Stefan mengangkat dagu Yuki menggunakan jari telunjuknya. Mereka terlibat kontak mata, mata Stefan seperti menjelajahi isi dari tatapan Yuki. 

Yuki mulai tidak nyaman dan melirik arah lain.

 "kenapa lo gamau ngeliat gue hm?"

Yuki menepis tangan Stefan yang di dagunya pelan, 

"Ma-maaf pak. Ada apa bapak memanggil saya kesini?" Yuki berusaha sesopan mungkin. Bagaimanapun Stefan adalah atasannya.

"Gausah terlalu formal lah, kita Cuma berdua. Apa lo ga kangen sama gue?" Stefan terus menatap wajah Yuki. 

Gadis itu semakin cantik saja, terlebih rambutnya sudah panjang sekarang. Dia semakin anggun. Tapi kesan imut dan manisnya tetap melekat.

Stefan menyentuh ujung rambut Yuki, mencium rambut Yuki dan menghirup aroma rambut gadis itu. Yuki bingung harus melakukan apa. 

Ia menoleh ke arah yang berlawanan dengan Stefan. Entah kenapa hati dan otak Yuki tidak bersahabat saat itu. Otaknya berkali-kali memerintahkan salah satu organ tubuhnya untuk mendorong Stefan. 

Tapi hatinya mendominasi dan membiarkan Stefan menyentuhnya.

"Ternyata lo kangen sama gue" Stefan menyeringai saat tidak ada respon dari Yuki, 

seakan gadis itu memberinya lampu hijau untuk menyentuhnya lebih dan lebih. Stefan mengangkat dagu Yuki dan ingin mengecup bibir calon gadisnya itu, segera dengan cepat Yuki melangkah mundur,

 ia menatap Stefan dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Stefan berdecak kesal dan menatap Yuki tajam.

"Kalau tidak ada keperluan lagi, saya keluar dulu pak." Ucap Yuki lalu mengambil langkah yang sedikit jauh dari Stefan dan meninggalkan ruangan bosnya.

 Di luar Verrel sudah berjalan hulu hilir, kenapa Yuki lama sekali pikirnya. Apa yang sedang ia lakukan. Dan Verrel berhenti berpikir ketika ia melihat Yuki sudah keluar dari ruangan bosnya itu dengan muka malas.

"Lo gapapa Ki? Dia ngomong apa? Dia ga ngapa-ngapain lo kan?" pertanyaan Verrel seperti membuat telinga Yuki berdengung.

"Gue gapapa rel, gue pusing. Gue duduk duluan ya" Yuki berjalan meninggalkan Verrel yang masih penasran. Dia langsung duduk di kursi kerjanya lalu merebahkan kepalanya di atas meja berbantalkan lengannya sendiri. 

Gue gatau perasaan apa ini Max, Max, lindungin gue kalo lo nganggep Stefan ga baik buat gue. Bantu gue Max. 

Yuki menutup matanya erat.

"Lo yang namanya Yuki kan?" suara seorang gadis berhasil membuat Yuki duduk tegak kembali. Gadis itu tersenyum manis, sangat manis. Ia mempunyai lesung pipi yang dalam. Itu mengingatkan Yuki pada Max.

Yuki ikut tersenyum, "Iya, gue Yuki. Lo siapa? Karyawan disini juga?"

"Kenalin, gue Nasya" Gadis bernama Nasya itu berjabat tangan dengan Yuki. "Lo di omongin sama orang satu kantor, katanya lo anak satu-satunya anak baru yang hari pertama udah di panggil bos" Nasya menggerakan kursi rodanya ke arah Yuki dengan kedua kakinya dan duduk disamping Yuki.

"Huh, pasti deh gue di omongin orang satu kantor. Padahal gue udah berdoa dengan khusyuk semoga hari ini lancar. Kayaknya Tuhan ga ngabulin doa gue deh" Yuki mendengus kesal. "tapi, seengganya gue ketemu temen baru" tambah Yuki dan melihat ke Nasya.

Nasya tertawa pelan, sungguh. Senyuman gadis itu begitu manis. Lesung pipinya selalu membuat Yuki mengingat Max. "Gue juga anak baru disini, tapi gue tadi telat. Ya salahin mobilnya yang macet. Eh gue yang kena amuk HRD. Eh tapi ketua HRD kita ganteng banget!!"

love poisonWhere stories live. Discover now