagi, lagian Nak Akbar sudah menyanggupi apa kemauan umi. Iya kan nak Akbar.”

Akbar yang sedari tadi hanya menjadi pendengar yang baik pun mengangguk.

“In syaa Allaah selama tubuh Akbar sehat mi, Akbar akan menemani kemana pun Silviana pergi.”

“Tapi bar”

Akbar tersenyum. “saya malam tadi sudah menyampaikan niat saya waktu yang lalu kepada umi dan Abi na, saya serius dengan ucapan itu. Bolehkah saya egois jika tidak ingin kehilanganmu untuk yang kedua kalinya na.”

Silviana terharu dengan kesungguhan Akbar, sifatnya masih sama walau Akbar pernah hilang ingatan.

“Saya mohon terima saya dengan semua kekurangan saya.”

Hati Silviana bergetar, Air matanya lolos begitu saja. Ini bukan kalimat yang indah hanya sebuah pernyataan tapi entah kenapa jika Akbar yang menyampaikan nya membuat menjadi lebih spesial.

“ In syaa Allaah Atas restu Allaah dan umi Abi bar.”

Akbar dan umi tersenyum bersama saat mendengar ucapan Silviana..

🌻🌻🌻

Tbc.

Kamulah TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang