Badai #6

6.8K 190 3
                                    

Assalamu'alaikum Wr Wb

Hai reader! ^_^
Sambil menunggu buku fisik terbit April 2018 insya Allah. Aku berikan bonus lagi episode 6. Selamat menikmati reader. Agar bisa jadi penyenang hati dan obat nunggunya ^_^

Episode 6 WMS

Akankah operasi Liana berhasil?
Akankah Bram aman dari kejaran polisi?

Pak Rudyanto sampai di Rumah Sakit Cilacap. Pak Rudyanto segera menuju IGD mencari Liana.

"Maaf sus, pasien korban penusukan ada dimana ya?"

"Pasien sudah dipindahkan ke ruang ICU pak, bapak masuk ke ruangan sebelah timur nanti ada tulisan ICU."

"Terimakasih sus." ucap pak Rudyanto.

Pak Rudyanto berlari menuju ruang ICU. Di depan ruang ICU ada bu Siska yang sedang menunggu di luar.

"Bapak orangtuanya Bu Liana?" tanya bu Siska.

"Iya benar. Liana kondisinya bagaimana bu?" tanya pak Rudyanto.

"Bapak segera masuk saja ke ruang ICU. Temui pak dokter untuk segera menandatangani persetujuan operasi."

Pak Rudyanto segera masuk ke ruang ICU dan mencari pak dokter.

"Pak dokter, saya orangtua pasien."

"Ok. Tolong baca surat persetujuan operasi ya pak. Sekaligus ditandatangani untuk persetujuan operasi. Pasien kritis banyak kehabisan darah. Butuh segera dioperasi. Bapak golongan darahnya apa?"

"Golongan darah saya A."

"Bagus. Jadi, nanti bapak persiapkan diri untuk menjadi pendonor darah anak bapak karena golongan darah kalian sama."

***
Beberapa jam berlalu, Bram masih bersembunyi di sebuah penginapan yang tak jauh dari rumah Liana. Otak Bram memang brilian. Bram sengaja bersembunyi di penginapan yang berada hanya 200 meter dari rumah Liana.

Orang umumnya berpikir ketika ada orang yang kabur, pasti kaburnya jauh dari tempat kejadian perkara. Dengan begitu Bram aman. Orang-orang pasti mencari di tempat yang jauh, tak mungkin di tempat penginapan yang hanya berjarak 200 meter dari tempat kejadian perkara.

Di sisi lain Bram sedang bersembunyi dari kejaran polisi. Polisi mulai mengendus pelaku penusukan. Meskipun, dari sisi korban belum memberi saksi, polisi mulai bergerak.

Polisi mulai meneliti tempat kejadian perkara. Apa saja yang bisa dijadikan bukti kejahatan. Setelah polisi menyisir semua rumah Liana, polisi bergegas menuju rumah sakit tempat korban penusukan dirawat. Pisau yang masih menancap di perut korban nanti bisa dideteksi sidik jari milik siapa. Polisi akan meminta kerjasama dokter untuk memperoleh sidik jari di pisau yang menancap di perut korban.

Bram mengetahui kartu AS-nya berada di Liana. Bram berpikir akan ke rumah sakit tempat Liana dirawat dan menyelinap menghapus sidik jari di pisau yang menancap di perut Liana.

Bram sampai di rumah sakit tempat Liana dirawat. Namun, tak Bram sangka begitu banyak polisi yang mengawal kamar Liana.

"Sial! Bagaimana caranya agar aku bisa menyusup ke dalam, sementara ada belasan polisi yang berada di depan kamarnya. Bagaimana bisa polisi sebanyak itu dikerahkan untuk menjaga Liana. Aku sungguh tak menyangka! Aku harus lebih hati-hati dalam beraksi." dengus Bram kesal.

Rupa-rupanya polisi sebanyak itu tak lain adalah rekan dari pak Rudyanto. Mengetahui putri temannya menjadi korban penusukan. Teman-teman pak Rudyanto dari jajaran kepolisian lantas bersimpati dan menjenguk Liana.

Bram mendapat ide ketika dia masuk ke sebuah ruangan. Ternyata itu ruangan dokter. Bram melihat ada jas dokter dan peralatan medis yang tergeletak di atas meja. Serta merta Bram memiliki ide. Dipakaianya jas dokter dan Stetoskop juga beberapa peralatan kedokteran agar Bram meyakinkan menyamar menjadi dokter.

***

Liana usai operasi. Operasi berjalan lancar. Pisau bisa diambil dan infeksi perut bisa segera diobati. Hanya saja Liana belum sadar. Liana masih tampak pucat karena kehabisan darah. Meskipun, bapaknya Liana sudah mendonorkan darah, namun tetap saja Liana masih nampak pucat seperti mayat.

Bram dengan penampilan barunya menjadi dokter gadungan mencoba memasuki ruangan ICU Liana. Tak ada yang menyadari itu adalah Bram. Penyamaran Bram sempurna. Kumis, jenggot palsu dan kacamata sudah lengkap merubah penampilan Bram menjadi wajah yang sama sekali berbeda dengan wajah Bram. Wajar saja dulu Bram mantan aktor teater di kampusnya dan sering mendapat penghargaan aktor terbaik di kampusnya.

Bram kini berada di ruangan Liana. Bram tak melihat lagi pisau yang menancap di perut Liana. Dicarinya pisau itu, namun nihil pisau itu tak ada di ruangan Liana. Bram mulai panik. Pikiran pendeknya langsung tertuju pada Liana.

"Aku habisi sekalian Liana saja. Toh kalau dia sadar, bisa bahaya buatku. Liana bisa mengatakan semua kejadian yang sebenarnya. Bisa gawat!"

Bram perlahan mendekati Liana. Liana nampak pucat terdiam tak sadarkan diri. Selang oksigen membantu pernafasannya. Irama jantungnya masih naik turun normal.

"Aku ambil saja selang oksigen Liana. Biar dia kehabisan nafas dan perlahan mati!"

Bram mulai mengambil selang oksigen yang berada di dalam hidung Liana. Bram tentu memakai sarung tangan agar tak meninggalkan sidik jari di selang oksigen. Selang oksigen pun lepas dari hidung Liana. Nafas Liana mulai tak beraturan. Begitu juga ritme detak jantungnya pun mulai tak beraturan.

Bram segera pergi dari ruangan Liana. Tak ada siapapun ketika Bram keluar dari ruangan Liana. Bram kali ini beruntung. Bram berjalan santai seolah-olah dia memang dokter di rumah sakit ini. Bram menuju ruangan dokter dan mengembalikan semua peralatan dokter yang dia pakai. Bram segera beranjak meninggalkan ruangan dokter.

Ketika Bram hendak keluar ruangan tiba-tiba ada suster yang masuk.

"Maaf pak, Anda siapa? Anda dilarang masuk ke ruangan ini pak." suster itu menegur dengan nada tegas.

"Wah maaf sus, saya tadi sedang mencari dokter namun tidak ada di ruangannya."

"Dokter sedang mengoperasi pasien."

"Oh yasudah, makasih sus."

Bram mulai melangkahkan kaki. Namun, tiba-tiba tangannya dipegang oleh sebuah tangan besar dan kuat yang mencengkram tangan Bram.

"Kamu kami tahan karena melakukan pembunuhan terhadap pasien di ruang ICU."

"Anda siapa?! Maksud Anda apa?! Tolong lepaskan saya!" Bram berteriak sambil meronta agar tangannya lepas dari cengkraman si tangan besar.

Bram tak bisa berkutik. Kali ini Bram sial. Kekuatan si tangan besar jauh melebihi kekuatannya. Bram tak bisa kabur.

#Bersambung

Siapakah pemilik tangan besar itu?
Apakah Liana meninggal?
Apakah Bram berhasil kabur dari si tangan besar?

Nantikan di episode selanjutnya ya... ^_^

Rizqy Fardhany Sulton

Ahad, 11 Februari 2018

Randublatung, Blora.

Sang Virus - Wanita Masa Lalu Suamiku Versi Romance Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin